-6-

346 36 4
                                    

"Gila panas banget sih. Ban motor pakai bocor segala lagi", gerutu Renjana sambil terus mendorong motornya entah sampai kapan.

Tadi saat bel pulang berbunyi, ia terpaksa keluar belakangan karena ada tugas kimia yang belum ia selesaikan dan harus dikumpulkan siang itu juga. Miranda dan Laura berniat untuk menemani Renjana sampai selesai mengerjakan. Namun, Renjana menolak. Renjana merasa sudah terlalu banyak merepotkan mereka. Ia juga ingat kalau Miranda dan Laura hari ini ada jadwal bimbel sehingga sudah seharusnya mereka cepat pulang untuk bisa segera istirahat sebelum jam bimbel dimulai.

Sialnya, saat Renjana pulang, saat ia baru saja mengendarai motornya sampai depan gerbang SMA-nya, motornya terasa oleng. Untung saja ia bisa segera menyeimbangkan diri. Akan menjadi tambah masalah jika motornya yang besar menimpa tubuhnya yang terbilang kecil.

Tambah sialnya lagi, baterai hp nya habis sehingga ia tak bisa meminta bantuan siapapun. Mungkin segala ujian siang ini memang tercipta untuk ia nikmati sendirian.

Andai saja tadi Laura dan Miranda pulang bersamanya pasti sekarang ia tak perlu bersusah payah mendorong motor ini sendirian.

"Jana?",suara seorang laki-laki mengagetkannya.

Jana sedikit susah mengenali siapa dia. Wajahnya tampak tak asing tapi ia merasa tak begitu mengenalinya.

Lelaki itu segera meminggirkan motornya lalu menghampiri Renjana.

"Bocor?", Tanyanya

Renjana masih diam di tempat sambil mengingat-ingat siapa dia. Dilihat dari seragamnya sudah pasti dia satu sekolah dengan dia karena almamater merah yang dia pakai serta logo SMA yang tersemat di atas saku sebelah kanan itu sama persis dengan almamater yang Renjana punya walaupun tidak sering ia pakai.

Belum sempat Renjana menjawab terlihat laki-laki itu menelpon seseorang yang tak Renjana ketahui siapa yang sedang dia telpon. Renjana berniat untuk melanjutkan perjalanannya saja mendorong motornya entah sampai kapan. Namun, saat ia berniat kembali berjalan. Laki-laki itu menahannya.

"Bentar", interupsinya sambil terus berbicara dengan seorang di hpnya.

Tak berapa lama laki-laki itu mengakhiri urusannya. Namun ia hanya diam saja sambil terus bermain hp.

Renjana masih terus berusaha mengingat-ingat siapa sebenarnya orang ini. Rasa ingin tahunya perlahan mulai menguasai pikirannya. Ia juga bingung harus apa. Ia disuruh laki-laki menunggu tapi sama sekali tidak dipedulikan.

Lalu, seorang bapak-bapak muncul dengan motor bak belakang yang sepertinya menyimpan berbagai macam peralatan untuk memperbaiki motor.

"Ini ban yang sebelah mana nggih mbak yang bocor?", tanyanya pada Renjana.

"Eh iya. Itu pak sepertinya yang depan", balas Renjana yang sedikit kebingungan mengapa tiba-tiba datang bapak ini.

"Nyuwun tulung dipun tingali kalih-kalih e mawon nggih pak. Mbok menawi ban ingkang wingking nggih bocor"(minta tolong dilihat kedua-duanya saja ya pak. Siapa tahu ban belakangnya juga bocor), ujar lelaki itu dengan basa krama halus.

"Nggih mas. Kula tingali riyen nggih", jawab bapaknya.

Bapaknya lalu mulai bekerja. Menambal lubang-lubang yang ada di ban Renjana. Ternyata butuh waktu yang lumayan lama juga untuk menyelesaikannya. Lama-lama Renjana terasa bosan menunggu. Laki-laki di dekatnya juga masih terus diam, sesekali mengamati bapak itu bekerja dan sesekali mengecek ponselnya.

"Bapaknya itu lo ya yang panggil?", tanya Renjana memecah keheningan.

Lelaki itu masih diam, sibuk bermain dengan ponselnya. Renjana semakin heran dan tak mengerti. Baru kali ini ia menemui laki-laki semacam ini. Biasanya setiap Renjana bertemu bahkan sekedar lewat saja kaum Adam itu pasti langsung unjuk gigi. Entah itu berinisiatif mengajaknya bicara atau tebar pesona agar Renjana sedikit melirik mereka. Tetapi lelaki yang kali ini dia temui berbeda. Dia seperti tidak tertarik dengan Renjana. Bahkan untuk memandang Renjana pun dia seperti tidak membutuhkannya.

"Mas mbak, niki motoripun sampun (mas, mbak, ini motornya sudah)", ucap bapak montir.

"Oh iya terima kasih Pak. Jadi semuanya berapa ya?", tanya Renjana.

"Sampun dipun bayar mas e mbak. Kula nyuwun pamit nggih mas mbak (sudah dibayari masnya. Saya permisi pulang)", ujar bapak itu lalu berlalu menuju motornya.

"Matur nuwun nggih Pak", sahut lelaki di samping Renjana.

Lalu setelahnya lelaki itu bergegas menuju motornya menyisakan Renjana yang masih dibuat tak mengerti. Bahkan hingga detik ini ia masih belum ingat siapakah lelaki ini. Apakah dia benar manusia atau malaikat penolong yang diturunkan Tuhan karena Tuhan tau bahwa Renjana tak akan bisa pulang selamat jika harus mendorong motornya sendirian di bawah terik matahari siang itu.

"Gue juga permisi pulang", ucap lelaki itu sambil membuka kaca helmnya. Lalu setelahnya ia memencet bel lalu tersenyum menganggukan kepala ke Renjana.

Renjana belum sempat berucap terima kasih. Renjana belum sempat membayar biaya ban bocornya. Renjana belum sempat tau siapa lelaki itu. Seluruhnya terasa cepat sekali berlalu. Seakan sang waktu tidak mengijinkan Renjana untuk sedikit saja mencerna semuanya.

Sampai malamnya, ia masih memendam rasa penasaran akan lelaki itu. Tidak biasanya Renjana begitu kepo dengan hal seperti ini. Bahkan banyak lelaki yang dengan senang hati menceritakan diri mereka secara rinci saja Renjana enggan peduli. Tapi hal tersebut tidak berlaku dengan seorang malaikat penolong nya siang tadi. Ia jadi sedikit berharap pada semesta untuk bisa dipertemukan kembali hanya untuk berucap terima kasih dan membayar apa yang menjadi tanggungannya.

***
Hai kawan-kawan, apa kabar? Semoga kalian selalu sehat dan bahagia dimanapun kalian berada ya 🥰

Kira-kira siapa ya malaikat penolong Renjana? Xixixi✨

Jangan pernah berharap apapun di cerita ini yaa. Jangan pernah menaruh ekspetasi untuk apa yang akan terjadi kedepannya. Terus nikmati dan ikuti setiap langkah Renjana hingga akhir cerita ya ❣️

Jangan lupa tinggalin jejak baik vote maupun komen tentang kisah ini 💜🖤🤍

Salam sayang author untuk seluruh kawan-kawan tersayang ☺️

TEMARAM (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang