Kekanakan

97 24 10
                                    

"Lu yakin ini rumahnya?" Fariz mencoba melihat dari pagar berukuran sedang yang membatasi.

"Iya benar, kok. Gue dapat alamatnya dari dosen lain." Adit lalu mengucapkan salam cukup lantang agar terdengar.

Setelah ketiga kalinya Adit mengucapkan salam. Akhirnya seseorang itu pun keluar.

"Wa'alaikumusallam. Wah, Adit !" Profesor Sahrom langsung berjalan mendekati gerbang dengan senyum lebar. Kemudian ia membuka slot gerbang, lalu menggesernya.

"Apa kabar, Prof? Perkenalkan ini dua teman saya. Fariz dan Praja." Adit tersenyum sembari menunjuk Fariz dan Praja bergantian dengan sopan.

"Ah, iya. Saya masih ingat kalian. Selamat datang, maaf rumah saya berantakan, nih." Profesor Sahrom lalu terkekeh sambil mempersilakan mereka bertiga masuk.

"Ah, Prof. Berantakan apanya, kamar saya yang berantakan," sahut Praja lalu tertawa renyah.

Adit dan Fariz yang mendengar pernyataan Praja itu ikut tertawa.

"Silakan duduk, tunggu sebentar ya saya mau ke belakang. Kalian mau minum apa?" Tanya Profesor Sahrom setelah mempersilakan Adit, Fariz dan Praja duduk.

"Gak usah repot-repot, Prof. Air putih juga cukup," ujar Adit sungkan.

"Ah, bohong. Kalian ke sini pasti cape, kepanasan. Tunggu di sini, ya," Profesor Sahrom pun bergegas masuk ke dalam rumahnya lagi.

Adit melayangkan pandangan ke seluruh sudut rumah Profesor Sahrom, ia menyimpulkan bahwa rumah ini terbilang sederhana. Hanya saja luas, begitu mereka masuk dari depan. Pemandangan taman yang rimbun menyambut mereka. Nampaknya keluarga Profesor Sahrom senang bercocok tanam.

Dan sesampainya mereka di dalam, Adit sama sekali tidak melihat televisi. Yang ada hanya rak-rak buku yang mendominasi di sebelah kanan maupun kiri. Adit melihat Fariz yang menatap jajaran buku yang rapi itu dengan binaran mata bersinar-sinar. Sedangkan Praja terlihat terdiam dan melongo.

Jelas-jelas rumah ini adalah rumah idaman Fariz dan Adit. Karena banyak buku yang berjajar. Ah, bagai surga dunia.

"Bagaimana kabar kalian?" Tanya Profesor Sahrom sambil menaruh tiga cangkir sirop di atas meja. Ia tersenyum lebar ke arah Adit, Fariz, dan Praja dengan ramah.

"Alhamdulillah baik, Prof," jawab Adit, Fariz dan Praja bersamaan. Mereka hanya tersenyum canggung sambil sesekali terkekeh kecil.

"Harusnya kita yang tanya lebih dulu. Prof sendiri bagaimana kabarnya? Kegiatan Prof apa saja selama ini?" Ujar Adit memulai kembali pembicaraan.

"Alhamdulillah kabar saya baik. Kegiatan saya ya begini saja di biro konsultasi. Menangani pasien bersama istri tercinta," jawab Profesor Sahrom diiringi senyum jahil.

Namun, baik Adit, Fariz maupun Praja masih terus menatap kedua mata Profesor Sahrom lekat-lekat. Mereka tak percaya dengan senyum merekah yang Profesor tampilkan pada mereka. Bagaimana mungkin baik-baik saja? Mereka bertiga bahkan sudah tahu seberapa berat dan rumitnya masalah yang harus Profesor Sahrom selesaikan. Mereka bertiga justru saat ini malah semakin khawatir, sebab melihat Profesor Sahrom yang berusaha keras untuk tetap terlihat baik-baik saja. 

"Ah, iya. Saya di skors selama tiga bulan, dan dipotong gaji selama tiga bulan. Itu, kan, yang mau kalian pastikan?"

Adit, Fariz dan Praja menunduk, Adit menggaruk tengkuknya, Fariz menggaruk belakang lehernya dan Praja mengusap kepala belakangnya pelan. Mereka bingung harus berkata apalagi setelah mendengar pengakuan Profesor Sahrom yang jujur dan apa adanya itu.

"Maafkan kami, Prof," ucap Adit dengan kedua mata menatap mantap ke arah Profesor Sahrom. Ia berharap Profesor Sahrom bisa menangkap dukungan lewat manik mata Adit.

K I T A : Trio Kucrut | TELAH TERBIT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang