Sebuah Permintaan Tersulit

3.7K 195 24
                                    

Hujan rintik-rintik malam ini membuat udara semakin dingin. Namun Willa dengan gelisahnya masih terjaga di ruang tengah sesekali melihat jalanan yang sepi dan basah. Ia menunggu Nanda pulang, entah kenapa akhir-akhir ini Nanda lebih sering pulang telat.

Jika itu lembur maka Willa jelas akan memaafkan, namun pria itu tidak pernah berada di kantor sadari jam lima sore. Itulah yang Riko katakan, lalu kemana Nanda perginya.

Willa tidak ingin menduga-duga hal yang aneh, merangkai firasat buruk hanya membuatnya frustasi. Namun perasaannya begitu kuat jika Nanda berada di tempat Hanum.

Berkali-kali Willa mencoba menghubungi pria itu namun nihil, masih saja tanpa jawaban apapun. Air mata Willa hampir jatuh karena cemas dan saat itu pula ia mendengar suara mobil memasuki garasi.

Tanpa berpikir panjang lagi Willa langsung menghampirnya, dan benar itu mobil Nanda. Pria itu turun dari mobilnya dan menatap Willa terkejut, ia tidak menyangka Willa berdiri di hadapannya.

"Malam banget pulangnya Mas?" Tanya Willa sambil mengambil tangan Nanda untuk ia cium. Namun Nanda hanya diam dan melenggang masuk tanpa menoleh kembali.

Willa hanya terdiam menatapnya, ia terus mengikuti Nanda masuk. Menunggu pria itu mengganti bajunya, saat ia akan melepaskan dasinya Nanda agak kesusahan. Willa pun beenajak dari duduknya lalu mencoba membantunya.

"Udah ga usah, aku bisa." Ujar Nanda menepis pelan tangan Willa.

"Diam, sebentar aja." Willa tetap kukuh ingin melepasnya. Lalu tidak sampai lima detik, semuanya selesai.

Nanda hanya memandangi wajah istrinya tanpa bicara, mata mereka pun saling bertemu. Namun mata Willa berembun dan itu membuat nyeri seketika di hati Nanda.

"Willa.. " Suara lirih dan serak itu memanggilnya.

Willa hanya diam berdiri mematung dan menunduk, air matanya akan tumpah dengan deras sebentar lagi. Tangan Nanda menyelusup lembut di antara jari jemarinya. Lalu tangan kirinya menarik pelan dagu Willa untuk menatap wajah Nanda.

"Kamu nangis? Maaf aku pulangnya telat lagi."

"Bukan itu, Mas Nanda kok kayak marah sama aku."

"Aku cuman capek sayang bukan marah, maaf ya."

Willa menarik nafas panjang, ia tahu pria ini berbohong padanya. Willa pun memeluknya erat, apapun yang terjadi belakangan ini semakin membuat mereka menjauh.

Nanda hanya diam namun ia mengelus lembut punggung Willa, sejujurnya Nanda pun merasa bersalah. Harusnya ia tidak bersikap dingin pada Willa, namun jika teringat bagaimana tentang Willa dan Juan. Maka ia akan merasa sangat marah sekaligus juga kecewa.

"Mas Nanda ga boleh diem-diem aja kalau aku buat salah. Diam ga akan bikin masalah kita bedua selesai mas." Ucap Willa.

Nanda pun melonggarkan pelukannya lalu kembali menatap Willa dengan mata kecewanya. "Ada hal yang ga bisa aku bagi ke kamu. Itu bukan salah kamu kok Will, tapi aku yang sebagai suami sampai detik ini masih sering nyusahin kamu sama sakit aku."

Willa tersentak mendengar semua yang Nanda ucapkan, ia bahkan tidak pernah merasa terbebani. Apalagi Nanda sering melakukanya sendirian kecuali saat ia benar-benar dalam kondisi drop.

"Mas aku baik-baik aja, dari awal aku sanggup ngurus kamu. Terus apa yang ga bisa kamu bagi sama aku? Apa tentang Hanum?"

"Kok bawa-bawa Hanum?" Tanya Nanda mengernyitkan alisnya.

"Iya semenjak Hanum di sini kamu mulai ngebuat jarak sama aku dan sekarang kamu ngoceh tentang apa yang ga bisa di bagi sama aku. Di depan kamu ini istri Mas, bukan orang asing." Suara Willa mulai meninggi, entah kenapa tentang Hanum ia selalu saja tersulut emosi.

UNFINISHEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang