Bagaimana Jika Aku Yang Pergi

3K 277 171
                                    

⚠️ Contains suicide scene, read wisely please⚠️

"Bapak sudah bilang batalin perceraian kamu sama Nanda, tapi kenapa kamu masih keras kepala Willa? Kamu ga hormatin pendapat bapak ternyata, selalu aja bertindak semau kamu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bapak sudah bilang batalin perceraian kamu sama Nanda, tapi kenapa kamu masih keras kepala Willa? Kamu ga hormatin pendapat bapak ternyata, selalu aja bertindak semau kamu. Ga dulu, sekarang pun gitu juga!"

Willa terhenyak di tempat duduknya ketika bapak bersuara begitu nyaring di sela perdebatan mereka. Willa tidak terganggu akan bentakan itu tapi apa yang bapak katakan. Kenapa beliau tidak sedikit saja memahami apa yang Willa rasakan saat ini tentang pernikahannya.

Alih-alih mendebat bapak kembali Willa lebih memilih diam dan merasakan nyeri yang semakin hebat di dalam sana. Ibu yang melihat mereka berdua pun hanya bisa diam, apa yang bisa ia lakukan jika ibu juga merasa keputusan Willa dan Nanda ini salah.

"Waktu kamu sama Juan pisah bapak setuju Will, alasannya kuat tapi ini Nanda, Willa. Dia sakit dan harusnya kamu yang disana nemenin dia."

"Pak bukannya Willa ga mau nemenin tapi apa bapak tau Nanda itu udah selingkuh dari Willa."

"Sekarang kenapa Nanda bisa selingkuh? Waktu dia sakit harusnya kamu terus stay sama dia bukannya sibuk ngurus kerjaan Willa. Dia sering ke Jepang terapi sendiri, kamu ga pernah ikut kan? Lebih peduli soal kerjaan kamu. Bapak ngelarang kamu cerai karena bapak ga mau kamu terluka lagi seperti pernikahan kamu pertama Willa. Terus apa kamu ga sadar udah nyakitin Arfa, kamu egois terlalu mikirin diri kamu sendiri!"

Willa pun menyerah mendebat bapak, semua yang bapak katakan terasa begitu membekas padanya. Mungkin benar Willa terlalu egois, ia terlalu melupakan hal penting lainnya. Hanya sibuk memikirkan lukanya sendiri. Willa pun berlalu dari sana tanpa pamit, ia mengabaikan panggilan bapak dan bentakannya.

Ada rasa luka yang semakin menganga besar di sana, ada harga diri dan kepercayaan yang terluka. Ketika Willa anggap keluarganya akan mendukungnya namun kini mereka menyayangkan keputusannya. Willa sudah tak sanggup lagi bertahan, ia selama ini berpura-pura kuat hanya agar ia tak gila.

Tetap menjadi waras itu pilihan terbaik untuk menjadi seorang ibu bagi Arfa. Namun Willa lupa jika batinnya tak lagi sanggup berpura-pura kuat seperti ini.

Willa pun dengan bergegas pergi dari sana, ketika ibu menahan ya Willa hanya menatap dengan memohon untuk memberinya waktu. Ada hal salah yang bergejolak dalam batinnya. Ia terpuruk.

Tujuan Willa menuju ke kediaman kak Hannah, Willa memang mempunyai janji hari ini untuk mengantar perlengkapan Arfa. Entah semenjak dari kepulangan mereka dari rumah sakit waktu itu Arfa meminta untuk menginap di rumah kak Hannah. Dirumah itu layaknya oase bagi Arfa, rasa sayang kak Hannah sudah layaknya seperti ibu sendiri baginya. Apalagi dengan kehadiran bayi mungil itu Arfa semakin menyukainya.

Willa tidak pernah melarang Arfa untuk menginap disana begitu juga keluarganya. Kak Hannah pun sangat menerima Arfa bersamanya, karena ikatan mereka berdua sudah terjalin sadari Arfa di dalam rahimnya. Mungkin memang ada baiknya Arfa berada disana, ketika kondisi psikis Willa sedang tidak baik setelah perpisahan ini.

UNFINISHEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang