27. Amarah

2.6K 285 2
                                    

Sudah hampir setengah hari Freya tak keluar dari kamar. Sejak kedatangannya dengan derai air mata yang membuat mang Ujang dan bi Inah bingung semalam, ia sama sekali tak memunculkan wajahnya lagi dari balik pintu. Bi Inah pun juga berusaha mengetuk pintu untuk membujuknya makan, namun tak ada jawaban. Bahkan papanya juga mengetuk kamarnya. Dari berkata halus berusaha membujuknya, hingga mengancamnya.

"Kalau kamu nggak keluar, pernikahan kamu akan papa majukan," ujarnya mengancam. Namun tak ada suara apapun dari dalam kamar.

Freya hanya terduduk di ranjangnya menatap jendela. Pandangannya kosong, matanya bengkak karena terlalu banyak menangis. Ia bahkan masih mengenakan baju tadi malam, belum sempat ganti, juga belum sempat tidur. Satu malam penuh dihabiskannya untuk menangis. Dan kini, air matanya mulai mengering, tapi rasa sakit dalam hatinya masih meradang.

Kling, kling kling. Tiga buah pesan masuk, dari Lizzy. Ternyata, ada beberapa pesan dari kemarin yang belum terbaca.

Lizzy:

Fey, lo baik-baik aja kan?

Gue khawatir, lo pulang tiba-tiba. Apa ada masalah?

O. iya. Gue lagi mau jalan ke Bandara, Andra mau berangkat satu jam lagi.

Lo mau titip salam?

Freya melemparkan hp-nya asal. Ia menenggelamkan wajahnya dalam rangkupan lututnya. Ia sebenarnya ingin berada di bandara, menemui Andra untuk terakhir kalinya. Mengucapkan terima kasih, atau mengungkapkan perasaannya, meski ia tak terlalu yakin tentang perasaan itu.

Ia mengangkat kepalanya, lantas hanya diam memandangi jendela.

###

Papa tengah duduk di meja makan sambil meminum air putih. Ia mengesah panjang berulang kali sambil memandangi ponselnya dengan ragu. Kata-kata dan sikap Freya juga menjadi tambahan pikirannya saat ini. Ia menengguk kembali air putih itu dengan putus asa.

"Pak, pak. Gawat pak," ujar mang Ujang yang datang dengan tergopoh-gopoh.

Papa menunggu.

"Non Freya kabur pake mobil lamanya," lanjutnya.

"Apa? Mobil itu kan rusak. Kamu nggak berusaha mencegah," sergah papa sambil buru-buru berjalan mencari kunci mobil satunya.

"Saya belum sempat bilang, non Freya sudah pergi duluan." Mang Ujang ketakutan.

Tanpa banyak bicara lagi, papa segera menuju depan dan masuk ke mobilnya. Ia segera memacu mobilnya setelah mesin menyala. Sambil menyetir mobilnya, ia berharap Freya belum pergi terlalu jauh.

###

Freya memacu mobil dengan kecepatan tinggi saat tau papa mengikutinya di belakang. Rasa marah, kecewa, dan frustasi itu kembali lagi saat melihat bayang-bayang ayahnya tadi, memerintahkan dia untuk berhenti. Ia semakin mempercepat mobilnya, menghindari papa. Ia tak ingin kembali pulang, tak ingin betemu papa, tak ingin melanjutkan rencana perjodohan bisnis ini, dan tak ingin mendengar alasan apapun dari papa. Hatinya sudah terlampau sakit oleh rasa kecewa terhadap papanya.

"Freya, hentikan mobilnya sekarang!" perintah papa sekali lagi, namun Freya tak peduli. Ia berbelok tajam kekanan, sebuah jalan besar yang sering dipakai truk besar untuk mengantarkan material. Ia sempat diteriaki oleh orang-orang sekitar untuk tidak melanjutkan perjalanan karena bahaya, namun ia hanya mengacuhkannya saja.

Wush. Sebuah mobil truk besar melintas, hampir menabraknya. Semua mobil truk yang lewat tampak ugal-ugalan. Freya semakin kesal. Ia terus saja memacu mobilnya. Namun supir truk sepertinya memang telah terbiasa untuk mengemudi tak beraturan. Sebuah truk merah dengan kecepatan tinggi berusaha mendahului mobil di depannya, membuatnya harus menepi mendadak. Ia mencoba menginjak rem, namun rem di kakinya tak berfungsi. Freya panik saat sebuah truk di depannya memakan jalannya. Freya kehilangan kendali. Dengan bingung, ia pun memutuskan untuk membanting setir ke kiri menghindari truk, namun nahasnya, ia tak melihat sebuah pohon yang besar berada di depannya.

Brak! Mobil Freya menabrak pohon. Kepala Freya terbentur setir hingga mengalirkan darah dari kepalanya. Pandangannya gelap. Ia hanya bisa mendengar suara panik papanya sebelum akhirnya tak sadarkan diri.

###

"Pemirsa, sebuah kecelakaan lalu lintas baru saja terjadi di jalan Moh. Yamin. Kecelakaan terjadi antara sebuah truk dan mobil Toyota berwarna putih. Supir truk berhasil selamat, sementara pengemudi mobil Toyota mengalami luka parah. Kini korban dilarikan ke rumah sakit terdekat."

Televisi di Bandara menayangkan berita terkini. Berita itu cukup menyita perhatian orang yang ada di sana termasuk Andra, ibunya dan Zian yang tengah menunggu waktu keberangkatan.

"Wah, parah banget tuh kecelakaan. Mobilnya hancur, korbannya selamat nggak ya?" komentar Zian saat televisi memperlihatkan kondisi mobil yang menabrak pohon.

Lizzy terlihat berjalan dengan panic. Ia mengambil tasnya di dekat Zian dan memasukkan ponselnya ke dalam. Ekspresi mukanya terlihat kalut.

"Mau ke mana?" tanya Zian heran.

"Gue mau ke rumah sakit. Gue baru dapat kabar kalo Freya kecelakaan. Barusan pembantunya bilang di telepon," ujar Lizzy dengan suara bergetar.

"Hah, lo serius?" Zian tak percaya.

"Kecelakaan dimana?" tanya Andra to the point.

"Di jalan Moh. Yamin, katanya."

Mereka semua terbelalak, tak menyangka bahwa berita yang barusan mereka tonton adalah berita kecelakaan temannya.

"Gue pergi dulu ya," pamitnya.

"Gue anter," ujar Zian.

"Gue ikut," Andra menambahi.

"Loh, Andra, tapi kan kita mau berangkat," ibunya menyanggah.

"Lo gila ya?" seru Zian dan Lizzy bersamaan.

Anrda berbalik menghadap ibunya, lalu berkata: "Bu, ibu pergi dulu ya. Aku nanti nyusul. Aku bakalan kabarin tante Mia buat jemput ibu nanti. Aku minta maaf banget bu."

Ia menggamit tangan ibunya, meminta pengertian. Ibunya hanya bingung. Namun Andra sepertinya tak perlu menunggu izinnya. Ia sudah berujar kepada teman-temannya:

"Ayo guys, buruan."

Zian sebenarnya ingin mengritik tingkah laku Andra, tapi suasananya tak tepat. Lizzy sudah mengeluarkan air mata, khawatir dengan keadaan sahabatnya. Ia akhirnya segera membimbing mereka untuk masuk ke mobil.

Kosan In Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang