6. Sengit

501 40 1
                                    

Hope you like it
and
Happy reading~

----oOo----

Garda berjalan mundur perlahan ketika sang mama yang tiba-tiba mendekat dan mengendus-endus tubuhnya.

"Apaan sih, Ma? Garda capek mau istirahat," laki-laki itu menggerakkan kaki panjangnya melewati Inggita.

Inggita dengan cepat menarik ujung seragam putra sulungnya itu dan menyuruhnya kembali ke tempat semula berdiri.

"Kenapa lagi?" tanya cowok itu malas.

"Kenapa, kenapa, kamu ngerokok ya?" Inggita menatap putranya itu penuh intimidasi.

Dengan enteng dan santainya Garda menjawab, "iya, tadi ada merek rokok baru. Mama mau coba?" kemudian menyodorkan sekotak rokok dari saku seragamnya.

Inggita mengambil kotak rokok tersebut kemudian melemparkannya ke sembarang arah, "maksud kamu apa kayak gitu? Ngelawan, terus kerjaannya. Nggak bisa, belajar menghargai orang tua?" Inggita semakin mengintimidasi Garda.

"Jadi cowok harus pemberani kali. Daripada Mama, nggak bisa jaga diri," balas cowok itu.

Inggita melayangkan telapak tangannya menampar Garda. Meninggalkan bekas kemerahan pada pipi putranya itu. Garda memejamkan matanya sejenak, meredam amarahnya. Pipinya terasa kebas. Kemudian menolehkan kembali kepalanya menghadap Inggita yang sudah banjir air mata.

"Sakit tau Ma."

"Sopan kamu gitu ke Mama?" Garda mengedikkan bahunya seolah tidak tahu. "mama yang melahirkan kamu. Ini Mama kamu Gar ..."

Garda acuh. Laki-laki itu menatap ke arah lain. Dia lelah. Besok dia harus menghadapi pahitnya kehidupan.

"Gar ..." Inggita meraih kedua tangan putranya, kemudian menggenggamnya erat. "mama nggak mau kamu kayak gini. Mama itu berusaha buat kamu bahagia. Jangan kayak gini, Nak, ya?" lanjutnya.

"Nggak perlu, Ma," Garda melepas genggaman tangan Inggita, kemudian memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana seragam. "Garda bisa bahagia dengan cara Garda sendiri," Garda mengakhiri kalimatnya dengan seulas senyuman tak bermakna.

Setelah mengatakan hal itu Garda melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar, tanpa menggubris teriakan Inggita yang memanggil-manggil namanya dengan air mata yang masih bercucuran.

Brak

Garda membanting pintu kamarnya hingga menimbulkan suara debaman yang cukup keras, kemudian menguncinya agar tidak ada orang yang masuk. Dia ingin menenangkan pikiran dan mengistirahatkan tubuhnya sejenak.

Namun sebelum ia menjatuhkan diri ke ranjang, handphonenya tiba-tiba berdering dengan nama 'Burung' tertera di layar. Garda menghembuskan napasnya jengah, kemudian menggeser ikon hijau di layar tersebut dengan malas.

"Apaan?" tanya Garda malas.

"Ke MB sekarang, ad-"

"Males, njir. Gue mau istirahat. Besok aja lah ...," Garda hendak mematikan panggilan tersebut.

"Sekarang, atau besok nyawa anak sekolahan pada melayang? Ini pen-"

"Gue sampe 30 menit lagi," Lagi-lagi Garda memotong ucapan Elang.

"Kelamaan anj-"

Tut

Sambungan telepon diputuskan sepihak oleh Garda. Jujur, dia ingin sekali beristirahat dan tidak ingin memikirkan penyerangan Simon. Namun bagaimanapun juga dia akan tetap ikut serta dalam misi besok bersama teman-temannya.

GARDA: Evanescent✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang