Jalanan masih sepi saat Freya mengemudikan mobilnya. Suasana hening. Ia tak suka menyalakan musik , dan Andra yang duduk di sampingnya hanya memilih diam. Mereka berdua tengah dalam perjalanan menuju klinik Psikiater Andra setelah diteror lewat Hp oleh Zian. 12 kali misscall dan 106 chat dengan pesan yang intinya satu: Mengingatkan untuk pergi ke Psikiater. Freya sampai bingung, katanya Zian ini orang sibuk, tapi mengapa seolah terlihat tak ada kerjaan?
Freya menatap spion tengah yang masih terbungkus dengan plastik. Mobil itu memang masih baru. Setelah semua yang terjadi, ia pikir ia butuh mobil untuk pergi-pergi. Mengantar Andra contohnya. Ia sebenarnya tak berniat minta dibelikan mobil baru, tapi saat ia menelpon rumah dan meminta mang Asep untuk mengirimkan mobilnya, ayahnya justru memesankan mobil baru dari dealer terdekat. Hanya butuh waktu satu setengah jam untuk mendapatkan mobil baru. Bagi orang yang kaya raya seperti ayahnya, tentu mudah saja membeli apapun. Terlalu mudah hingga seringkali memudahkan perasaan anaknya.
Freya memang sengaja meninggal mobilnya di rumah. Ia kira ia hanya akan sebentar untuk mengurus skripsinya. Namun, siapa sangka urusan skripsinya bertambah lama ditambah beberapa hal yang terjadi diluar dugaannya yang membuatnya berpikir sangat membutuhkan mobil untuk transportasinya.
"Habis ini belok kiri," ujar Andra mengarahkan.
"Oke" balas Freya. Ia pun segera menyalakan lampu sein dan berbelok ke arah kiri. Hampir saja ia keluar jalur karena belok kelebihan, membuat Andra berpegangan was-was.
"Lo bisa nyetir nggak sih?" Komentarnya sewot.
"Ya... Ya sorry. Gue rada nggak kebiasa. Namanya juga mobil beda."
"Kalo nggak bisa gue aja yang nyetir."
"Ih, nggak. Lo kan orang yang gue anterin," tolaknya.
Mobil itu terus melaju menuju kawasan rumah besar. Suasananya terlihat sejuk oleh rerumputan dan pohon palem yang ditanam hampir di setiap depan rumah. Mobil Freya memasuki pelataran yang luas di depan rumah dengan cat berwarna abu-putih. Klinik itu ada di pojok kanan depan rumahnya, masih dalam cakupan gerbang hitam yang mengelilinginya.
Freya dan Andra turun dari mobil dan melangkah menuju resepsionis. Klinik itu tak terlalu ramai. Dari tulisan yang Freya baca di dinding, sepertinya, dokter Varo bukan hanya membuka klinik Psikiater, tapi juga jantung. Freya sedikit heran, kira-kira, otaknya terbuat dari apa ya, sehingga bisa menyerap semua pelajaran hingga bisa membuka dua cabang praktek sekaligus.
"Selamat datang. Ada yang bisa kami bantu?" tanya seorang wanita yang berdiri di meja resepsionis membuyarkan lamunan Freya.
"E... Mau konsultasi mbak," jawab Freya.
" Atas nama?"
"Andromeda Lewis," balas Andra.
"Oh, Tuan Andra. Silakan langsung menuju ruangan dokter Varo," balasnya. Resepsionis itu terlihat lebih sopan dari sebelumnya.
"Weh, sampe hapal mbak-nya," gumam Freya pada Andra saat mereka berjalan menuju ruangan dokter Varo. Andra hanya diam tak menanggapi, ia terus saja berjalan menuju ruangan dokter Varo. Freya pun mencoba menyamakan langkahnya dengan Andra dan mengekor di belakangnya.
Ruangan dokter Varo ternyata jauh lebih luas dari perkiraan Freya. Ruangan itu terbagi menjadi dua. Satu kantor untuk dokter memberikan resep dan obat, satu lagi ruang konsultasi empat mata dengan pasien. Dari korden yang terselingkap, Freya bisa melihat ruangan yang begitu rapih dengan sofa berwarna abu-abu terletak di dekat jendela kaca besar. Ruangan itu tepat berada di belakang meja dokter Varo. Ruangan itu terlihat begitu nyaman. Dari pengaturan ruangan, hiasan yang dipasang, sampai pengaturan cahaya semuanya diperhatikan, demi kenyamanan pasien.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kosan In Love [END]
RomanceApa jadinya kalo harus hidup satu kos sama cowok yang nyebelin? Freya yang terpaksa harus balik ke kos untuk menyelesaikan tugas akhirnya ternyata harus berbagi kosan dengan anak pemilik kos yang super nyebelin. Dia berulang kali harus menahan emosi...