Ending Versi WP

26.4K 652 22
                                    


"Maaf, carilah wanita lain yang sepadan dan lebih pantas untukmu. Aku pun belum siap untuk kembali membina rumah tangga," ucapku seraya menatap hujan yang jatuh membasahi bunga di halaman.

"Aku menghargai keputusanmu. Namun, aku berharap, suatu saat kamu bisa berubah pikiran dan mau menerimaku."

Aku menatap Saman. Seperti ada kesungguhan di mata pria itu.

Pria itu berdiri. "Baiklah, sudah malam. Aku pulang dulu."

Aku ikut berdiri untuk mengantarkan kepulangannya.

"Masih hujan, apa mau aku antar hingga ke mobilmu?" tawarku.

Saman menolaknya. Dia memilih berlari menerjang hujan. Sebelum melajukan mobilnya dia menekan klaksonnya. Aku pun menganggukkan kepala. Mobil yang dikendarai Saman pun melaju, menerjang derasnya hujan.

Setelah kepergiannya, aku kembali masuk ke dalam dan menyusul Mahreen ke kamar.
Mahreen sudah tertidur, ketika aku masuk ke dalam kamar. Aku duduk di tepi ranjang, memandang wajah cantiknya. Lembut, aku membelai rambutnya.

Ah ... apakah kamu bahagia hidup tanpa seorang ayah, Nak? Mama juga takut, jika menikah lagi suami mama kelak tidak bisa menyayangimu seperti mama.

Aku mencium kening Mahreen, sebelum beranjak bangun. Aku berjalan dan berdiri di depan jendela.

Aku menyikap tirai agar bisa memandang hujan yang masih berjatuhan.

***

Hidup menjadi single parent memanglah tak mudah. Aku harus menjadi sosok ibu, sekaligus ayah untuk Mahreen.

Aku juga harus pandai. membagi waktu antara mengurus jualan online dan bersama Mahreen. Apalagi, jualan online juga semakin ramai. Resellerku juga bertambah. Memang, sebelum berpisah dengan Mas Aan aku sudah melakukannya tanpa kesulitan. Akan tetapi, semua pasti terasa berbeda tanpa kehadiran seorang suami.

"Ra." Mesi menghampiriku yang sedang mengecek barang-barang yang akan aku kirim nanti siang.

"Ya, ampun! Kamu cantik banget!" Aku menghampiri Mesi yang tampak cantik mengenakan gamis berwarna hijau dengan jilbab senada. Aku memandangnya dari ujung kepala sampai ke ujung kaki.

"Aku ingin berhijrah, Ra. Alhamdulillah, aku mendapatkan suami yang bisa membimbingku menjadi pribadi yang lebih baik lagi."

Mendengarnya aku merasa iri. Memiliki suami yang mampu menuntunku menuju ke jalan kebaikan. Ingin rasanya aku berhijrah seperti Mesi. Semoga kelak, aku bisa mengikuti jejak langkahnya.

"Ra, ada yang ingin aku sampaikan," ucap Mesi.

Aku lantas mempersilakan Mesi duduk di kursi. Entah apa yang ingin dia katakan. Tidak biasanya, Mesi ingin berbicara serius denganku.

"Apa yang ingin kamu katakan, Me?" Aku memandangnya.

"Saman kemarin ke rumah. Dia membicarakanmu." Mesi memegang tanganku. "Dia sangat mencintaimu, Ra. Aku tahu, kamu belum bisa melupakan rasa sakit dikhianati oleh Aan. Namun, percayalah, Saman itu pria yang baik."

Aku tersenyum memandang Mesi. "Aku tahu dia pria yang baik. Masa idahku juga belum selesai, Me. Aku juga masih ingin sendiri untuk memperbaiki diri dan menjadi wanita yang lebih baik lagi. Sampaikan maafku untuknya. Aku yakin pasti akan ada wanita yang lebih baik untuknya suatu saat nanti."

"Aku berharap kamu bisa mempertimbangkan Saman, Ra."

Aku tak tahu harus menjawab apa. Tampaknya Mesi, menaruh harapan besar padaku. Akhirnya aku hanya menanggapinya dengan tersenyum.

"Aku pulang dulu, Ra." Mesi berdiri.
Aku juga berdiri untuk mengantarkan kepulangannya.

"Aku harap suatu saat kamu bisa menerima Saman." Mesi menepuk pundakku seraya tersenyum.

Suamiku Mau Menikah Lagi, Aku Miskinkan Dia (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang