-7-

364 35 1
                                    

Jum at jadi hari paling digemari kelas Renjana. Karena hari Jum at adalah hari pendek yang membuat mereka bisa pulang lebih cepat daripada hari lainnya. Selain itu hari Jum at jadi penghujung pekan dimana 2 hari setelahnya mereka bisa beristirahat dari pusingnya pelajaran. Dan satu yang tak kalah menyenangkan, hari Jum at yang pendek tersebut terisi oleh pelajaran olahraga diantara 2 pelajaran lainnya.

Pagi ini Renjana dan teman-temannya sudah berbaris rapi di lapangan utama untuk melakukan pemanasan sebelum melakukan kegiatan inti yaitu basket. Renjana dan teman-temannya tampak begitu bersemangat melakukan pemanasan. Para lelaki di kelas Renjana selalu berebut mencari posisi terstrategis dimana mereka dapat melihat Renjana yang begitu anggun melakukan pemanasan. Renjana sendiri tidak peduli walaupun dirinya sering dijadikan tontonan gratis. Ia hanya fokus melakukan apa yang gurunya perintahkan.

Kegiatan basket diawali dengan kegiatan-kegiatan ringan terlebih dahulu. Seperti bergantian memasukkan bola ke dalam ring, mengelilingi lapangan sambil dribling, dan juga saling mengoper bola berpasangan.

Dengan satu aba-aba mereka langsung membentuk barisan dan saling berhadapan untuk segera saling mengoper bola. Dan tanpa diduga, seorang yang ada di depan Renjana kini. Pasangan tangkap menangkap bola yang setelah ini akan ia laksanakan adalah orang yang sama dengan malaikat penolongnya. Mata Renjana refleks terbuka lebar, masih sedikit sulit mempercayainya. Renjana memang baru beberapa bulan duduk di kelas 11 ini. Ia juga terkesan begitu acuh dan tak peduli dengan siapa saja manusia yang menghuni kelasnya. Menurutnya yang terpenting ada Laura dan Miranda disana hidupnya akan baik-baik saja. Meskipun begitu ia sedikit-sedikit hapal dengan wajah dan nama teman-temannya karena sekali dua kali pernah mengobrol atau sekedar berada dalam satu kelompok yang sama sehingga diharuskan untuk saling bicara. Tetapi untuk seseorang yang sekarang berdiri di depannya, ia benar-benar merasa tidak pernah saling bicara, tidak pernah satu kelompok juga. Dari awal bertemu ia sudah merasa tidak asing dengan wajahnya tapi ia tidak menyangka kalau mereka berada dalam kelas yang sama.

"Jan, lempar bolanya,"  terdengar suara di samping Renjana.

Bukan lelaki itu yang mengatakannya, tapi Miranda yang kebetulan berada di barisan samping Renjana. Sontak Renjana tersadar dari lamunannya. Renjana langsung melemparkan bola itu pada seorang di depannya. Dengan sigap lelaki itu langsung menangkapnya. Sialnya saat lelaki itu kembali melempar ke Renjana, ia justru kecolongan sehingga bola basketnya terus melaju tanpa arah.

"Maaf ya lemparannya terlalu keras," ucapnya.

Kata-kata terpanjang yang berhasil Renjana dengar.

"Iya, pelan-pelan aja ya. Gue gak pinter nangkep bola," sahut Renjana jujur. Lelah juga jika ia harus berlarian menangkap bola.

"Siap," kembali satu kata seperti semula.

***

Setelah jam olahraga habis, seluruh siswa kelas XI IA 5 bergegas berganti pakaian untuk mengikuti jam pelajaran berikutnya. Saat Renjana mencoba untuk bergegas berlari menuju kelasnya tiba-tiba perutnya terasa sakit. Hingga akhirnya Renjana memilih untuk duduk sebentar berharap gejolak rasa perih di perutnya mereda. Laura dan Miranda yang mengetahui Renjana tiba-tiba terduduk sontak mendekat.

"Kenapa Jan? Perut lo sakit?," tanya Laura melihat Renjana yang terduduk dengan wajah pucat dengan tangan memegangi perutnya.

"Iya nih, tiba-tiba perut gue perih banget," rintih Renjana.

"Tadi pagi udah makan belum lo? Jangan-jangan asam lambung lo kambuh lagi,"  sahut Miranda.

2 tahun belakangan ini Renjana harus hati-hati sekali menjaga makannya karena asam lambung yang ia derita. Akibat permasalahan keluarganya beberapa tahun yang lalu membuat Renjana kehilangan nafsu makannya. Sehingga ia lebih memilih menghabiskan waktunya di kamar daripada mengambil sepiring nasi. Bundanya yang diharuskan untuk bekerja sedikit lebih keras membuat tak ada lagi yang mengingatkan Renjana untuk makan teratur setiap harinya.

"Udah deh kayanya. Gue tadi pagi sempat makan setangkup roti bakar kok," ucapnya sambil menahan rasa sakit.

"Ya udah lo disini dulu deh gue ambilin minyak sama minum biar perut lo baikan, Mir lo temenin Renjana disini dulu ya," ucap Laura.

Setelahnya Laura segera bergegas menuju kelas meninggalkan Renjana dan Miranda duduk berdua di tepi lapangan utama. Tak lama setelahnya Miranda merasa ingin buang air sehingga terpaksa meninggalkan Renjana sendirian.

Laura dan Miranda tak kunjung datang juga. Rasa sakit di perutnya semakin membuatnya lemas. Rasanya ia ingin merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk sekarang juga.

"Kok belum masuk kelas?" tanya seorang laki-laki dari arah belakang lapangan utama.

Renjana ingin menjawab tapi tubuhnya sudah terlampau tak bertenaga.

"Lo sakit ya? Pucet banget wajahnya. Nih minum dulu," ucap lelaki itu mendekat duduk di samping Renjana.

Renjana menerima air yang diberikan lelaki itu. Berbeda dengan dirinya yang masih memakai pakaian olahraga dengan bau keringat menempel di tubuhnya, lelaki itu sudah berganti dengan seragam batik dan luaran almamater yang harum.

Kuncara Aditama.

Renjana membaca nama terpampang di jas almamater lelaki itu.

Satu kali teguk, air yang Kuncara berikan habis ditandasnya. Ia tak peduli tentang pikiran Kuncara setelah ini. Selain sakit perut ia juga kehausan setelah 1 jam penuh berlarian mengejar bola basket.

Namun seperti ada yang salah pada dirinya. Rasa gelisah merasuki seluruh tubuhnya. Ia memgingat-ingat lagi tanggal berapa sekarang. Dan benar hari ini adalah jadwalnya untuk datang bulan. Sekarang ia mengerti  ternyata sakit perutnya bukan disebabkan oleh asam lambungnya yang kambuh tetapi karena tamu bulanannya.

"Wajah lo kenapa berubah gitu Jan?",tanya Kuncara.

"Eh maaf ya Jan lama," sahut Miranda dan Laura yang tiba-tiba saja datang bersamaan.

"Ngapain lo disini Kun?" tanya mereka pada Kuncara.

"Kebetulan lewat tadi," jawabnya singkat

Renjana masih dilanda cemas akibat tamu bulanannya yang tiba-tiba saja datang di waktu tidak tepat. Renjana langsung mengadu kepada kedua temannya menciptakan ekspresi terkejut di wajah keduanya.

"Nih pakai almamater gue dulu aja buat nutupin," sahut suara di tengah-tengah mereka.

Renjana tidak mengatakan dengan suara yang keras tentang ini. Ia malu jika apa yang baru saja dialami didengar oleh manusia berbeda jenis kelamin. Tetapi entah darimana Kuncara mengerti. Tanpa diminta ia melepaskan almamaternya dan menyerahkannya pada Renjana.

Renjana awalnya enggan. Ia tak mau menodai almamater orang lain dengan darah kotor dari tubuhnya. Namun Laura dan Miranda menyetujui ide Kuncara sehingga akhirnya Renjanapun menurut saja.

"Makasih ya. Maaf ngerepotin. Besok gue balikin, nanti gue cuci dulu di rumah," akhirnya Renjana bersuara.

Baru beberapa hari saja ia bertemu dengan lelaki itu. Baru saja ia tau namanya. Tapi ia sudah banyak sekali merepotkan dan juga mengusahkannya.

"Sans Jan. Gue ke kelas dulu,"  ucap Kuncara sambil berlalu.

"Kuncara ternyata punya rasa peduli juga ya. Gue kira dia nggak mau peduli sama orang lain"

"Iya sama. Selama ini kerjaannya di kelaskan cuma tidur dan main hp doang. Manusia nolep gitu, gue kira antipati sama manusia lain"

Renjana hanya jadi pendengar atas cerita teman-temannya terhadap Kuncara. Pantas saja ia tidak mengenali Kuncara adalah teman sekelasnya, ternyata Kuncara hanya numpang tidur dan bermain hp saja di kelas tanpa pernah berinteraksi dengan orang lain.

***

Hai kawan-kawan, apa kabar? Semoga kalian selalu sehat dan bahagia dimanapun kalian berada ya 🥰

Jangan pernah berharap apapun di cerita ini yaa. Jangan pernah menaruh ekspetasi untuk apa yang akan terjadi kedepannya. Terus nikmati dan ikuti setiap langkah Renjana hingga akhir cerita ya ❣️

Jangan lupa tinggalin jejak baik vote maupun komen tentang kisah ini 💜🖤🤍

Salam sayang author untuk seluruh kawan-kawan tersayang ☺️

TEMARAM (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang