Ketahuan Belangnya

22.9K 988 25
                                    


Setelah kepergian Mas Aan, aku duduk santai di teras sambil mengunggah barang daganganku di grup reseller  dan sosial media. 

Usai mengunggah barang dagangan, aku membayangkan ekspresi Bunga saat dijemput Mas Aan menggunakan sepeda motor. Pasti dia seperti cacing kepanasan dan marah pada pria itu.
Apalagi ketika dia meminta uang untuk belanja. Pasti Bunga akan tambah kecewa saat Mas Aan bilang tak punya uang. Mereka pasti tak bisa asyik jalan-jalan dan bersenang-senang lagi.

Aku lantas masuk ke dalam rumah untuk bersiap-siap untuk ke acara salah satu resellerku—Fani. Dia memintaku untuk datang ke acara syukuran kelahiran anak pertamanya.


***

Ketika dandan aku mendengar bel pintu berbunyi. Entah siapa yang datang. Mahreen, belum saatnya dia pulang sekolah baru juga pukul 09:00.
“Iya, sebentar.” Bergegas aku memakai lipstik, menyambar tas yang sudah aku siapkan sejak tadi di atas meja, dan keluar untuk melihat siapa yang datang.

Betapa terkejutnya aku saat membuka pintu. “Kamu!” Bunga sudah berdiri di depan pintu.

Bisa-bisanya dia keluar pada jam kerja. Wajah wanita itu ditekuk. Kedua tangannya dilipat didada. Sepertinya dia sedang terbakar emosi.

“Mau apa kamu ke sini? Aku mau pergi tidak ada waktu untuk bertemu wanita seperti kamu.” Aku menunjuknya.

“Sombong!” Dia menatapku sinis. “Aku hanya mau penjelasan darimu tentang apa yang kamu lakukan pada Mas Aan?”

Aku memalingkan wajah. Aku tertawa mendengar pertanyaannya. “Apa yang aku lakukan? Dia itu suamiku. Mau aku apa kan dia, bukan urusanmu.” Aku mendorong tubuh Bunga menggunakan jari telunjukku.

Dia memandangku tak suka. “Heh!” Bunga mengibaskan tangannya di baju yang bekas aku sentuh. “Kamu jangan keterlaluan ya!” Dia menunjuk tepat di depanku. Dia menatapku nyalang. “Aku enggak terima ya, kamu ambil mobil Mas Aan dan menguras habis isi rekeningnya.”

“Apa kamu bilang?” Aku mendekatkan telinga ke wajahnya dan pura-pura tak mendengar apa yang dikatakan oleh wanita itu.

“Jangan pura-pura kamu, ya!”
Mendengar perkataanku, Bunga tampak kesal.

“Pura-pura? Kamu tuh yang pura-pura! Dasar wanita berwajah dua.” Aku berbicara tepat di depan wajahnya.

“Apa maksudmu?”

Aku tertawa mendengar pertanyaannya.

“Kamu itu hanya pura-pura baik di depan Mas Aan. Pakai sok baik lagi sama anak aku.” Aku melipat tanganku di dada, memedangnya. “Aku tahu apa yang sebenarnya kamu inginkan, uang kan? Jangan ngimpi.”

Aku membalikkan badan untuk mengunci pintu dan pergi meninggalkannya yang masih berdiri di depan rumah. Aku masuk ke dalam mobil yang milikku yang biasa dipakai oleh Mas Aan. Sebelum melajukan mobil, aku menekan keras klakson untuk memanasi wanita itu.

Benar saja, aku bisa melihat dari kaca spion, Bunga beberapa kali menjejakkan kakinya di lantai. Dia tampak kesal dengan apa yang aku lakukan padanya. Biarlah, semua aku lakukan untuk memberinya pelajaran agar tidak seenaknya memanfaatkan atau merebut suami orang.

Aku melajukan mobilku menuju ke rumah Fani. Sebelum ke rumahnya aku berencana mampir ke toko perlengkapan bayi untuk membelikan hadiah bayi Fani terlebih dahulu.

Suamiku Mau Menikah Lagi, Aku Miskinkan Dia (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang