Cahaya Mentari telah berganti terduhnya cahaya rembulan saat mereka dalam perjalanan pulang. Freya minta mengunjungi beberapa tempat sebelum mereka meninggalkan Bandung. Baru saja setengah jam yang lalu ia menghabiskan sekotak kecil dodol Garut, dan ia kini mengeluh lapar lagi. Andra terpaksa menghentikan mobilnya di tepi jalan, di dekat penjual nasi goreng.
"Nasi gorengnya dua pak," seru Freya ceria kepada penjual nasi goreng.
"Sumpah ya. Badan kecil, tapi makan lo banyak. Lo cacingan ya?" celetuk Andra.
"Ye... nggak ya. Udara dingin bikin perut cepat lapar," dalihnya.
Andra hanya melengos. Penjual nasi goreng datang menyajikan nasi goreng di atas meja, lantas mempersilakan untuk menyantap hidangannya. Mereka berdua pun berterima kasih sebelum melahap nasi goreng di piring masing-masing.
Baru saja sesuap, telepon Freya berbunyi. Alisnya sedikit terangkat saat melihat sebuah panggilan dari papanya. Ia pun segera mengangkat telepon itu.
"Halo pa. Ada apa?" tanya Freya mengawali pembicaraan.
"Urusan kuliahmu kapan selesai?" tanya papa. Mendengar pertanyaan itu, senyumnya langsung mengembang. Baru kali ini ia merasa diperhatikan.
"Sebentar lagi pa. Freya udah daftar wisuda," ujarnya bangga. "Papa bisa datang kan di wisuda Freya bulan depan?"
Papa diam sebentar. "Tanggal berapa?" tanya papa akhirnya.
"Tanggal 17 pa."
"Ya udah, nanti papa usahain," balasnya.
Freya senang bukan kepalang mendengarnya.
"Makasih ya pa. makasih banget." Ucapnya dengan suara ringan.
"Ya udah papa tutup dulu."
"Oke. Da papa..."
Telepon ditutup. Freya bersorak-sorai bahagia sambil berjingkrak senang. Semua mata tertuju padanya, hingga Andra harus menahan malu dan terpaksa menutup mulut Freya dengan suapan krupuk yang mendadak, membuatnya hampir tersedak. Tangannya segera meraih segelas air di sampingnya, dan menengguknya.
"Ih, apaan sih," protes Freya.
"Lo ngapain sih teriak-teriak. Bikin malu aja," marah Andra.
"Yang malu kan elo," balasnya. Ia kembali tersenyum sambil menatap layar ponselnya.
Andra hanya geleng-geleng dengan tingkah laku Freya.
"Emang siapa sih yang telepon. Happy banget," ujar Andra sedikit kaku, berusaha menutupi rasa penasarannya.
"Bokap gue."
"Seseneng itu lo ditelepon bokap. Emang nggak pernah ditelepon apa sebelumnya," ledek Andra. Ia kemudian menengguk minumannya.
"Emang nggak," jawab Freya lugas yang hampir membuat Andra tersedak, kemudian memandang Freya dengan mata bulat.
"Terakhir waktu gue revisi pertama kalo nggak salah," ingatnya. Ia lantas melanjutkan melahap nasi goreng di piringnya.
"Lo nggak usah kaget gitu. Gue emang nggak terlalu deket sama bokap gue. Bokap gue sibuk. Pergi mulu. Makanya gue lebih suka traveling, jalan-jalan, daripada di rumah." Freya mulai bercerita tanpa diminta.
"Pernah ya, pas waktu kelas 10, gue nelpon mau nitip nasi goreng, eh, bokap gue udah sampe Singapore aja. Hahaha..." ujarnya diikuti kekeh renyah, meski tak serenyah hatinya sebenarnya.
"Pas waktu bisnis papa berkembang, papa makin jarang banget pulang ke rumah. Rumah itu udah kayak tempat mampir. Gue aja nggak pernah ketemu papa. Pernah jug ague bela-belain begadang, eh, papa ternyata lagi tugas ke luar kota. Makanya gue seneng banget kalo papa bisa dateng waktu wisuda."
Andra hanya diam mendengarkan. Melihat Freya dengan tatapannya yang tanpa ekspresi.
"Aduh, maaf ya, gue malah cerita. Ngebosenin kan, cerita gue," celetuknya menyadari. Ia kemudian meminum air di gelasnya hingga habis.
Tangan Andra terulur menepuk-nepuk kepala Freya, membuat tenggukannya yang terakhir tercekat. Tubuhnya mendadak kaku. Ia tak menyangka dengan apa yang dilakukan Andra.
"Nggak ngebosenin kok. Kerja bagus udah bertahan sampe sekarang," ujar Andra. Freya menatap Andra bingung. Ia mencoba menelisik kepalsuan di matanya, tapi sama sekali tak ia temukan. Sebaliknya, mata itu memancarkan ketulusan.
"Uhuk... uhuk," Freya tersedak. Ia buru-buru mengelap bibirnya dengan tisu, lantas berdiri.
"U...Udah malem. Ayo pulang, gue takut dicariin Lizzy," ujarnya sedikit tergagap.
"Mang, berapa mang. Nasi goreng dua sama air putih due gelas," ujar Freya pada penjual nasi goreng.
Ia buru-buru berjalan mendekat ke penjual nasi goreng, menghindari Andra agar tak ketahuan pipinya yang kini menjadi merah, semerah kepiting rebus. Ah, yang ditepuk kepalanya, yang bergetar malah hatinya.
###
Perjalanan dua jam setengah terasa cukup panjang. Freya terlelap dalam tidurnya lima belas menit setelah Andra memacu mobil. Andra menepikan mobilnya sebentar, mengambil sweeter rajut dari dalam tas di belakang, kemudian menyelimuti badan Freya agar tidak kedinginan.
Gadis itu tertidur pulas. Wajahnya terlihat lucu, membuat Andra tersenyum. Tiba-tiba saja, kepalanya tergerak dan bersandar di lengan atas Andra. Ia ingin memindahkannya, namun takut untuk membangunkan Freya. jadilah ia hanya memegang kemudi dengan tangan satu selama sisa perjalanan setelahnya.
Pukul 22.41, Mobil mereka telah sampai di depan kosan Freya. Freya terbangun saat mendengar suara mobil dimatikan. Matanya mengerjap-ngerjap sebentar, kemudian melihat sekeliling.
"Udah nyampe," ujarnya setengah menguap. Ia meregangkan tangannya.
"Lo mau turun dulu?" tanya Freya.
"Nggak deh. Udah malem, takut nyokap gue nungguin," balasnya.
"Oke deh. Nih," uajrnya sambil memberikan kembali sweeter rajut yang ia pakai entah sejak kapan.
"Buat lo aja. Kalau keluar malem dipake. Musim pancaroba, udara lebih dingin daripada biasanya."
Freya tersenyum.
"Siap pak dosen," ledek Freya. Ia lalu tersenyum, lantas mengambil barangnya dan membuka pintu mobil.
"Makasih ya buat hari ini," ucapnya. "Goog night."
Ia kemudian berjalan masuk ke dalam. Andra menatap punggung gadis itu sampai hilang di balik pagar.
Ia memegang lengannya yang kini terasa kaku akibat menopang kepala Freya. Ia meringis kesakitan saat tangan kanannya memijat pelan.
Andra mengesah panjang. Ia kemudian tersenyum. Rasanya hatinya begitu senang saat mengingat tingkah laku Freya. Entah sejak kapan, Freya telah mendominasi otaknya. Andra merasakan jantungnya berdebar bersamaan dengan senyum yang kian mengembang. Ia kini menutup matanya, mencoba membayangkan seseorang. Dan orang yang pertama muncul adalah Freya yang tersenyum. Andra menyadari kini, kalau ia memang jatuh hati pada Freya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kosan In Love [END]
Roman d'amourApa jadinya kalo harus hidup satu kos sama cowok yang nyebelin? Freya yang terpaksa harus balik ke kos untuk menyelesaikan tugas akhirnya ternyata harus berbagi kosan dengan anak pemilik kos yang super nyebelin. Dia berulang kali harus menahan emosi...