04

36 2 0
                                    

[Hari pertama liburan setelah PAS dan pembagian Raport]

Rama Dwi Cahyono

Pernah gak sih kalian merasa kalau apa yang telah terjadi selama ini akhirnya bisa membuatmu lega? Seperti perasaan terbebani untuk melakukan sesuatu tapi terasa lega karena sudah menemukan caranya untuk berhenti merasa tersakiti

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pernah gak sih kalian merasa kalau apa yang telah terjadi selama ini akhirnya bisa membuatmu lega? Seperti perasaan terbebani untuk melakukan sesuatu tapi terasa lega karena sudah menemukan caranya untuk berhenti merasa tersakiti.

Sejak dulu sekali, bagi Rama, sekolah itu bukan hanya aktifitas dirinya sebagai anak dari sebuah keluarga. Tetapi sekolah juga adalah sebuah keharusan, kewajiban, tuntutan, tekanan, dan beban yang berat. Karena selain belajar, Rama juga diharuskan untuk berada ditingkat yang tinggi. Bukan hanya memenuhi sebuah kewajiban untuk sekolah, tetapi kewajiban itu justru berganti untuk menjadi yang terpintar di sekolah. Bukan hanya tuntutan untuk tetap memenuhi nilai rata-rata, tetapi juga tuntutan untuk berusaha 'lebih' daripada yang lain.

Hal itu mengakibatkan rasa yang berlipat ganda bagi Rama. Dia tahu setiap pelajar pasti pernah merasa tertekan atas kewajibannya. Tetapi perasaan yang Rama rasakan lebih daripada itu. Dia seringkali berada pada tingkat frustasi hanya karena memenuhi kewajiban untuk menjadi si nomor satu. Beban yang awalnya terasa berat, terasa semakin berat karena dipaksa untuk mengerti posisi keluarga diumurnya yang harusnya masih bisa bersenang-senang. Rama tahu, mengerti kondisi keluarga juga kewajibannya sebagai anak. Namun bagaimana jika hal itu menjadi jalan untuk menutup kesenangan Rama di masa remaja?

Saat anak-anak lain bisa bermain sepulang sekolah, bisa berlibur di saat waktu senggang, bisa bercanda di kelas sewaktu jam kosong, lalu kenapa Rama berbeda? Dia gak bisa bermain sepulang sekolah karena mengejar waktu les yang bukan hanya satu dalam sehari. Les matematika dan les bahasa Inggris setiap hari, les kimia dan fisika seminggu sekali, belum lagi untuk persiapan olimpiade-olimpiade yang harus dia ikuti meskipun bukan sebuah kewajiban untuk mengikutinya.

Dwi Cahyono—papanya—yang super ketat menjaga belajarnya itu gak pernah memberikan Rama kesempatan untuk berlibur apalagi berekreasi ke tempat wisata kecuali jika itu liburan dari pihak sekolah.

Seandainya sewaktu kelas sepuluh, Rama gak ketemu Selatan, Wawan dan Raihan, mungkin bisa jadi hingga hari ini dia tetap akan menjadi murid yang asik di kelas untuk belajar pada jam istirahat. Ataupun murid yang sibuk bolak-balik antara perpustakaan dan kelas tanpa berniat untuk mengubah jalurnya ke kantin.

Lalu siapa sangka, di saat posisinya yang terus merasa tertekan, Rama justru bertemu orang-orang yang bisa membuatnya lebih merasa ringan menjalani kehidupannya.

Contohnya Amara. Gak ada yang tahu siswi baru itu pernah menyarankan Rama agar lebih menerima alur kehidupannya yang terasa berat dibandingkan terus mengeluh. Meskipun kehadiran Amara dalam kehidupan Rama hanya seperti seorang figuran yang datang sekilas, tetapi tetap saja sosoknya mampu membuatnya memandang kehidupan yang dilaluinya dengan lebih baik.

Lalu sosok yang lainnya yang membuat Rama merasa lebih ringan, tentu saja Syakila orangnya. Jika orang-orang menganggap Syakila hanya seorang siswi biasa, tetapi lain untuk Rama. Syakila yang ia kenal adalah orang yang penuh perhatian, lemah lembut, dan penyayang. Dari Syakila juga Rama belajar untuk lebih menghargai apa yang telah Tuhan berikan untuknya. Sifat Syakila yang lemah lembut membuat Rama menyadari bahwa dunia yang luas ini tidak melulu dipenuhi oleh hal kasar sebagaimana yang ia lihat dalam dunia kecilnya; keluarganya.

Without YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang