[Mbak tasnya sudah sampai. Aku sudah buka. Keren banget. Kalau kaya gini aku enggak kapok belanja di Mbak.] pesan dari salah satu pelangganku.
Tak berselang lama, dia mengirimkan foto tas berwarna merah dengan bahan kulit.
Aku membalas pesannya dengan ucapan terima kasih karena telah berbelanja di online shop milikku disertai emotikon hati.
Siang itu aku sedang duduk santai di depan rumah sambil mengunggah foto barang daganganku ke semua sosial media yang aku punya.
Aku juga membalas pesan dari calon pembeli yang bertanya harga serta keterangan produk yang aku jual.
“Mama.” Dari kejauhan, Mahreen pulang. Dia berlari dengan membawa boneka beruang berwarna cokelat. Entah dari mana dia mendapatkannya.
Melihatnya pulang, gegas aku berdiri untuk menyambut kedatangannya.
“Mama.” Mahreen berhambur memeluk tubuhku.
Aku membalas pelukannya dan mendaratkan ciuman di pipi kanan-kirinya.
“Ma, Mahreen diberi boneka sama teman Papa.” Mahreen menunjukkan boneka yang ada di tangannya.
“Teman Papa?” Aku mengernyitkan dahi.
Mahreen lantas menceritakan padaku sosok wanita yang memberinya boneka. Katanya wanita itu tadi menghampiri Mahreen saat pulang sekolah. Dia mengaku sebagai sahabat papanya.
Aku yakin, wanita itu pasti Bunga. Dia pasti mencoba untuk mendekati putriku dan mengambil hatinya.
Aku tak bisa membiarkannya merebut semua yang aku miliki, termasuk anakku. Dia sudah mengambil Mas Aan, jangan sampai dia mengambil Mahreen juga.
Aku menasihati Mahreen agar tidak menerima barang apa saja dari orang yang tidak dikenalnya. Aku memberitahunya juga agar tidak dekat dengan sembarangan orang. Aku bilang padanya bisa saja orang tersebut mengaku sebagai teman papa dan mamanya lalu menculiknya.
“Mahreen, kelihatannya bonekanya jelek. Bagaimana kalau mama belikan yang lebih bagus lagi.” Aku mencoba membujuk Mahreen. Aku ingin membuang boneka itu. Aku tidak ingin ada barang pemberian Bunga di rumah ini.
“Ini Bagus loh, Ma.” Mahreen memandangi bonekanya. Dia bahkan mengamatinya dengan memutar-mutar boneka tersebut.
“Lihat ini, Sayang.” Aku menunjuk jahitan boneka. “Jahitannya tidak bagus dan ini.” Kupegang bulu-bulu boneka. “Kasar. Tidak cocok untuk kulitmu.”
“Gitu ya, Ma. Padahal bonekanya bagus.”
Mahreen tampak kecewa mendengar perkataanku. Dia sepertinya sangat menyukai boneka itu.
“Iya, Sayang. Bonekanya yang ini kita kasihkan Sari saja, ya. Habis ini mama belikan yang lebih bagus dan gede.”
“Bener ya, Ma.”
“Iya, Mahreen ganti baju dulu, terus kita berangkat beli boneka.”
“Hore!” Mahreen meloncat-loncat bahagia.
Beruntung, Mahreen anak yang pengertian, jadi dia mau menuruti perkataanku.
***
“Kita cari makan dulu ya, Sayang, sebelum pulang,” ajakku setelah Mahreen membeli boneka yang diinginkannya.
Mahreen memilih boneka beruang seperti tadi dengan ukuran yang lebih besar.
“Ma, Mahreen mau itu.” Mahreen menunjuk sebuah tempat makan yang menyediakan menu ayam tepung.
Kami duduk di kursi yang berada di depan. Kebetulan tempat makan siang itu sangat rame.
“Eh ... kenapa kamu mau dijadikan istri kedua.”
Tanpa sengaja aku mendengar perbincangan orang yang makan di bagian dalam. Namun, aku tidak bisa melihat wajah mereka dengan jelas karena terhalang dinding.
Aku bisa mendengar percakapan mereka karena kami sama-sama duduk di dekat pintu. Bedanya aku di luar, mereka di dalam.
“Aku tuh hanya mau duitnya aja. Mas Aan orangnya enggak pelit.” Aku masih mengenali suara itu. Bunga.
Aku terus menguping pembicaraan mereka. Aku ingin tahu apa yang sebenarnya diinginkan oleh wanita itu.
“Tiap minta apa aja dia selalu kasih. Namun, sayang. Semua harta yang ada, milik istrinya, termasuk mobil yang dikendarainya, karena itulah aku mau dimadu. Kalau dia sampai pisah sama istrinya, mobil yang dikendarainya. Pasti tuh diminta sama Nenek Lampir itu. Aku tidak maulah kalau ke mana-mana hanya naik motor doang. Masak cantik-cantik gini ke mall bonceng motor.”
Serempak mereka tertawa. Sepertinya Bunga tidak bersama dengan satu orang saja, melainkan ada teman lain yang bersamanya. Aku bisa mengetahuinya dari riuh tawa mereka.
Dari pembicaraan mereka, aku menjadi tahu kenapa Bunga mau menjadi istri kedua. Dia hanya menginginkan uang Mas Aan.
Oke kalau begitu. Aku akan memiskinkan Mas Aan agar wanita itu tidak lagi mendekatinya. Aku akan menguras habis uang yang ada di ATM-nya. Tidak hanya itu, aku juga akan meminta Mas Aan berangkat bekerja mengendarai sepeda motor.
Biar tahu rasa tuh si Bunga. Dia tidak akan lagi bisa menikmati fasilitas yang aku berikan selama ini untuk Mas Aan. Mobil yang dikendarainya, aku yang beli.
Beruntung aku tidak meminta uang belanja lebih. Jadi, dia masih punya tabungan. Kurang gimana aku, hingga dia berani menduakanku.
“Kalau aku mah ogah sama pria kere macam Aan yang hanya mengandalkan harta istrinya,” celoteh salah satu orang yang bersamanya.
“Itu mah, gampang! Tinggal pandai-pandainya kita aja. Caranya poroti dia,” kata Bunga.
Aku semakin geram mendengarnya.
“Mau memoroti gimana? Lha wong hartanya semua milik istrinya,” ujar salah satu temannya.
Benar juga kata tuh orang. Mana bisa dia memeloroti harta Mas Aan. Dia enggak punya apa-apa. Apalagi nanti setelah aku miskinkan pria itu. Apanya yang mau diporoti. Biar tahu rasa tuh, wanita enggak ada akhlak.
“Lihat aja. Aku pasti bisa melakukannya. Permainan akan segera dimulai,” tegas Bunga.
Mendengarnya aku tertawa dalam hati.
‘Ok Bunga. Aku siap bermain denganmu,’ batinku.Bersambung ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Suamiku Mau Menikah Lagi, Aku Miskinkan Dia (TAMAT)
Romance"Mas, siapa wanita itu?" Aku menunjuk wanita yang ikut pulang bersama Mas Aan. "Dek, kita bicarakan di dalam, ya. Tidak enak kalau dilihat orang." Kami masuk ke dalam rumah . "Athira, izinkanlah aku untuk menikah lagi?" Mas Aan memandang wanita can...