Lima

4.2K 585 15
                                    

Pukul empat sore aku dan Dani baru keluar dari rumah sakit untuk kembali ke kantor. Tadi setelah menumpahkan kemarahan dan sedikit mengancam, laki-laki yang ternyata adalah adik dari Jayadi itu akhirnya mau menerima permintaan maafku. Tidak ada tuntutan yang berlebihan, dia hanya meminta kami untuk bantu membuat laporan kepolisian dan memastikan si pelaku mendapatkan hukuman. Aku menyanggupi permintaannya dan berjanji akan mengurus pelaporan ke polisi dan memintanya untuk tidak memikirkan biaya perawatan karena setiap karyawan memiliki jaminan asuransi kesehatan.

Meskipun mungkin tidak semua biaya akan tercover, tapi aku sudah berjanji dalam hati kalau aku yang akan menanggung sisanya. Setidaknya hanya itu yang bisa kulakukan sebagai bentuk permintaan maaf.

Setelah mengantar Dani ke polsek setempat untuk membuat laporan, aku mengendarai mobilku kembali menuju kantor. Dani akan kembali sendiri menggunakan ojek online atau angkutan umum lainnya karena aku sudah di tunggu kepala cabang untuk memberi penjelasan.

Jantungku kembali berdetak tak beraturan saat aku sudah memarkirkan mobil dengan sempurna. Setelah menarik dan mengembuskan napas beberapa kali, aku akhirnya menguatkan diri untuk melangkah masuk. Saat ini sudah pukul lima tepat. Beberapa karyawan yang sudah akan pulang sedang berbaris di depan mesin absensi menunggu giliran absen.

Tidak ada waktu untuk mengamati lebih lanjut suasana riuh yang biasa terjadi saat waktu pulang. Aku mempercepat langkah menuju ruangan bertuliskan Branch Manager, mengetuk pelan beberapa kali sebelum suara yang mempersilakanku untuk masuk terdengar.

Aku melangkah masuk dengan kepala tertunduk. Perasaan bersalah, malu dan juga takut memenuhi hatiku saat ini. Aku tidak berani menatap wajah Pak Darman yang selama ini sering membela dan membantu menguatkanku jika para senior mulai nyinyir dengan kebijakan yang kuambil.

"Apa ini Nirmala?" Pak Darman bertanya dengan suara datar. Dia tidak membentakku atau meneriakiku tidak becus bekerja seperti yang Pak Haris lakukan, tapi hal ini justru membuatku merasa sangat amat bersalah padanya. Seolah apa yang terjadi saat ini mengamini keraguan semua pihak padaku.

Dengan suara bergetar dan kepala masih tertunduk, aku menceritakan semuanya. Ini semua berawal dari diputusnya kontrak seorang karyawan divisi maintanance bernama Anto yang melakukan penggelapan dana perbaikan toko bulan lalu. Anto yang bersalah awalnya akan dilaporkan ke pihak kepolisian karena ternyata itu bukan pertama kalinya dia melakukan kecurangan.

Namun karena kasihan, aku akhirnya memilih jalan untuk tidak melaporkannya ke polisi dengan perjanjian dia mengundurkan diri dan mengembalikan semua yang dicuri. Karena tidak memiliki cukup uang untuk mengganti, terpaksa gaji terakhir milik Anto diberikan secara tunai kepada atasan langsungnya untuk dipakai melunasi hutang dan sisanya bisa diberikan kepada Anto.

Seharusnya semua permasalahan selesai di sana. Seharusnya.

Yang tidak aku tahu adalah, Pak Deri, pimpinan divisi maintanance ternyata belum memberikan kabar apa pun pada Anto perihal sisa gajinya karena sedang berada di luar kota dan kesulitan mendapat sinyal telepon. Anto yang tidak sabar dan merasa dipermainkan akhirnya menghubungi salah satu staf HRD bernama Desi dan marah-marah. Desi yang salah mengira jika Anto adalah karyawan toko Daymart yang dibawahi Jayadi, tanpa melakukan konfirmasi pada yang lain memberitahu jika gajinya dititipkan pada si supervisor malang itu. Dan akhir cerita Jayadi berada di rumah sakit sekarang.

"Saya tahu kamu nggak tega untuk melaporkan dia ke polisi, tapi seperti yang pernah saya bilang sebelumnya, saya nggak mentolerir kecurangan," kata Pak Darman tegas. "Walaupun mungkin nominalnya nggak seberapa, tapi integritasnya sudah nggak ada. Dan lama-lama akan jadi kebiasaan."

"Maaf, Pak."

Pak Darman terdengar menghela napas berat sementara aku menunduk semakin dalam. "Saya nggak mau hal seperti ini terulang lagi. Kita nggak bisa main-main sama nyawa orang." Aku hanya mengangguk dengan kepala masih menunduk. Tidak berani beradu tatap dengan atasanku yang sudah sangat baik selama ini. "Dan seingat saya baru minggu lalu kamu kasih saya SP 2 atas nama Desi untuk saya tanda tangani, kan?"

Wedding ProposalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang