6

2K 329 78
                                    

Wilayah itu terletak di tempat paling gelap, terisolir, dan terlarang di sudut kota Hongkong. Badan intel sudah pernah mencoba masuk ke dalam teritori wilayah milik Sphinx, tapi tidak ada yang berhasil. Orang yang keluar- dan masuk di jaga begitu ketat. Kegiatan yang terorganisir, di kendalikan dengan sangat pintar dan hati-hati oleh Kai Wong; penguasa dunia gelap kota Hongkong, yang hingga kini belum pernah di kalahkan oleh siapapun- dan Ia sudah menyiapkan penerusnya yang  jauh melampaui kemampuannya kelak.

Sphinx; Triad yang Ia pimpin, sudah terkenal sangat licin dan sulit untuk mendapatkan celah cacat dari organisasi kriminal paling bahaya di dunia miliknya: penyelundupan - penipuan - perjudian, dan tentu saja pembunuhan.

Orang-orang tidak berani mengusiknya, selain karena kekayaan bisnis yang Ia miliki, Keluarga Wong terlindungi dari hukum karena koneksi-koneksinya dengan petinggi-petinggi korup, diberbagai belahan dunia. Mereka lebih memilih menutup mata, karena tak mau mencari resiko bersinggungan dengan seorang Kai Wong yang berhati dingin. Alpha itu sangat bekerja keras, Ia mendirikan kerajaan bisnis gelapnya sekaligus memperluas bisnis lainnya dengan bantuan Lisa Wong - omega keturunan kerajaan Thailand yang Ia nikahi tiga belas tahun lalu.

Kai menatap datar Nakamoto Yuta yang mengenggam lengan seorang omega kecil yang terlihat tak asing dimatanya- Alpha itu sudah pernah bertemu Jihoon sekali di Jepang, untuk urusan kerjasama Sphinx dan Golden Phoenix.

"Kau tahu resiko memasukan anak mu ke dalam training camp milik Sphinx?"

"Aku tahu." Jawab Yuta. "Sebutkan saja nominalnya, dan latih anak ini-"

Kai mengernyitkan alis, Ia yang sedang mengenggam cerutu meletakan benda itu lagi diatas meja. Sebelum membenarkan posisi duduknya, agar lebih condong menatap Yuta yang terlihat sangat tenang. "Ini bukan tentang uang, tuan Nakamoto. Membawa seorang omega kesana, itu terlalu beresiko. Kau memiliki dua omega cantik yang bisa kau besarkan dengan baik, kenapa kau menyia-nyiakan yang satu ini?"

Yuta menyeringai. "Siapa bilang aku menyia-nyiakannya?" Geram Alpha Nakamoto itu. "Ia bisa lolos dengan mudah di training camp milikku, metode pelatihan Dragon Blood tak cocok dengannya." Yuta menoleh pada Jihoon yang diam di kursinya, wajah manis itu datar dan manik hazel miliknya semakin redup. "Jaebum dulu berlatih disini, aku rasa anak ini cocok dengan metode pelatihan kalian."

"Optimis sekali kau." Kai tersenyum dingin, manik abunya menyorot Jihoon yang balas menatapnya tanpa ekspresi. "Berapa lama kau ingin dia ikut bersamaku?"

"Dua tahun," Ucap Yuta. "Jauhkan dia dari keluargaku selama dua tahun."

Kai tertawa mendengar ucapan Yuta. "Kau bersikap kejam sekali tuan-"

"Tidak ada bedanya denganmu," Potong Yuta, Ia mengusap kepala anaknya itu. "Seorang monster pasti menciptakan monster lainnya, bukan?"

*

*

Berdiri tegak di depan Kai Wong, Jihoon menunjukan keberanian yang Ia miliki begitu Yuta meninggalkannya sendiri dengan Alpha dewasa didepannya itu. Alpha itu terlihat angkuh, netra abunya menyiratkan sorot sendu sekaligus kejam. Ia mengernyitkan alis, memperhatikan omega kecil didepannya itu dari kaki hingga ke atas kepala. Menilai dengan dagu terangkat, "Jadi kau anak emas Nakamoto Yuta?" Geramnya.

Manik hazel itu membulat. "Bukan."

"Jangan merendah seperti itu nak." Kata Kai sambil bersedekap, Ia menunjukan diri sebagai Alpha yang memiliki kuasa di tempat ini.

"Semua orang di dunia ini, tahu aku bukan anak sah ayahku." Jihoon mengendikan bahu, "Aku berbeda, kata mereka aku aneh."

Kai tertawa, Ia memperhatikan wajah Jihoon yang masih terlihat datar.

"Apa kau yakin bisa bertahan disini selama dua tahun?" Tanya Alpha itu, begitu tawanya usai menelisik lagi rupa mungil di hadapannya dengan tatapan tanpa minat.
"Omega- aku tidak tahu apa yang bisa di lakukan oleh mahluk lemah seperti kalian selain memproduksi anak."

Jihoon menyeringai dingin. "Kami bisa melakukan banyak hal, jika ada kesempatan tuan Wong." Gumamnya, yang membuat Kai merasakan sudut bibirnya berdenyut.

"Buktikan ucapanmu, saat kau bisa keluar hidup-hidup dari trainingmu nak..."

Jihoon dengan tenang, membungkuk pada Kai dengan etiket sempurna.

"Arigatou Gozaimasu Mr.Wong."

*

*

Two Years Later...

Malam terasa semakin dingin ketika Jaemin keluar sambil mengeratkan syal di lehernya, Ia melangkah dengan sangat pelan takut membangunkan siapapun yang berada di kediaman omega. Hingga Ia berderap, tertatih-tatih dengan bahu gemetar.

Ia baru saja hendak menarik nafas lega, saat tepukan pada bahu membuatnya tersentak dan menoleh ke arah belakang.

"Kabur kemana lagi Nana?"

Jungkook- yang sedang mengenggam sebotol susu literan menatap adik bungsunya itu dengan satu alis yang di naikan.

"Kau sendiri kenapa di sini?" Tanya Jaemin tak mau kalah.

"Lapar." Jungkook mengancungkan botol susu yang tersisa setengahnya itu. "Kau mau?"

Jaemin mengeleng. "Diet, aku sudah remaja." Sahutnya, yang malah terdengar seperti protes di telinga Jungkook.

"Diet lalu menjadi kerangka berjalan? Makanlah sesuatu, kau masih di dalam masa pertumbuhan. Kenapa kau konyol sekali." Ujar Jungkook, Ia mendelik tajam saat netra karamel Jaemin begerak gelisah.

"Mau kemana kau?" Tanya Alpha itu lagi dengan waspada.

"Mencari udara segar."

Mengerutkan bibir, Ia menatap Jaemin sangsi. Jawaban aneh keluar dari bibirnya, Ia tahu adiknya itu sejak hari pertama di lahirkan- Omega bungsu itu pasti sedang mencoba membohongi dirinya.

"Jangan bohong denganku, dari sekian kakakmu. Aku yang paling mengenalmu Nana."

Mendengar kata kakaknya, Jaemin mendengus. Ia merampas susu di tangan Jungkook, dan menegak minuman itu hingga tandas. "Aku ingin ke tempat Jaebum."

Alis Jungkook berkerut. "Untuk apa?"

"Latihan menembak."

Jungkook mengangguk dengan tenangnya, sebelum tersadar sesuatu. "Apa kau bilang? Menembak?!!" Teriak Alpha muda itu.

Jaemin mendorong tubuh besar kakaknya. "Bisakah kau diam! Mulutmu itu-"

"Okay, tapi untuk apa?" Jungkook terlihat sangat shock, Alpha itu berulang kali mengerjapkan mata dengan rahang mengeras gusar. "Kau tahu itu sangat berbahaya?"

Terdengar dengungan suara Jaemin, sebelum omega itu berkata. "Aku suka menembak. Ku rasa tidak perlu banyak alasan untuk menyukai sesuatu kan?"

Kening Jungkook berkerut, Ia tak tahu harus mengatakan apa pada adiknya itu. Alpha itu tahu jika menembak sangatlah beresiko, tapi juga tidak melarang karena yakin suatu saat Jaemin akan membutuhkan keterampilan itu. Ekspresi omega berusia dua belas tahun itu, juga terlihat bersungguh-sungguh membuatnya ikut merasakan semangat dari binar manik caramel milik si adik.

"Mau ku temani ke kediaman Jaebum? Ku rasa jika kau pergi denganku, kau akan aman dari mata-mata ayah."

Mendengar tawaran kakaknya, Jaemin membalas uluran tangan itu sambil mengangguk.

"Kau manis sekali." Puji Jaemin pada sikap kakaknya.

Jungkook terang saja mengangguk setuju. Ia memang suka bicara dan bersikap seenaknya, tapi di sisi lain Ia suka memberi sedikit kelembutan pada orang-orang disekitarnya- kecuali, untuk satu adik menyebalkan yang tak pernah bisa memahami apa yang Ia katakan dan rasakan.

"Nana..." Desis Jungkook tiba-tiba.

"Ya?"

"Jihoon," Jungkook menggantung perkataannya. "Dia belum mati kan?"

×××××










🔞My Psycho Mate Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang