SELEBGRAM | 03

1.7K 256 12
                                    

Jea menyesal telah menyuruh Devan mengantarnya pulang semalam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jea menyesal telah menyuruh Devan mengantarnya pulang semalam. Jea tidak tahu kalau lelaki itu ternyata akrab dengan kakaknya. Sialnya, Devan menceritakan semua kejadian diantara mereka dan membuat Theo akhirnya memaksa Jea untuk ikut dengannya.

Fakk. Padahal Jea berniat kabur kerumah Joy besok pagi.

Disinilah Jea sekarang, dirumah pak Usuk yang merupakan kepala desa tempat Devan melakukan observasi. Desa apa tadi namanya? Desa Subur Makmur? Ah sudahlah, Jea lupa.

Sejak tadi ia diam. Iya, diam-diam memperhatikan Devan yang sejak tadi berbicara serius dengan pak kepala desa tentang maksud dan tujuan mereka berada disini. Jea akui lelaki itu kelewat tampan kalau dilihat dari samping dengan wajah serius begini, apalagi lengan kemejanya dinaikkan hingga siku. Belum lagi aura nya yang mirip ketua BEM waktu memimpin rapat, kakaknya saja kalah aura. Pesonanya itu membuat Jea ingin segera mengajaknya berumahtangga.

Oh tidak, Jea salah fokus. Dia memperhatikan orangnya, tapi tidak dengan pembicaraannya. Sejak tadi dia tidak tahu apa yang mereka bicarakan.

Jangan salahkan Jea yang salah fokus begini. Siapapun yang berada di posisi Jea, pasti akan merasakan yang dirasakan Jea juga. Tidak percaya? Ayo tukeran! Tapi Jea tidak mau.

Mata Jea sedikit membola ketika melihat Devan tiba-tiba berdiri. Dengan segera, ia ikut berdiri dan pamit kepada pak kepala desa lalu pergi menyusul Devan.

Ketika Jea sampai diluar, yang ia lihat pertama kali adalah Devan yang tengah menurunkan koper Jea dari bagasi mobilnya. Jea itu perempuan masa kini, dia harus membawa banyak barang walau hanya pergi selama 3 hari. Jadi wajar kalau dia membawa koper.

"Tunggu tunggu! Malam ini kita tidur dimana?" cegah Jea ketika Devan hampir melangkah lagi untuk meninggalkannya.

"Disini."

"Ha?"

Bisa Jennie lihat kalau Devan mengangkat sebelah alisnya. "Kok ha? Emang lo ga denger yang dibilang pak kades tadi?" tanyanya.

Jea menggeleng dengan polos sambil menunjukkan senyun manisnya, "Emang pak kades tadi bilang apa?" tanyanya sambil mengerjap imut.

"Lo ngapain aja emang? Bukannya lo daritadi diem? Kenapa bisa ga dengerin kata-kata pak kades?"

Jea mendelik kesal, "Udah jawab aja ngapa sih?" ketusnya. Mana mungkin dia bilang kalau sejak tadi sibuk memperhatikan Devan.

Devan menghela nafasnya, belum apa-apa sudah dibikin pusing oleh gadis ini. "Kita cuma berdua kesini. Pak kades ga bisa biarin satu cewe sama satu cowo tinggal di satu rumah, takutnya ada warga yang ga suka terus protes ke pak kades. Kebetulan anak pertama pak kades baru berangkat merantau, jadi gue tidur di kamarnya. Lo tidur sama anak pak kades yang perempuan."

Lebih baik Devan mengalah dan menjelaskannya daripada harus bertengkar disini.

"What? Gue tidur sama orang asing? Gue ga bisa tidur sama orang asing."

SELEBGRAM✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang