SELEBGRAM | 12

1.2K 216 34
                                    

"Bangsat, bedebah, sialan, bajingan, anjing, fuck, shit, bitch!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bangsat, bedebah, sialan, bajingan, anjing, fuck, shit, bitch!"

Devan antara kaget dan tidak kaget. Kaget karena Jea bisa mengumpat sefasih itu. Tidak hanya menggunakan bahasa Indonesia, tapi juga dengan bahasa Inggris. Tidak kaget karena umpatan itu keluar dari mulut Jea.

Saat ini Devan sedang menemani Jea di taman dekat parkiran. Dia sengaja membawa gadis itu menjauh dari cafetaria agar tidak mengamuk lagi. Tapi yang ia dapatkan hanya penyesalan karena Jea terus menggerutu sejak tadi.

"Lo ngapain sih pake narik gue segala? Gue harus kasih pelajaran sama jalang-jalang gatau diri itu." Devan segera mencekal tangan Jea yang sudah beranjak untuk kembali ke cafetaria dan melabrak para gadis tadi.

"Jangan balik! Lo marah-marah disini aja."

Jea berdecak sambil kembali duduk disamping Devan. "Lagian ya, emang apa urusannya sih kalo gue deketin lo? Ribet amat? Kayak ga punya kerjaan aja ngurusin hidup gue, kenal aja engga. Gue tuh cantik, bukan sok cantik. Seenaknya aja itu congor. Bang Theo juga kakak kandung gue, terserah gue dong mau berangkat sama dia. Tapi gue paling kesel waktu mereka bilang gue cewe murahan. Bajingan, gue ga semurahan yang mereka kira, bangsat. Emang gue murahan banget ya?"

Devan segera menggeleng, "Engga."

Jujur, Devan punya standar cewe murahannya sendiri, dan menurutnya Jea tidak semurahan itu. Bagi Devan, perempuan murahan adalah perempuan yang rela memberikan tubuhnya demi sosok pria brengsek. Kalau Jea, gadis itu hanya terobsesi padanya. Bukan menyukainya, tapi kagum yang berlebihan.

"Tuh kan. Lo sendiri aja ga keberatan gue deketin kayak gitu. Kenapa mereka ribet amat?"

Mon maap, ga keberatan gimananya? Sejak kapan Devan bilang dengan wajah cerianya kalau Jea bisa menempelinya setiap saat? Kapan Devan tidak mengusir Jea agar pergi dari sekitarnya? Kapan juga Devan bilang tidak keberatan? Bukankah dari semua penolakan Devan sudah menandakan kalau dia keberatan?

"Udah selesai marah-marahnya?" tanya Devan setelah Jea diam sesaat. Gadis itu sudah tak lagi mengeluarkan segala unek-uneknya sambil mengumpat dengan lancar.

Jea tidak menjawab, hanya menatap Devan dengan wajah kesal.

Entah setan mana dan rupa apa yang membuat tangan Devan mengelus pucuk rambut Jea dengan lembut lalu membawa gadis itu ke pelukannya untuk sekedar menenangkannya setelah puas marah-marah. Sedangkan Jea sedikit terkejut dengan perlakuan Devan dengan pipi memerah.

"Gapapa, mereka punya hak untuk berkomentar kok."

"Ya tapi ga usah komentar yang buruk tentang gue dong."

"Anggap aja mereka ga ngomongin lo."

"Ga bisa, kenyataannya mereka ngomongin gue. Lo kenapa jadi belain mereka sih?"

Devan mengeratkan pelukannya pada Jea karena gadis itu mulai marah-marah lagi.

"Katanya disini ada dede bayi. Kalo gitu, bundanya ga boleh marah-marah dong. Nanti dede bayinya stres." kata Devan lembut sambil sedikit mengelus perut datar Jea.

SELEBGRAM✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang