17

1.8K 285 33
                                    


Seoul, South Korea

Felix menutup pintu berbahan kayu jati, dan masuk dengan tenang sambil tersenyum miring. Setelah netra Alpha berdarah Australia itu, bersinggungan dengan manik gelap milik Lee Jeno yang sedang melepas dasi yang di pakai oleh Alpha Lee tersebut.

"Selamat atas perjodohanmu Lee..." Suara berkarakter berat itu terdengar senang, "Ku dengar calon istrimu seorang Nakamoto?" Tanya Felix, kesibukannya sebagai kaki tangan Jeno di wilayah Benua Australia selama beberapa bulan ini. Membuatnya baru sempat kembali ke Korea, menyusul Hendery yang mungkin sedang berada di Busan bertemu Kim Doyoung; Alpha pemimpin Red Cobra - sekaligus Paman Lee Jeno dari pihak Ibunya - Kim Sejeong.

Tanpa bersuara, Jeno mengangguk. Ia tak tahu harus menyikapi pertunangannya, dengan omega yang baru saja beberapa hari di perkenalkan pada keluarganya. Meskipun sejak dini, Ia sudah bersumpah tidak akan menyakiti siapapun yang akan di nikahinya kelak. Memiliki seorang pasangan, dimana Ia harus menghabiskan sisa umur bersama hingga ajal menjelang sesuai sumpah pernikahan nanti. Bukanlah, sesuatu yang Ia bayangkan akan terjadi secepat ini. Ia memang pernah berpacaran dulu, saat junior high school. Tapi, kisah itu tidak berakhir dengan baik dan Jeno tak mau mengingatnya. Di tambah sosok Nakamoto Jaemin - sang tunangan - ibarat kotak pandora yang sulit di tebak.

Terkadang Ia bisa melihat binar mata Jaemin yang terpatri indah di manik caramel milik omega itu, tapi tidak sekali - dua kali Jeno sadar jika pandangan Jaemin akan berubah dingin tanpa satu orangpun yang menyadarinya.

Mengabaikan reaksi Jeno yang terlihat tegang, Felix duduk di sofa ruangan tersebut dan mengeluarkan sebuah disk laporan pekerjaannya selama di Australia.

"Aku bertemu dengan Christoper Bang selama di Australia, kita harus membayar mahal dengan semua data-data yang Ia berikan."

Menatap disk di atas meja dengan dingin, Jeno mendekat ke arah sofa tersebut dan duduk di hadapan Felix. "Interpol akhir-akhir ini tidak main-main, ku rasa mereka nyaris menemukan celah untuk mendapatkan kita." Seringai dingin tersungging di wajah tampan Alpha Lee itu.

"Ya -"

Belum selesai Felix melanjutkan ucapannya, pintu ruangan itu kembali terbuka dengan kehadiran Lee Jaehyun yang datang bersama Kim Mingyu - seorang Birokrat Korea Selatan yang menduduki jabatan prestigious di gedung parlemen.

Jaehyun tersenyum ramah, ketika melihat Felix dan Jeno memberi hormat pada yang lebih tua. Alpha itu mendekat pada Jeno, dan langsung berkata. "Apa aku menganggu waktu pentingmu?" Ujarnya.

Menggeleng cepat, Jeno mendongkak pada yang lebih tua dan menjawab. "Tidak hyung. Ada apa, kau terlihat buru-buru sekali?"

"Aku sudah menemukan penghianat itu, Mingyu membantuku. Dan dia masih hidup sesuai permintaan Pemimpin Lee (Suho)."

Tanpa merubah ekspresi tenangnya, Jeno bangkit dari kursi dan tersenyum penuh terimakasih pada Kakak Sepupunya itu. Ia melepas jas yang membungkus tubuh kekarnya dengan pas, menggulung kemeja hingga sebatas lengan. Suara milik pria Lee itu terdengar berat dan tajam. "Dimana bajingan itu Hyung?"

"Di lantai bawah." Jaehyun menelisik manik gelap milik yang lebih muda, kemudian menyeringai dalam ketenangannya. "Jangan membunuhnya, ingat. Kau belum memiliki seluruh otoritas untuk itu."

Menatap Jaehyun dengan satu alis terangkat, Jeno membalas perkataan yang lebih tua dengan sebuah anggukan samar. Sebelum alpha itu melangkah keluar, di susul Felix yang harus mendampingi sahabatnya itu.

Ketika pintu kayu jati itu tertutup sempurna, Kim Mingyu yang sejak tadi diam. Mendekat ke arah Jaehyun yang sedang bersedekap, menatap pintu besar itu dengan sorot mata tak terbaca.

"Kau tak ikut dengannya?" Tanya Mingyu.

"Untuk apa?"

"Dia musuh Ayahmu..."

"Memang." Sudut bibir Jaehyun terangkat sedikit. "Sudah ada Jeno yang menggurusnya, untuk apa lagi aku ikut campur. Tugasku hanya membawa bajingan itu ke mari."

"Kenapa aku apatis sekali?! Kau tak ingin memimpin Dragon Blood?"

Obsidian dwi warna milik pria berrahang tegas itu berkabut marah, kedua tangannya terkepal tapi dengan cepat Jaehyun mampu menguasai dirinya. "Aku tidak butuh organisasi ini Kim, mereka yang membutuhkanku."

*

*

Lee Jeno mengangkat satu tangannya, dan selang beberapa saat pintu bermaterial baja anti peluru itu bergeser statis. Alpha itu masuk ke dalam sebuah ruangan dengan penerangan terbatas, dan di sekitarnya sudah ada lima orang anak buahnya yang berkeliling - membentuk suatu lingkaran - menutup akses pada seorang Alpha berusia empat puluhan. Yang terluka dengan darah kental bercecer, mengeluarkan aroma anyir. Sedang bertumpu pada lantai dengan kedua tangan - kaki terikat.

"Bang Yoseung."

Alpha tua itu meludah dengan tatapan menghina, saat melihat kehadiran Jeno. Meskipun tubuhnya luka-luka, sepertinya Bang Yoseung tidak mau kehilangan harga dirinya di depan Alpha yang baru berusia dua puluh tahun sepertinya.

"Kau akan mendapat masalah besar jika membunuhku anak muda..."

Tanpa memperdulikan tawa remeh dari Alpha tua itu, Jeno mendekat dan mencengkram rahang Bang Yoseung sambil menekan sebuah pisau kecil di leher Alpha tua itu.

"Kau membuat dua kesalahan pada pemimpin Dragon Blood..." Desisnya, sambil menggores rahang Bang Yoseung. hingga membuat luka memanjang, yang merembeskan darah merah.

Bang Yoseung masih berusaha mempertahankan raut egonya, menahan rasa perih yang menyengat dari luka itu. Seolah apa yang Jeno lakukan padanya, tidak memberikan pengaruh kuat. Meskipun sudah kalah dari Dragon Blood, Ia masih harus tetap mempertahankan harga dirinya yang setinggi langit, meskipun harus mati.

"Pertama..." Jeno menusuk bahu Bang Yoseung dengan belati, kemudian melanjutkan ucapannya. "Kau mengkotori lantai markas Dragon Blood yang sakral dengan ludahmu yang menjijikan." Darah merah merembes, begitu Alpha Lee itu mencabut belatinya dari sana.

Bang Yoseung tertawa, membuat Jeno tanpa ragu langsung menusuk belati. tepat, di leher milik Alpha itu. Felix yang melihat aksi Jeno, menyeringai dan membantu sahabatnya dengan menahan kepala milik Alpha yang sebentar lagi akan menjemput ajalnya itu.

"Kesalahan kedua."

Nafas Bang Yoseung sudah putus-putus, Ia sudah tahu sebentar lagi akan kehilangan nyawa. Di tambah Ia sudah lemah usai baku tembak, saat pelariannya barusan.

"Kau membuat kesalahan yang fatal karena berani menjual informasi Dragon Blood kepada musuh-musuhku." Suara dalam Jeno terdengar dingin, dalam sekali hentak Ia mencabut belati dan membiarkan Bang Yoseung menjemput ajalnya dengan rasa sakit yang luar biasa.

Manik gelap miliknya menatap hampa pada sosok tua yang tengah kejang-kejang, merasakan darah menggucur deras dari tiap luka di tubuh rentanya. Ia berdiri tegak, tak peduli dengan resiko jika Lee Suho akan tersinggung pada perbuatannya kali ini. Ia sudah muak dengan semua penghianatan orang-orang, yang mendapatkan kemudahan hidup sejak bergabung dalam aliansinya.

Bertepatan dengan nafas Bang Yoseung yang terhembus untuk terakhir kalinya, Lee Jaehyun tiba-tiba masuk bersama Mingyu. Netra itu melebar, melihat mayat Bang Yoseung yang terkapar dengan keadaan bersimbah darah segar.

"Sudah ku katakan jangan membunuhnya." Desis Jaehyun, Ia dengan santai menendang kepala Bang Yoseung hingga tulang leher mayat itu berderak.

"Aku muak dengan para penghianat." Geram Jeno.

Seringai dingin muncul di wajah tampan milik yang lebih tua. "Akupun begitu. Aku benci penghianat yang mengacaukan semua rencanaku..."

×××××

🔞My Psycho Mate Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang