Buaya Betina
“Mana duitnya.”
Datang-datang Bunga mengulurkan tangan seraya menggesekkan jari telunjuk dan jempolnya di hadapanku.
Bukannya bertanya bagaimana keadaanku, sudah makan atau belum? Di otaknya hanya ada uang, uang, dan uang.
Malam itu aku sedang duduk ruang tamu di temani air mineral dalam kemasan gelas dan sebungkus roti seharga seribu karena memang aku tak punya uang.
“Aku enggak punya uang,” jawabku lesu.
Dari mana aku bisa mendapatkan uang? Cari pinjaman untuk makan aja susah.
Bunga lantas duduk di kursi yang letaknya berhadapan denganku. Dia melipat tangannya di dada dengan wajah cemberut.
“Kamu sudah ketemu Athira belum? Dia mau enggak balikan sama kamu?” tanyanya.
Memang ide untuk kembali bersama dengan Athira adalah dia. Bunga memintaku untuk kembali pada Athira dan tetap berhubungan dengannya secara sembunyi-sembunyi.
“Dia enggak mau rujuk sama aku.”
Aku lantas menjelaskan pada bunga kalau Athira pasti sudah terlanjur sakit hati dengan apa yang aku perbuat padanya.
Sebenarnya aku juga berat untuk melepaskan Athira. Dia istri yang baik dan mandiri.
“Apa?! Harusnya kamu bujuk dia, bagaimana pun caranya.”
Aku memang ingin kembali lagi dengan Athira dan lepas dari Bunga. Rasanya aku sudah jengah dengan sikap wanita itu.
“Aku sangat paham dengan sifat Athira. Dia tidak akan mau menerimaku lagi.”
“Ya sudah kalau dia enggak mau. Yang aku mau uang. Bagaimana pun caranya, kamu harus bisa memberiku uang.”
Astaga ... wanita itu masih saja membahas soal uang.
“Bagaimana caranya aku bisa dapat uang dalam waktu yang singkat? Aku baru gajian akhir bulan. Enggak mungkin juga aku kerja sambilan, karena kerjaku terikat,” aku mencoba menerangkan pada wanita itu. Akan tetapi, semua sia-sia. Karena Mau tidak mau hanya uang diinginkan oleh Bunga.
“Kalau kamu tidak mau memberiku uang, lebih baik kita udahan, bye!” Bunga berdiri dan berjalan meninggalkan rumahku.
Melihat perlakuan Bunga, aku teringat bagaimana dulu Athira membanting tulang di negeri orang agar kehidupan kami menjadi lebih baik lagi. Dari hasil kerja Athira, kami bisa memiliki rumah yang lebih layak huni . Bukan hanya itu, berkat Athira juga aku bisa bekerja di sebuah perusahaan dengan membayar biaya yang dibayar oleh istriku tersebut.
Selain itu Athira juga memakai uangnya untuk modal berjualan Online dan sisanya dia tabung. Dia bekerja di luar negeri selama empat tahun. Dia berangkat ketika usia Mahreen satu tahun. Hingga jualan Online Athira maju seperti sekarang ini dan memiliki beberapa reseller.
Setahun berjualan Athira bisa membeli mobil. Awalnya dia membelinya agar dia mudah saat membawa barang yang akan dikirim ke kantor pos. Dia merasa kesulitan saat mengirim barang menggunakan motor. Namun, pada kenyataannya, mobil aku yang mengendarai.
***
“Bro kenapa kamu kelihatan pucat sekali? Kamu baik-baik saja ‘kan?” tanya Soni—rekan kerjaku. Ketika aku baru tiba di tempat kerja.
Badanku memang rasanya lemas sekali, mungkin karena dua hari tidak makan. Aku juga merasakan panas dingin di sekujur tubuhku.
Apalagi selama ini aku tertekan dengan permintaan Bunga yang setiap hari meminta uang padaku.
Aku menggelengkan kepala seraya tersenyum pada Soni. “Aku baik-baik saja, Bro. Mungkin karena kurang tidur saja.”
“Ok, Bro. Lain kali jangan banyak bergadang. Jaga kesehatan.” Soni menepuk pundakku sebelum dia berlalu meninggalkanku.
Aku bekerja sebagai staf gudang di perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan makanan instan.
Awalnya aku masih bisa bekerja seperti biasa. Lama kelamaan tubuhku semakin lemas dan pada akhirnya aku terjatuh di lantai.
“Bro.” Soni membantuku duduk di kursi.
“Aku baik-baik saja,” ucapku memegang kepala yang terasa berputar, tubuh juga rasanya menjadi ringan.
Soni, beberapa teman yang menghampiri, serta atasanku. menyarankan agar aku pulang untuk beristirahat.
Aku pun akhirnya pulang di antarkan Soni setelah mengurus izin pulang lebih awal.
***
“Kamu itu apa-apaan sih, pakai acara sakit segala.”
Bunga terus saja mengomel. Pagi-pagi dia sudah datang ke kontrakan. Seperti biasanya, kali ini dia juga mau meminta uang. Seperti biasanya juga aku bilang tidak punya.
“Kamu masak apa hari ini? Aku lapar.”
Sedari malam memang aku belum makan. Badanku rasanya masih lemas, mau turun dari ranjang saja rasanya tidak bisa.
Aku lantas menerangkan padanya kalau akhir-akhir ini aku sedikit kesusahan untuk membeli makanan.
“Aku enggak peduli, mau kamu sudah makan atau belum, bukan urusanku. Yang aku mau hanya uang!”
Bunga berjalan meninggalkan rumah.
Aku lantas kembali merebahkan diri di atas tempat tidur dan memejamkan mata.
***
Hari sudah mulai sore, perutku rasanya keroncongan. Ingin keluar untuk membeli roti, badanku rasanya lemah sekali.
Pada saat seperti ini aku kembali teringat pada Athira. Ketika aku sakit, dia sangat telaten dan sabar merawatku.
“Assalamualaikum.”
Terdengar seorang wanita mengucapkan salam seraya mengetuk pintu. Aku tahu itu suara Athira. Bergegas aku berdiri untuk membukakan pintu.
“Papa.” Mahreen berhambur memelukku.
Aku sebenarnya juga begitu merindukan mereka.
Aku lantas meminta mereka untuk duduk ruang tamu.
Aku sedikit risi, melihat Athira memandang ke setiap sudut rumah. Memang rumah yang aku tempati tak sebagus rumah yang dimilikinya.
Athira lantas memberondongku dengan berbagai pertanyaan. Apakah aku sudah ke dokter? Sudah makan atau belum?
Aku menjawabnya hanya dengan menggelengkan kepala. Bagaimana mau ke dokter, untuk makan saja susah.
Athira lantas memesankanku makanan dari aplikasi. Dia juga menyerahkan uang lima juta yang tempo hari dia ambil dari rekeningku. Sepertinya dia paham dengan kondisiku saat ini.
Aku akan menggunakannya untuk biaya sehari-hari dan menyewa kontrakan yang lebih layak lagi.
Ketika kami sedang makan, tiba-tiba Bunga masuk ke dalam rumah. Dia tampak marah melihat kehadiran Athira dan Mahreen.
“Kamu sedang apa sini?!” tanya Bunga menatap Athira.
Athira menjawab pertanyaan Bunga dengan mengatakan hanya menjengukku saja. Dia lantas pulang bersama Mahreen.
Setelah kepergian mereka. Bunga marah padaku.
“Mana bagi uang!” Bunga mengulurkan tangan padaku.
“Uang apa?”
“Aku tahu, pasti istrimu itu memberimu uang ‘kan? Sini uangnya.”
Bunga mencoba merogoh saku celana dan bajuku.
Beruntung uang yang diberikan Athira tadi sudah aku simpan.
“Dia tidak memberiku uang.”
“Bohong!”
Akhirnya aku memberinya satu juta.
“Cuma segini.”
Ah ... wanita itu emang tidak ada puasnya.
“Cuma itu yang aku punya. Kalau tidak mau sini uangnya.” Aku mengulurkan tangan.
“Baiklah.”
Wanita itu pergi meninggalkanku begitu saja.
Aku lantas kembali merebahkan diri untuk beristirahat dengan harapan esok badanku akan kembali segar.
***
Hari ini aku belum masuk bekerja karena kondisi tubuh yang belum begitu fit. Aku juga berencana akan mencari kontrakan yang lebih layak dengan uang yang kemarin diberikan oleh Athira.
Namun, sebelum mencari kontrakan aku terlebih dahulu akan menjemput Mahreen di sekolahnya.
Kemarin putri kecilku itu tampak masih merindukanku, karena itulah aku ingin menemuinya terlebih dahulu.
Bergegas aku mengeluarkan motor dari rumah dan mengendarainya pelan melewati gang sebelum ke jalan raya.Beberapa meter aku mengendarai motor, aku melihat mobil P***ro sport berwarna hitam terparkir di depan rumah Bunga.
Di teras Bunga dan seorang pria berjalan menuju ke arah mobil tersebut. Sejenak, Bunga melirikku, aku pun memandangnya.
Bunga ibarat lintah yang suka menggerogoti mangsanya dan pergi setelah merasa kenyangVersi lengkap ada di KBM App dan Joylada
Kalau ada yg mau versi PDF-Nya bisa inbok ya, kalau di sini lama balasnya bisa ke FB Ayra N Farzana
KAMU SEDANG MEMBACA
Suamiku Mau Menikah Lagi, Aku Miskinkan Dia (TAMAT)
Romance"Mas, siapa wanita itu?" Aku menunjuk wanita yang ikut pulang bersama Mas Aan. "Dek, kita bicarakan di dalam, ya. Tidak enak kalau dilihat orang." Kami masuk ke dalam rumah . "Athira, izinkanlah aku untuk menikah lagi?" Mas Aan memandang wanita can...