49

1.2K 201 34
                                    

Duduk di kursi utama, mengamati orang-orang yang duduk di sekelilingnya. Lee Jeno memasang wajah datar, pada mereka yang sepertinya tidak tertarik akan kehadirannya karena terus menoleh pada pintu masuk - menunggu sosok yang seharusnya datang.

"Dimana Jaehyun hyung?" Tanya Jeno pada Hendery disebelahnya.

"Aku tidak tahu, kabar terakhir yang ku dengar Hyung-nim pergi ke gedung parlement. Menemui Kim Mingyu."

Menghela nafas, Jeno tahu orang-orang yang sekarang berada di sekelilingnya itu tidak sepenuh hati berpihak padanya. Meskipun sudah jelas, jika kepemimpinan Dragoon Blood berada di bawah kendalinya.

Kasak-kusuk mulai terdengar, Jeno masih menahan diri hingga suara langkah kaki teratur terdengar memasuki ruangan tersebut. Semua mata menoleh ke arah itu - Lee Jaehyun masuk dengan stoic  khasnya. Setelan formal membalut tubuh tinggi alpha tersebut, Ia terlihat luar biasa - membuat beberapa pengikut Dragon Blood   bergumam; mungkin menyesali  nasib alpha sulung Lee itu.

Heterochroma milik yang lebih tua berserobok dengan kelam Jeno. Seulas senyum tipis terulas, sebelum Jaehyun dengan sopan membungkuk sedikit untuk menyapa - penerus Dragon Blood - Lee Jeno.

"Maaf, ada beberapa hal legal yang harus ku urus dengan Dewan Parlement Kim." Ucapnya.

Ujung mata Jeno mengamati sekeliling, orang-orang itu seperti tidak menyangka jika Jaehyun mau memberikan hormatnya pada Lee Jeno.

"Hyung-"  Jeno mempersilahkaan Jaehyun untuk duduk di kursi sebrangnya. Membuat mereka saling bertatapan. "Ada masalah di Belgia." Ucap Jeno memulai rapat hari ini. "Federal menemukan jejak laboratorium kita dan mengirim orang-orang untuk menyelidikinya."

"Internasional Federal?" Tanya Jaehyun dengan suara begitu tenang. Wajah itu semakin dingin, seiring diamnya. Ia menatap sepuluh orang berstatus tinggi di organisasi mereka, dengan wajah datar. "Apa aku harus mendengarkan rinciannya dari calon pemimpin kita?" Tanya alpha itu, setengah menyindir hingga seorang alpha bangkit berdiri. Tergopoh, gugup menuju sudut ruangan dimana sebuah layar berteknologi tinggi terpasang.

"Maaf Tuan Lee. Izinkan aku untuk menjelaskan hal ini." Alpha itu menggunakan sebuah alat kecil, untuk membuat titik-titik di sebuah kota kecil di Belgia. "Area yang diberi tanda merah, terkonfirmasi dalam penyelidikan Federal. Kami sudah berusaha untuk menutupi hal ini, tapi Federal mampu mengumpulkan bukti-bukti hingga Senator Ronald tidak mampu menghalangi mereka."

"Sial." Desis Jeno, Ia menoleh lagi ke arah sebrang. Mengamati Jaehyun yang masih diam tanpa mengubah ekspresi datarnya.

"Aku hanya tidak ingin kita mengulang kesalahan yang sama lagi." Jaehyun baru bicara beberapa lama kemudian, "Bagaimana Jeno? Kau ada rencana?" Alpha itu bertanya pada adik sepupunya, Ia tak mau mengambil sesuatu yang sudah sepantasnya menjadi milik Jeno.

"Aku ingin menarik semua ilmuwan kita kembali ke Korea, sebelum Federal mengacaukan semuanya." Ucap Jeno.

"Kalian sudah dengar?" Jaehyun menatap sekelilingnya dengan rahang menegang. Menunggu jawaban para petinggi Dragon Blood,  Lee Jeno melanjutkan ucapannya:

"Siapkan pesawat untuk menjemput ilmuwan kita disana." Perintah Jeno. Kelam milik alpha Lee itu berkilat, Ia terlihat semakin marah karena membayangkan Federal mencoba mengusik lagi Dragoon Blood setelah sekian lama.

"Aku tidak akan membiarkan organisasi sialan itu tenang. Aku akan membuat mereka hancur karena berani menganggu Dragoon Blood." Gumam Jeno, sambil menatap tajam para pengikutnya.

Menunduk, Hendery bicara padanya dengan suara yang sengaja alpha itu pelankan. "Aku akan menyusup ke data penting mereka."

"Minta Felix untuk mengirim satu orang ke Belgia untuk mengawasi mereka." Balas Jeno.

"Yes Sir."  Dengan tenang, Hendery bangkit berdiri meninggalkan ruang rapat tersebut. Menyisakan Jeno, Jaehyun, dan para pengikut Dragon Blood - pengikut Ayah mereka.

Menghembuskan nafas pelan, Jaehyun menatap adik sepupunya itu dengan pandangan tak terbaca sebelum alpha yang lebih tua berkata: "Kau tahu Jeno, keadaan saat ini benar-benar sangat lucu."

Menaikan satu alis, Jeno bermaksud membalas kata-kata Jaehyun. Tapi, alpha yang lebih tua menggeser sebuah map ke arahnya.

"Lihat."

Membuka map berisi sebuah dokumen, Jeno membaca bagian-demi bagian laporan tersebut. Menelisik arti tatapan Jaehyun hingga Ia mengerti satu hal.

Orang-orang disekitar mereka, bermaksud untuk berkhianat.

"Selesaikan disini, atau nanti?"  Jaehyun terkekeh, senyum maniac  perlahan muncul di garis sempurna adonisnya. Ia kemudian bersilang kaki - menunggu keputusan sang calon pemimpin utama.

Tersenyum miring, Jeno menyugar rambutnya. Rahang alpha itu menggeras sebelum Ia berucap - "Kita lihat dulu, sejauh mana usaha mereka."

Orang-orang di sekeliling mereka terlihat bingung, saling melirik dan Jeno bisa menangkap gurat keresahan pada ekspresi beberapa orang disana.

"Kau dan aku bisa mengurus mereka nanti. Hyung-nim..." Geram Jeno, sambil menyeringai dingin.

*

*

Melepas dasi yang terasa mencekik leher, Lee Jeno duduk dengan kesal di dalam mobil sambil menatap Vertu-nya. Bagaimana bisa, omega itu - Nakamoto Jaemin - Istrinya, mengabaikan pesan yang sudah Ia kirimkan sejak sejam yang lalu.

"Apa-apaan dia?" Gumam Jeno, dari dalam mobil Ia bisa melihat sendiri beberapa murid sudah keluar dari gedung itu. Di sisi kanan bangunan terdengar teriakan membahana dan gemuruh suara khas pertandingan. Membuat alpha muda itu, mengerutkan alis. Sebelum memutuskan untuk keluar dari mobil.

"Angkat panggilanku..." Gumam Jeno, mencoba sekali lagi menghubungi Jaemin yang sialnya tidak di hiraukan oleh omega itu.

Mencoba bersabar hingga lima belas menit kemudian, Jeno lantas melepas jas hitam di tubuhnya sebelum berjalan masuk ke dalam lingkungan gedung sekolah itu. Hal pertama yang Ia temui adalah para penjaga sekolah yang menahan dirinya.

"Aku harus menjemput seseorang." Desis Jeno, saat seorang penjaga menahan dirinya di depan gerbang.

"Selain siswa/i dan staff sekolah. Kami tidak bisa mengizinkan kau masuk ke dalam."

"Jangan bercanda..."  Menahan diri untuk tidak mengumpat, dan melakukan tindak kekerasan. Alpha itu mengambil lagi ponselnya, menghubungi seseorang.

"Bibi Kim." Gumam Jeno. Ia menatap dua orang penjaga yang bingung melihat sikap alpha itu.

"..."

"Aku berada di gedung sekolahmu. Menjemput Jaemin, tapi para penjaga menghalangiku."

"..."

"Ya. Aku tahu Ia bersama Eunsang, tapi aku harus membawanya pulang."

"..."

"Aku berjanji tidak akan membuat keributan, hanya menjemput Jaemin."

"..."

"Fine, terimakasih Bibi Kim."

Usai menyelesaikan panggilannya, Jeno masih diam di posisi yang sama hingga seorang guru yang sepertinya berstatus kepala sekolah berlari terburu mendekat ke arahnya.

"Apa yang kalian lakukan?!" Bentaknya pada penjaga sekolah.

"Tt-tapi Sir..."

"Biarkan tuan Lee masuk!" Tegasnya, sebelum berbalik ke arah Jeno yang sedang mengerutkan alis. "Maaf tuan Lee, aku tidak tahu anda akan datang kesini."

"Tidak apa-apa. Mereka hanya sedang melakukan tugasnya." Jeno berjalan mendahului mereka, saat para penjaga membuka jalan. Membalas salam dari kepala sekolah sekilas, alpha itu berlalu begitu saja. Meninggalkan mereka.

"Siapa dia Sir? Bukankah orang asing tidak boleh masuk sembarangan?"

Mendelik Beta itu menatap para penjaga dengan ekspresi tegang. "Kau harus ingat baik-baik rupa alpha tadi. Ia yang membayar gajimu."







××××××

🔞My Psycho Mate Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang