Taksi yang ditumpangi Andra dan Freya tiba di rumah sakit setelah lima belas menit perjalanan. Ia meminta tolong bantuan supir taksi untuk memepah Andra ke dalam. Seorang perawat langsung datang dengan ranjang beroda setelah Freya meminta bantuan dengan panik."Tolong bantu dia sus. Dia tiba-tiba saja pingsan dan ada luka di kakinya," ujarnya cemas.
Beberapa perawat datang dan segera melarikannya ke ruangan untuk diberikan perawatan. Freya hanya menanti di luar karena tidak diperbolehkan masuk.
Ia hanya berjalan mondar-mandir sambil menggigit jarinya tidak tenang. Sesekali ia duduk dan menggigit handphone-nya. Ah, ia juga tak tau hendak menghubungi siapa. Handphone Andra juga ketinggalan. Yang ada di handphone-nya hanya nomer bu Kos. Setelah berusaha menghubunginya berkali-kali, ia pun akhirnya menyerah dan melanjutkan duduk menunggu dokter keluar.
Klek. Pintu ruangan terbuka. Ia pun langsung berdiri dan mendekat kea rah dokter dan perawat.
"Bagaimana keadaan pasien dok?" tanyanya.
"Kondisi pasien cukup baik. tidak ada yang salah dengan fisiknya. Tentang luka itu juga tak terlalu dalam, hanya tunggu beberapa hari juga akan sembuh," jawab Dokter menjelaskan. Freya sedikit lega sekarang.
"Tapi sepertinya... pasien punya gangguan psikis. Semacam trauma mungkin, sehingga menimbulkan kekhawatiran berlebihan yang membuat kepalanya pusing."
Freya tertegun. Dalam hati ia membatin: "Orang seperti Andra bisa punya masalah psikis?"
"Untuk sementara ini, pasien harus istirahat yang cukup dan usahakan jangan membuat dia berpikir yang berat-berat dulu."
"Baik dok. Terima kasih atas penjelasan dan sarannya."
"Kalau begitu saya permisi dulu," ujarnya pamit. Ia lalu tersenyum dan melangkahkan kaki diikuti perawat yang membantunya. Freya hanya membalas dengan anggukan sopan.
Setelah dokter itu pergi, Freya masuk ke ruangan Andra. Ia melongok Andra yang kini tengah tertidur pulas, lantas menarik napas lega. Ia kemudian menarik kursi dan mendudukkan diri di atasnya.
"Hhh... Hari ini terlalu berat rasanya," batinnya. "Udah habis dimarahi dosen, eh, pulang-pulang malah dikasih kejutan sama orang pingsan. Yang paling bikin lebih nggak nyangkanya lagi, orang pingsan itu adalah dosen yang marahin gue, dan gue nolongin orang yang marahin gue. Ah, hidup ini benar-benar penuh plot twist."
"Hoahm..." Ia kini menguap. Badannya terasa lelah setelah melakukan perjalanan jauh dan menggendong orang pingsan. Ditambah tadi ketika di bus, ia tak tidur sama sekali. Sepanjang perjalanan ia habiskan untuk menangis. Maka wajar saja sekarang saat ia telah diam, semua rasa lelah itu datang sedikit demi sedikit dan membuat matanya mengantuk.
Freya mulai menyandarkan badannya ke sandaran kursi. Tangannya dilipan di depan perut. Perlahan-lahan, matanya pun terpejam. Tanpa menunggu banyak waktu lagi, ia segera tidur walau dengan duduk di kursi.
###
Keesokan harinya.
Andra terbangun oleh derak roda dari kereta makanan yang di dorong perawat. Matanya menatap langit-langit. Ia agak menyipitkan matanya karena silau oleh cahaya lampu. Ia lantas mengedarkan pandangannya pelan-pelan mengamati ruangan. Sebuah infus terpasang di tangannya. Ah, ia kini sadar tengah berada di rumah sakit.Andra merasakan pegal pada tangannya dan berusaha memindahkannya. Namun, ia sedikit terkejut saat merasakan tangannya menyenggol sesuatu. Andra menoleh ke samping kiri. Dilihatnya seorang perempuan tengah tidur berbantal tangan di tepian ranjangnya.
Andra tertegun. Ia hanya diam memperhatikan wajah tenang Freya. Seumur hidupnya, baru kali ini ia memperhatikan wajah seorang perempuan-selain ibunya-dengan benar. Bahkan selama ia kuliah sekian tahun pun, ia tak pernah ada waktu untuk sekadar melirik gadis.
Wajah itu begitu tenang. Mungkin ini juga yang membuat teman-temannya sangat menggilai perempuan. Apa semua perempuan memiliki daya tarik seperti ini? Batinnya.
Tangan Freya bergeser. Matanya berkedut beberapa kali. Andra memalingkan wajah ke sisi lainnya. Freya mengankat kepalanya dan meregakan tangannya sambil menguap. Matanya menangkap Andra yang telah bangun.
"Lo udah bangun?" tanya Freya dengan suara khas orang baru bangun tidur. "Gimana keadaan lo?"
"Kenapa gue ada di sini?" ujarnya balik bertanya.
"Lo pingsan di depan kamar lo. Kaki lo berdarah gara-gara nginjek pecahan kaca. Gue bingung, jadi gue bawa aja lo ke sini," balasnya enteng sambil sesekali menggerakkan kelapanya ke kanan dan kiri.
Andra mencoba merasakan kakinya. Benar, ada rasa sakit di telapak kakinya.
"O, iya. Gue belum ngabarin keluarga lo. Hp lo nggak sempet gue bawa. Gue coba telpon bu kos juga nggak di angkat. Tapi kalo lu mau nyoba lagi nggak apa-apa. Gue pinjemin hp gue." Freya pun mengulurkan hp-nya ke Andra.
"Nggak usah," tolaknya.
"Keluarga lo yang lain mungkin?"
Andra menggeleng."Gue nggak mau mereka khawatir," imbuhnya.
Freya mengernyitkan dahi. Bingung dengan sikap Andra. Bukannya kalau wajar kalau orang tuanya khawatir? batinnya. Tapi, melihat ekspresi Andra ia jadi ingat diagnosis dokter yang bilang bahwa Andra kemungkinan punya masalah psikis.
"Ya udah deh, terserah lo aja," kata Freya akhirnya sambil menarik kembali handphone-nya dan memasukkannya ke dalam tas.
"Oh iya, gue mau pulang bentar. Lo nggak apa-apa gue tinggal bentar?"
"Lo pulang aja. Urusian aja skripsi lo. Nggak usah dateng lagi juga nggak apa-apa. Gue bisa sendiri," balas Andra datar.
"Nggak usah gila deh. Lo aja mau bangun susah, ngomong bisa sendiri. Lagian gue juga nggak bakal ninggalin orang sakit sendirian."
"Anggep aja gue ngelakuin ini biar gue cepet kelar juga skripsi-nya. Gue mau bimbingan ke siapa kalo dosen gue sakit?"
Freya pun segera mengemasi barangnya dan berdiri lagi di samping ranjang Andra.
"Lu mau nitip apa?" tanyanya.
"Hp sama laptop aja," jawabnya.
"Laptop? Lu mau nagapain?"
"Ngurusin kerjaan lah," balas Andra dengan nada sedikit tinggi dari sebelumnya.
"Ya ampun. Orang sakit tuh istirahat aja deh. Pekerjaan lo dikerjain waktu sehat aja."
Andra terlihat kesal. Sebelum ia menjawab, Freya segera melanjutkan perkataannya: "Udah, gue pulang sebentar. Kalo ada apa-apa ngomong ke suster, kalo nggak tunggu gue dateng. Oke?"
Andra hanya menghela napas mendengar perkataan Freya. Tanpa menunggu jawaban Andra, Freya segera balik badan dan berjalan ke luar.
#salamjabo_writingmarathon
#challangemenulis3bulan
KAMU SEDANG MEMBACA
Kosan In Love [END]
RomanceApa jadinya kalo harus hidup satu kos sama cowok yang nyebelin? Freya yang terpaksa harus balik ke kos untuk menyelesaikan tugas akhirnya ternyata harus berbagi kosan dengan anak pemilik kos yang super nyebelin. Dia berulang kali harus menahan emosi...