Nanda terlihat merenung sendiri di ujung kursi taman itu. Setelah selesai dengan segala urusan pekerjaan Nanda lebih memilih untuk pergi sendiri. Tanpa Riko tentunya, ia membiarkan asistennya sibuk berbelanja seperti orang kalap. Nanda terlalu lelah untuk menjelajah Tokyo hari ini.
Entah berapa lama ia berada di Jepang, namun kenyataannya Nanda sangat jarang menjelajah ke semua tempat di negara ini. Ia lebih senang menyibukan dirinya dengan satu tempat saja. Tinggal di Chiba dulunya sangat menyenangkan, tidak terlalu bising untuknya.
Kenangan tentang Willa tiba-tiba melesat lagi di pikirannya, wanita yang ia temui beberapa tahun yang lalu. Seorang sahabat dan sekarang menjadi istrinya. Ia rindu ekspresi Willa pertama kali saat melihatnya, ekspresi gugup dan juga rindu.
Terkadang Nanda begitu merindukan suasana Jepang, lebih rindu dari kampung halamannya. Namun demi Willa, Nanda memilih untuk tinggal di Indonesia. Ada baiknya ia berada di sana, karena melihat Willa bahagia adalah tujuannya.
Namun ada satu hal yang mengusik pikirannya, yaitu Juan. Pria itu masih menyimpan hasrat yang besar tentang Willa, namun ia tidak mempunyai kesempatan lagi. Tapi bukan berarti Willa dan Juan tidak bisa bersama nantinya.
Nanda bahkan tidak akan bisa selamanya bersama Willa, penyakit di tubuh yang kian menunjukan jati dirinya. Nanda akui, takdir Tuhan tidak ada yang mengetahui. Namun Nanda akan berusaha sebisa mungkin menutupinya dari Willa. Ia selalu ingat apa yang Juan katakan, Nanda itu beban bagi Willa. Ia memberikan luka baru untuk Willa, ketika ia pergi nantinya maka Willa akan sangat terpuruk.
Semilir angin musim panas yang membawa kenangan Nanda pergi, yang harus ia lakukan hanya satu. Nanda harus terus tetap melihat ke depan, satu keinginannya jika memang ia harus membuat Willa merasa sedih. Ia akan memulainya dari sekarang, agar Willa bisa melupakannya secepat mungkin dan terbiasa.
Ia pun beranjak pergi untuk kembali ke rumah sakit, terapi harus tetap dijalani walaupun ia telah bosan. Tidak ada alasan untuk menolaknya. Di lobi rumah sakit terlihat Hanum dengan wajah cemas menunggunya. Ia tahu sebentar lagi pasti wanita itu akan merepet dengan omelan.
"Duh.. lo kemana sih Nan, gila ya. Gue udah nungguin lo dua jam tau, lo kira gue ga sibuk apa? Gue dokter spesialis Nan, pasien gue juga banyak."
Tebakan Nanda benar omelan Hanum langsung terdengar ketika ia menghampirinya. Nada bicara Hanum pun berbeda, ia tak lagi menggunakan aku-kamu. Nanda tebak sifat Hanum yang asli telah kembali.
"Ini kan udah datang Han, kan namanya pengusaha ya sibuk dong." Ujar Nanda sambil berjalan bersisian bersama Hanum.
Hanum pun berhenti sejenak lalu menempelkan punggung tangannya untuk meraba kening Nanda. Ia pun mendekatkan wajah untuk melihat kedua mata Nanda lebih dekat.
"Lo ngapain sih Han? Ga demam kok"
"Tetap aja gue ga percaya kalo ga langsung ngecek gini Nan, kayaknya lo gila-gilaan ya kerjanya? Willa apa ga marahin lo sih?"
Nanda hanya menghela nafas, terlihat ia sedang gelisah. Hanum pun ingin menebak apa yang terjadi dengan mantan kekasihnya ini. Bukankah kehidupan pernikahan mereka bahagia?
"Lo galau ya Nan? Kenapa, kangen Willa?" Tanya Hanum sambil menekan tombol lift menuju ruangannya.
Nanda terkekeh geli mendengar ucapan Hanum. "Masa kangen, kan gue baru tiga hari di sini."
"Terus kenapa gelisah gitu? Ga mungkin kan salting ketemu gue."
"Ya ga lah Han, ketemu lo mah bawaannya di marahin mulu. Ga bakal salting apa lagi kangen."
"Sialan lo!" Hanum pun memberikan pukulan keras di pundak Nanda, namun sayangnya malah meleset dan hampir membuat Hanum jatuh. Jika Nanda tidak sigap menangkap tubuhnya mungkin Hanum akan tersungkur mencium lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNFINISHED
Roman d'amour❝Series Terakhir❞ [ BOOK 3 ] (SELESAI) Sekuel from Shocking Pregnancy and The Find Love. ⚠️ TW // contains suicide scene and cheating ⚠️ ❝ Siapa bilang ketika telah menikah semuanya akan berakhir? Terkadang ada hati yang masih belum tuntas merelaka...