3

2.5K 366 55
                                    

Tokyo - pusat ekonomi, jantung budaya, dan manufaktur. Salah satu kota paling sibuk di belahan Asia timur; detak jantung kota itu masih berdegup meskipun waktu sudah menunjukan pukul dua dini hari. Terutama, disebuah wilayah super terpencil dengan akses private yang di peruntukan untuk orang-orang bertitle VVIP. Sebuah wilayah dengan gerbang berhiaskan patung burung phoenix besar di tengah-tengah bersepuhkan emas 24 karat, seakan mengawasi semua tindak-tanduk manusia-manusia yang sedang bergelung dalam aktivitas gelap mereka.

Seluruh fasilitas yang tersedia disana, hanya ditujukan bagi para kaum elit dan borjuis. Kontras dengan sekumpulan budak-budak yang sedang di jejerkan satu-persatu, menanti takdir yang menjemput saat jari-jari bersemat batu mulia menunjuk pada diri masing-masing dari mereka.

Pemandangan budak-budak yang sedang di jejerkan, mengalihkan atensi tiga pasang mata tajam- Alpha-alpha pemilik klan mafia terkuat di Asia Timur yang  berkumpul untuk bisnis jual beli budak-budak yang dikumpulkan dari wilayah miskin di Asia Tenggara.

"Pergi!" Arogansi Yuta mengambil alih tubuhnya, alpha itu langsung menunjuk pada seorang omega kecil yang sebenarnya sejak dua jam lalu sudah berdiri dengan sabar disisi Ayahnya- menanti perintah. Seperti yang sudah-sudah.

"Tenanglah Yuta..." Nakamoto Hansol, menekan bahu saudaranya, Ia melirik omega dengan manik hazel yang jelas tidak diwariskan oleh Yuta maupun istrinya itu dengan delikan tajam. "Kembali ke kamarmu Jihoon!" Perintahnya.

"Tapi Ayah -"

"Kau sudah tidak dibutuhkan, kembali keruanganmu!" Suara berat Yuta menggelegar, membuat budak-budak yang masih disiapkan itu meringkuk ketakutan. Seorang Alpha lainnya, menatap Jihoon dengan air muka sedatar lautan dalam. Satu tangannya yang mengenggam segelas wine, berayun lembut diatas meja.

"Kau yang memintanya kemari?" Tanya Alpha itu.

"Ya." 

"Kenapa bukan keturunan Alphamu?" Tanyanya penasaran. 

Yuta mendesah, terlihat sekali raut kesal di wajah Alpha pemimpin Golden Phoenix itu. "Sudah, hanya Jaebum yang bertahan hingga akhir."

"Lalu dia?"

"Ini ketiga kalinya dia ikut acara pelelangan." Hansol menjawab, sambil menarik tangan Jihoon agar mau keluar dari ruangan itu. "Tidur, menurutlah pada Ayah dan pamanmu." Bisiknya lembut, sambil tak lupa mengusap pipi bulat Jihoon.

Omega kecil itu mendongkak, alisnya berkerut dengan tatapan kosong Ia mengangguk. "Baiklah, tapi izinkan aku berpamitan dengan Ayah." Lirihnya.

"Oke." Hansol mengangguk. Ia mengait tangan kecil itu, dan berjalan mendekati Yuta yang sedang menuangkan whiskey di gelasnya.

"Selamat malam Ayah..." Lirih Jihoon datar.

Yuta melirik anaknya itu sekilas, kemudian membalasnya dengan dengusan.

Sosok Alpha berkulit tan disebelah Yuta tersenyum samar, melihat omega itu keluar dari ruangan itu dengan bimbingan Hansol. Berjalan melewati lorong-lorong berliku, menuju sebuah gerbang keluar dimana seorang pelayan menunggunya.

"Anak yang sopan." Puji Alpha tan itu.

Yuta melirik Alpha berkulit tan- Kai Wong - pemimpin Sphinx yang jauh-jauh, datang dari Hongkong. Hanya untuk, membawa budak-budak yang berhasil dikumpulkannya di Thailand dan negara lain disekitarnya.

"Jangan tertipu luarnya Kai." Desis Yuta. "Anak itu akan menjadi monster suatu saat nanti."

"Kau yang menciptakan monster kecil itu." Kekeh Kai. "Anakku masih berada di kamp pelatihan, mungkin lima tahun lagi aku baru bisa melihatnya."

🔞My Psycho Mate Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang