SELEBGRAM | 05

1.3K 219 15
                                    

"Aww, pak, pelan-pelan!" ringis Jea ketika kakinya diurut oleh pak kades yang alih profesi menjadi tukang urut dadakan, khusus untuk Jea

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aww, pak, pelan-pelan!" ringis Jea ketika kakinya diurut oleh pak kades yang alih profesi menjadi tukang urut dadakan, khusus untuk Jea. Beliau turun pangkat.

Semua ini bermula karena sebuah sinyal yang membuat Jea harus berjalan sambil memperhatikan sinyal ponselnya, tapi memang itu tujuannya. Karena tidak memperhatikan jalannya, akhirnya Jea terpeleset genangan lumpur yang licin dan membuatnya jatuh sampai kakinya terkilir. Masih ingat sepatu yang dipakai Jea model bagaimana? Itu juga salah satu penyebab kenapa Jea bisa terkilir sedikit lebih parah.

Gadis itu merintih kesakitan ketika diurut. Berkali-kali ia memekik sambil meremas lengan Devan yang hanya pasrah. Pasrah karena harus jadi pelampiasan Jea, juga pasrah karena Theo akan mengomelinya karena tidak menjaga Jea dengan baik-atau mungkin tidak.

Terkesan lebay sih, tapi coba rasakan sendiri. Pergelangan kaki Jea bahkan sedikit membengkak.

"Selesai. Sekarang nak Jea berdiri, terus coba jalan!" kata pak kades yang akhirnya selesai mengurut kaki Jea.

Jea mengangguk, "Bantuin!" suruhnya pada Devan.

"Ah elah, nyusahin lo." gumam Devan. Tapi dia tetap membantu Jea untuk berdiri.

Jea mengalungkan tangan kanannya pada leher Devan membuat lelaki itu terpaksa sedikit menunduk. Gadis itu mulai berdiri. Awalnya dia baik-baik saja, tapi sedikit nyeri karena belum benar-benar sembuh. Jea berusaha melangkahkan kakinya, walau sedikit sakit tapi setidaknya lebih mendingan daripada sebelum diurut oleh pak kades.

"Bagaimana? Masih sakit?" tanya Sejia yang sejak tadi menemani Jea disana.

"Agak sakit dikit."

"Nak Jea mending istirahat ke kamar aja. Nak Devan, tolong bantuin nak Jea ya. Jia, bantuin bapak di belakang sebentar!"

Dua pemudi itu mengangguk mengiyakan, tapi tidak dengan satu pemuda yang sepertinya tidak mau melakukan permintaan pak kades. Membantu Jea berjalan ke kamar? Devan sebenarnya tidak mau. Bahkan sampai saat ini dia berpikir kalau Jea hanya berpura-pura agar mendapat perhatian orang lain, termasuk dirinya.

Walau begitu, Devan tetap melakukan perintah pak kades.

"Ayo, jalan!" ajak Jea karena Devan hanya diam saja sejak tadi.

"Bentar. Tangan lo bisa turun ke pinggang gue aja ga sih? Pegel gue nunduk mulu."

Jea cengengesan, lalu tangan kanannya yang sejak tadi merangkul leher Devan kini beralih ke pinggang lelaki itu. Secara otomatis, tubuh mereka benar-benar dekat. Jea menoleh, bertepatan dengan Devan yang juga menoleh. Wajah mereka begitu dekat, tatapan mereka mulai terkunci satu sama lain.

Ah sial, Jea rasa wajahnya memerah tiba-tiba.

"Lo suka sama gue, ya?" tanya Devan ketika menyadari wajah Jea berubah menjadi merah.

SELEBGRAM✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang