45

1.5K 221 81
                                    

Chapter ini berisi konten self-harm dan sejenisnya. Mohon kebijakan kalian dalam membaca, dan Author tidak bertanggung jawab pada trigger yang terjadi setelah membacanya.

Mansion Lee Suho - South Korea.

Mimpi buruk itu datang lagi - Jung Jaehyun - di dalam tidurnya, seakan-akan itulah cara takdir untuk menghukumnya yang terjerumus ke lubang hitam keluarga Lee yang sudah terlanjur bergumul dosa. Penyesalan, yang diam-diam Ia tutup rapat dibalik ketenangan sikap. Perkataan itu kembali terulang dihadapan Lee Sehun; yang senang mendengar pengakuan palsunya.

"Aku sudah melihat  omega itu Paman, aku tidak bisa berharap banyak jika itu keinginan Ayah."

Manik heterochroma terpejam gelisah, satu tangan mencengkram kuat sisi sprei sebagai pelampiasan - memperlihatkan gurat nadi menonjol, mempertegas jarahan hitam dikulit seputih canvasnya.

"Non..."

"Ne me quitte pas..."

"s'il te plaît..."

Racauan berbahasa Prancis beraksen khas terdengar parau, kegelisahan semakin terlihat dari gerak sang empunya tubuh. Bayang-bayang darah dari luka yang melebar, tangisan yang tak bisa di lampiaskan, dan semburat pemilik manik hazel yang mengabur begitu sosok itu berbalik menjauh dari jangkauan-nya.

"JIHOON!!"

Terengah, Ia terbangun karena mimpi buruk itu lagi. Kedua tangan yang gemetar saat Jaehyun mengangkatnya. "Merde!" Geram pemilik suara deep husky itu. Ia menarik kimono sutra hitam yang tergeletak begitu saja, untuk menutupi bagian atasnya sebelum melangkah memasuki ruang kerja untuk mengambil Vertu miliknya yang terletak diatas meja untuk menghubungi seseorang.

Butuh waktu semenit, hingga panggilannya diangkat oleh sosok yang mengetahui rahasia kecacatan seorang Jung Jaehyun yang begitu pandai Ia sembunyikan selama dua tahun ini.

"Dokter Moon, bisa kau datang kemari?

"..."

"Ya. Sekarang..."

*

*

Tergopoh-gopoh, Moon Taeil memasuki ruangan dengan arsitektur Romawi-Yunani yang indah. Melewati beberapa penjaga bersenjata lengkap, terhitung ada dua batalyon siaga secara shift hanya untuk memastikan penghunu mansion mewah itu aman dari serangan apapun.

Dokter itu berhenti di ambang pintu, padahal sudah berulang kali Ia datang dan menangani sang pangeran mahkota yang sulit diajak untuk berkompromi. Menemui Lee Jaehyun, tidaklah semudah setiap pria itu memerintahkan untuk datang setiap Jaehyun membutuhkan obatnya. Ia mematung beberapa saat sebelum akhirnya, bergerak maju dan menggeser pintu.

Ia mendapati alpha itu sedang duduk di kursi ruang kerja, menatap kertas-kertas dengan serius dan beberapa sayatan lebar disekitar lengan masih merembeskan darah segar. Surai yang dulu berwarna blonde, kini sudah sehitam jelaga terlihat kontras dibandingkan kulit dan juga dua onyx dwi warna yang khas - milik Lee Jaehyun.

"Apa yang kau lamunkan?" Tanya Jaehyun sambil menatapnya datar.

"Maaf Master..." Balas Taeil cepat, Ia bergerak maju mendekati Jaehyun yang diam saja, memperhatikan dokternya membuka tas berisi obat-obat dan alat medis.

Tidak menjawab, Jaehyun hanya mengangguk dan membiarkan Taeil menyentuh luka-luka yang sengaja alpha itu buat untuk mengalihkan sakitnya.

"Ada beberapa bagian yang perlu di jahit, anda menyayatnya cukup dalam-"

"Aku tidak merasakan apapun."

Menghela nafas dengan susah, Beta berusia awal tiga puluhan itu menatap simpatik ke arah Jaehyun. "Apa kau bermimpi buruk lagi?" Tanyanya, penasaran.

"Ya."

"Apa kau bisa menjelaskan perasaanmu saat ini?"

"Kacau."

Menyelesaikan jahitan kedua, Taeil dengan sabar menuntaskan pekerjaannya sambil terus bertanya. "Apa yang kau lihat dimimpimu?" Ia mengernyitkan alis melihat ekspresi datar Jaehyun, saat Taeil dengan sengaja menusuk salah satu luka tanpa memberikan anastesi lokalnya. Dan dokter itu percaya, jika apa yang baru saja terucap dari Lee Jaehyun adalah kebenaran.

"Aku melihat darah, dan omega-ku..." Bisik parau Jaehyun, Ia memejamkan mata merasakan rasa sakit yang kembali mendera tanpa Ia tahu apa penyebapnya.

"Apa yang omega-mu lakukan di mimpi itu?" Taeil berhasil menutup luka-luka itu, dan saatnya Ia menutupi luka dibagian yang seharusnya.

"Dia tersenyum, kemudian pergi." Satu injeksi masuk dari pembuluh darahnya, Ia merasa tenang ketika Taeil membantunya untuk lebih rilexs pada posisi duduknya.

"Hmm, Apa yang kau rasakan saat melihatnya dimimpimu?"

"Aku tidak tahu, tapi--"

"Tapi apa?"

"Aku semakin menginginkannya."

*

*

Wajah cantik Jaemin dan keadaannya yang sempat heat, bukanlah perpaduan  menyenangkan bagi Lee Jeno. Kelam miliknya menatap tajam omega yang sudah tertidur setelah berhasil Ia berikan supressan. Bukan bermaksud sok ingin menjadi seorang alpha yang bermartabat, entah mengapa kehadiran Nakamoto Jaemin mampu membuatnya menahan diri dan yakin, jika Ia bersikap sabar dan menunggu lebih lama - hal itu - akan terasa jelas jauh berbeda maknanya.

Alpha itu tersenyum dengan jari telunjuk menyusuri pahatan senyaris dewi Hera milik omeganya, Ia sendiri tak menampik debaran halus yang menyertai tiap berdekatan dengan pemilik manik caramel itu.

"Damn it..." Mengumpat lirih, Jeno tak bisa menahan mulutnya untuk tidak mengumpat karena menatap Jaemin sejak tadi - omega itu seakan memiliki kadar menggoda yang semakin meningkat saat sedang tidur.

Sibuk dengan pikirannya sendiri yang berkecamuk, Jeno jelas tergoda untuk memeluk tubuh Jaemin. Omega itu benar-benar sangat cantik di mata Lee Jeno, dan tak ada yang lain lagi baginya.

Membelai kepala Jaemin, ada perasaan alami yang membuatnya begitu tenang setelah menghirup feromon manis milik omega itu.

Ragu, tapi Jeno sudah bergerak untuk mengecup bibir merah Jaemin yang masih membengkak. Tak ingin semakin lama - dan berakhir kehilangan kendali. Alpha Lee itu tak mau menyakiti perasaan Jaemin - apapun alasannya.

"Maaf karena menciummu tanpa izin." Bisik Jeno, sambil terus menatap wajah omeganya. Khawatir Jaemin bisa mendengarkan suara detak jantungnya, atau beberapa kata yang Ia racaukan.

"Dimaafkan." Sebuah balasan dengan nada lembut terdengar, seiring caramel itu terbuka hingga pandangan mereka bertemu.

"Na, sejak kapan--" Tak percaya, dan gugup. Jeno terlihat mencoba menguasai diri untuk terlihat tenang, saat berkata: "Apakah aku membangunmu?"

"Ya, tapi tak apa." Senyum manis terulas, sebelum omega itu bergerak dan menjatuhkan wajahnya di dada sang alpha. "Rasanya lebih nyaman tidur seperti ini." Desis Jaemin, Ia memejamkan mata - memeluk pinggang kokoh Lee Jeno; seolah tubuh kekar itu adalah tempat ternyaman baginya untuk tidur. 

Omega itu tak mampu lagi menahan senyumnya untuk tidak semakin lebar, ketika Ia merasakan tangan kekar Jeno memeluknya erat dan alpha itu mencium puncak kepalanya lama.

"Selamat tidur, Jaemin." Bisik Lee Jeno.

"Selamat tidur, Jeno." Balasnya, dengan halus.

Hening sekian lama, hingga Jeno yang masih tidak bisa tidur. Mendengar suara dengkuran halus Jaemin, yang terlihat begitu nyenyak dalam pelukannya. Membuat alpha itu semakin posesif, merelung tubuh langsing Jaemin agar menempel padanya.

Rasa kantuk yang sejak tadi terlerai sadar, akhirnya terasa. Sambil mengusap pipi halus Jaemin. Lee Jeno kembali berbisik, dengan intonasi halus - untuk pertama kalinya.

"Nakamoto Jaemin, sepertinya aku sangat menyukaimu..."

×××××

🔞My Psycho Mate Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang