Kembali Lagi

95 32 4
                                    

"Ketika gue cerita apa yang gue rasa. Orang-orang satu-persatu pergi. Seolah gue itu penyakit menular. Gue gak tahan! Salah gitu kalau manusia lelah dan punya kurang?" Natasya berteriak tepat di bawah pohon dimana ia dulu bercerita bersama Adit.

"Gak salah, kok. Manusia wajar kalau lelah. Punya kekurangan juga udah takdirnya begitu. Terus, apa yang perlu ditakutin?" Jawab suara itu dari belakang.

"Nih, buat lu!" Adit memberikan dua bungkus yuppi gula dan sebotol air mineral dingin.

Natasya hanya terdiam melihat pemberian Adit. Ia lalu tersenyum sinis sambil menghempaskan tangannya ogah. Adit mengerti, ia kembali memasukkan yuppi itu ke dalam kantung jacket.

Begitu Natasya ingin pergi dari tempat itu tiba-tiba ada bola voli yang terlempar dan mengarah padanya. Adit buru-buru berlari menghadang.

DUG

Bola voli dengan pukulan kencang itu mengenai punggung Adit. Hingga membuat ia sempat hampir terhuyung jatuh. Natasya yang melihat kejadian itu terdiam sambil mendongak melihat wajah Adit dengan kedua pipi yang mulai merona.

"Gak apa-apa, kok." Ucap Adit sambil tersenyum simpul.

Natasya menatap wajah Adit kesal. Ia lalu menginjak kaki Adit cukup kencang hingga membuat ia menjerit kesakitan.

"Salah gue apa? Kenapa lu nginjek kaki gue?"

"Salah lu adalah, lu terlalu manis dan baik. Itu salah lu!"

"Lho? Seorang lelaki memang sepatutnya menjaga seorang wanita, kan? Ini normal. Memangnya selama ini yang ada di pikiran lu apa? Semua lelaki sama aja begitu?"

Natasya terdiam dan membuang mukanya.

"Natasya, lu perlu tahu ini. Pemikiran kita itu bisa jadi racun buat kita sendiri kalau kita gak punya kontrol yang baik. Barusan lu memakai pemikiran generalisasi. Lu menyamaratakan semua lelaki itu brengsek dan mesum. Gak semua lelaki seperti itu. Gue di sini, ada saat ini untuk membuktikan bahwa gagasan itu benar. Soal semua lelaki itu gak sama."

Natasya tercengang mendengar penjelasan Adit. Adit lalu menepuk-nepuk punggung nya yang kotor karen terkena bola.

"Gimana keadaan lu sekarang? Udah coba cerita?"

Natasya menggelengkan kepalanya. Adit mengerti.

"Putri kemana?"

"Dia gak masuk hari ini karena sakit. Jadi, gue tertekan di sini."

Adit tersenyum melihat ekspresi cemas Natasya.

"Kalau lu butuh teman, lu bisa main ke fakultas gue, atau Fariz atau Praja. Gak perlu sungkan."

Natasya menatap kedua mata Adit dengan sinis, "cih, di zaman sekarang masih adakah lelaki yang baik dan tulus? Bukannya mereka hanya melihat fisik semata, gaya dan gengsi kalau berteman."

Adit tertawa renyah mendengarnya, "iya, memang sebagian lelaki ada yang seperti itu. Tapi, tidak semuanya Natasya. Kalau lu masih terjebak dalam pemikiran ini, lu akan sulit mensyukuri dan menikmati hidup. Cobalah untuk berpikiran lebih sehat."

Natasya berjalan menuju bangku kayu panjang di bawah pohon dan duduk di sana.

"Iya, gue tahu. Tapi, pemikiran macam ini datang tiba-tiba secara otomatis. Dan seringnya gue gak sadar berpikiran seperti itu. Gue harus gimana?"

"Gue udah pernah bilang, kan? Belajar meminta bantuan. Oh, iya, lu mau ketemu Profesor Sahrom? Beliau salah satu dosen psikologi di sini. Gue rencananya besok mau bertemu beliau. Kalau lu mau, kita ke sana. Lu bebas mau cerita apapun dengan beliau. Ah, gimana? Lu udah coba cerita ke mama lu soal ini?"

K I T A : Trio Kucrut | TELAH TERBIT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang