Lima Belas

3.7K 512 20
                                    

Cerita ini rencananya nggak akan aku buat terlalu panjang di wattpad.

Mungkin cuma sekitar 20 chapter aja... tapi entahlah kita liat nanti.

Yuk, Mari di vote :")

****

Kantor Daymart cabang Palembang dibagi menjadi dua area besar yang dibatasi lorong, untuk menuju lobi depan dan belakang, di tengah-tengahnya. Divisi Operasional, HRD, GA dan ruangan kepala cabang dan wakilnya berada di sisi kiri. Sedangkan divisi lain menempati area di sisi kanan yang lebih luas. Tidak ada sekat yang membatasi setiap divisi, membuat apa yang terjadi di setiap area dapat terlihat. Begitu juga apa yang terjadi di divisi marketing yang menempati area sudut.

Aku yang sejak tadi sedang berdiskusi dengan Pak Rizal, manajer tim finance, tentang data lemburan stafnya bulan lalu, tidak dapat memalingkan wajahku dari seseorang yang tampak sangat bersemangat di ujung sana. Dia, Harsa, tersenyum dan sesekali tertawa di tengah-tengah rapat internal tim marketing yang tampak santai karena para staf hanya duduk di kursi kerja mereka mendengarkan mantan kekasihku itu berbicara.

Harsa yang berdiri sambil bersandar pada meja kerjanya terlihat menjelaskan sesuatu dan memperagakannya dengan kedua tangan, sangat atraktif dan lucu membuatku tanpa sadar menarik sudut bibir.

Sejak perpisahan dengan penuh tangisan dua hari yang lalu, Harsa tidak lagi menghubungiku. Di kantor pun dia lebih banyak menghabiskan waktu dengan para stafnya, mengajari mereka mengerjakan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Padahal aku juga ingin menghabiskan waktu bersama Harsa sebagai teman sebelum dia benar-benar pergi.

"Harsa kok mutasinya dadakan banget, La?" tanya Pak Rizal yang tengah menandatangani berkas lemburan dua puluh orang stafnya. Pria berusia pertengahan tiga puluh itu mengetukkan pulpen yang dipakainya ke atas meja hingga menimbulkan bunyi yang membuatku tersentak.

"Ngagetin aja, sih, Pak," gerutuku sambil mengusap-usap dada karena kaget. Pak Rizal hanya tertawa pelan sambil menggeser setumpuk berkas lemburan yang sudah selesai ditandatanganinya ke arahku.

"Makanya jangan melamun," ledeknya. "Terus kalian gimana jadinya kalo Harsa pindah? Beneran itu katanya putus?" Aku mendesah malas. Ternyata masalah gosip bukan hanya para staf yang suka membicarakannya, atasan mereka juga.

"Yap." Aku menjawab sambil menganggukkan kepala. "Tapi bukan karena saya selingkuh kayak yang digosipin staf Bapak loh, ya. Awas aja Bapak ikut-ikutan nuduh begitu," sungutku. Pak Rizal hanya terkekeh.

"Nggaklah, saya kenal kamu dan Harsa," jawab Pak Rizal membuatku menghela napas lega. Baguslah jika dia tidak ikut menuduhku yang macam-macam. "Terus kenapa itu Harsa mutasi mendadak begini?" tanyanya masih penasaran.

Aku mengedik pelan. "Urusan keluarga," jawabku. "Ada yang harus dia urus di Bandung, untungnya Pak Darman mau ngasih, jadi bisa pindah cepet."

"Kamu nggak mau LDR, ya, makanya minta putus?"

"Issh, Bapak sok tau," jawabku sewot sementara bapak dua anak itu kembali terpingkal. "Saya sama Harsa putus, itu bener. Tapi kita putusnya juga baik-baik kok, atas kesepakatan bersama. Jadi nggak ada tuh kayak yang di gosipin," kataku seraya merapikan tumpukan berkas lemburan dan merengkuhnya dengan kedua tangan. "Bilangin sama anak-anak Bapak," mataku melirik ke meja para staf finance yang sering menggosipi hubunganku dan Harsa, "berhenti buat gosipin saya. Saya bukan artis!"

Aku melanjutkan langkah kembali ke area kerjaku diiringi tatapan penasaran para staf finance dan tawa geli Pak Rizal. Dasar, staf dan manajer sama gendengnya.

****

Pukul tiga sore, aku melihat ruangan Pak Darman yang berseberangan dengan meja kerjaku tampak terang. Lampu dan pendingin ruangan dinyalakan. Tak lama kemudian Pak Jupri, OB paling senior di kantor ini keluar dari ruangan Pak Darman sambil memegang kemoceng dan lap di tangannya. Aku melambaikan tangan memanggil Pak Jupri mendekat ke meja kerjaku.

Wedding ProposalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang