-12-

230 23 0
                                    

Sudah hampir 15 sejak bel pulang berbunyi. Kuncara masih tertidur pulas di bangkunya. Renjana baru saja selesai membersihkan kelas karena hari ini adalah jadwalnya piket kelas. Selepas mengembalikan sapu di tempatnya. Ia duduk di bangku seberang bangku Kuncara, mengamati lelaki itu tertidur dengan sangat tenang. Suara napasnya teratur, dengan kedua headset yang masih terpasang di kedua telinganya. Jas almamaternya ia gunakan sebagai penutup tubuhnya dan satu tangan sebagai bantal. Alis mata Kuncara yang tebal dan hidungnya yang mancung membuat wajah Kuncara nampak indah. Jika dibanding Eren atau laki-laki keren yang lain mungkin memang tidak ada apa-apanya. Tetapi wajah Kuncara indah. Indah dengan apa yang disana. Tidak berlebihan dan tidak juga berkekurangan.

Entah apa yang mengusik tidurnya. Mata Kuncara terbuka perlahan. Dan Renjana masih tak mengalihkan pandangannya.

"Ngapain Jan? Kok udah sepi nih kelas," tanya Kuncara sambil mengusap-usap matanya.

Renjana yang baru menyadari lelaki yang ia perhatikan sejak tadi terbangun seketika terkejut dan salah tingkah sendiri.

"Eh gapapa, Kun. Iya udah jam pulang daritadi. Tadi mau bangunin lo tapi kayanya lo nyenyak banget tidurnya," jawabnya sebisa mungkin menormalkan diri.

"Lain kali bangunin aja gapapa Jan. Gue suka gak tau waktu kalau tidur. Mungkin ini efek tadi malem jagain warung kopinya Pak Bashar sampai malam jadi kurang tidur gini," cerita Kuncara panjang lebar.

Renjana masih tak mengalihkan pandangannya.

'Kenapa habis bangun tidur wajah Kuncara malah ganteng gini ya' batinnya.  Entah apa yang sebenarnya merasuki dirinya.

"Ya udah Kun, yuk pulang biar lo bisa lanjutin tidur lebih lama di rumah," merespon cerita Kuncara.

Sedikit hatinya merasa iba. Hidup Kuncara berat banget kelihatannya. Apa itu juga yang membuat tubuh Kuncara kurus kering seperti ini. Harusnya seusianya, saat-saatnya bersenang-senang bersama teman menikmati masa muda, nongki di warung kopi, jalan-jalan ke gunung, dan hal menyenangkan lainnya. Tapi yang terjadi pada Kuncara justru sebaliknya. Bukannya nongki bersenang-senang di warung kopi malah jadi penjaga dan pelayannya sampai malam.

"Eh, lo habis ini ada acara Jan?"tanya Kuncara saat Renjana sudah akan bangkit mencangklongkan tasnya ke punggung.

"Nggak ada. Cuma mau pulang ke rumah aja," jawabnya jujur.

"Kalau gue minta tolong temenin beli sepatu buat Fresa, Frasa lo mau nggak Jan?"ucapnya dengan sorot mata sendu yang ia punya itu.

"Ehm boleh Kun. Gue izin ibu gue dulu deh ya"

Apa artinya ini? Batin Renjana dalam hati. Apa lagi yang diinginkan semesta kali ini. Kuncara mengajaknya pergi. Ini nyata apa ia yang terlalu sering berhalusinasi.

"Ayo Jan, nanti keburu sore. Motor lo ditinggal dulu sini sampai besok gapapa kan Jan?" tawar Kuncara lagi.

Penawaran yang membuat Renjana semakin terkejut.

"Kalau hilang gimana Kun? Lagian gue nanti pulang gimana? Besok juga gue ke sekolah naik apa?"tanyanya tak mengerti. Otaknya juga masih belum bisa mencerna kalimat-kalimat yang dilontarkan Kuncara itu.

"Nggak bakal ilang Jan. Nanti kita titipin ke Pak Tomi. Kita taruh aja di dekat rumah dinasnya. Soal pulang perginya tenang. Kan lo udah mau bantuin gue. Jadi gue juga akan bantu lo," jelas Kuncara sambil tersenyum.

Pak Tomi adalah tukang kebun SMA mereka yang kebetulan rumahnya berada di dalam sekolah tepat di samping parkiran. Masuk akal juga apa yang dikatakan Kuncara tetapi Renjana masih susah percaya kalau peristiwa ini bisa benar datang secepat ini.

TEMARAM (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang