07

27 2 0
                                    

"Woy parah lo. Tadi lo mau ngapain? Mau nonjok Amara?"

Udara malam hari yang terasa dingin makin membuat menggigil akibat kemarahan Selatan malam itu. Rama yang tadinya sibuk belajar di kamarnya diseret ke kedai kopi—tempat mereka kumpul biasanya—hanya untuk mendengar kekesalan lelaki itu.

"Gue gak niat mukul dia kok. Cuma geregetan aja." Rama membela diri.

Perlu diketahui. Tingkat geregetan Rama itu gak bisa disepelekan. Soalnya kalau geregetan dengan ketiga sahabatnya pun, Rama bukan hanya sekedar mencubit pipi atau mengusak rambut. Tapi bisa sampai memukul, menjitak, mencekik leher dengan lengannya. Ya, untung saja yang diperlakukan begitu itu Selatan, Wawan dan Raihan yang terhitung kuat karena mereka laki-laki. Lain halnya dengan Amara bila menghadapi amarah Rama. Bagaimana kalau tadi Rama gak bisa mengontrol emosinya? Apakah akan berakibat fatal?

"Gue gak ringan tangan, Tan," ucap Rama, menepis semua persepsi buruk di kepala sahabatnya.

Selatan menghembuskan napas dengan kasar. Suaranya sampai terdengar meskipun suasana kedai kopi saat itu sedang ramai. Setelah itu, dia gak berbicara lagi dan sibuk menyesap kopi Expresso miliknya.

"Ini kenapa makin runyam sih?" Wawan yang merasa menjadi satu-satunya pihak yang damai karena gak memiliki permasalahan alias menjadi satu-satunya pihak penengah memutuskan untuk berbicara. Namun bukannya menenangkan situasi, Wawan ikutan merasa kesal karena ketiga sahabatnya saling memendam emosi masing-masing.

"Ya, lagian. Jangan bawa-bawa cewek gue dong!" seru Selatan.

"Cewek lo apanya? Jadian aja belum." Raihan membalas. Ia yang awalnya masih menyandarkan punggung ke sandaran kursi akhirnya bersuara.

Selatan gak marah. Ia malah menjadi pundung karena tahu bahwa ucapan Raihan itu benar adanya.

Keheningan sempat tercipta diantara keempat orang yang bersahabat itu sampai suara berat Raihan memecah keheningan. "Ayo saingan yang bener, Ram."

Sekali lagi Raihan berbicara serius pada Rama. Ia harap lelaki di hadapannya itu menangkap maksudnya yang gak main-main. Apalagi setelah melihat sendiri bahwa Raihan benar-benar ingin memperjuangkan Syakila.

Sayangnya, bukannya menjawab, Rama justru mendecak lebih dulu. Matanya berkilat saat mengarah pada Raihan. Sekali lagi Raihan mendapatkan tatapan seperti itu dari Rama seakan-akan Raihan benar-benar mengusik ketenangannya.

"Saingan apa sih?" sergah Rama.

Sebelum Raihan membalas lagi, Wawan menyela lebih dulu, "ini beneran ribut karena cewek?"

Wawan benar-benar gak habis pikir pada ketiga sahabatnya. Pasalnya semua inti permasalahan mereka memang mengarah ke sana. Titik terlemah bagi seorang lelaki; perempuan. Apalagi setelah mendengar Rama melanjutkan perkataannya, semakin mendidih saja hati Wawan.

"Gue lebih sayang sahabat daripada cewek."

"Lah, lo gak sadar apa gimana sih?" Lagi-lagi Wawan menyela obrolan. "Yang lagi lo lakuin justru gak membuktikan bahwa lo 'lebih sayang sahabat'."

Setelah mengucapkan itu, Wawan mengambil ponselnya di atas meja. Ia pergi dari sana begitu saja karena merasa jengah pada ketiga sahabatnya. Diikuti Selatan setelahnya.

Keheningan menyapa lagi untuk mereka yang tersisa. Rama dan Raihan. Mereka sempat saling melempar tatapan tajam seakan saling menyalahkan satu sama lain atas kepergian kedua sahabatnya.

"Lebih sayang sahabat apanya." Raihan menyindir.

Suara tawa yang dipaksakan terdengar dari Rama yang otomatis mengagetkan Raihan. Ya, gimana gak kaget. Mereka sedang serius-seriusnya, lantas mengapa Rama tertawa?

Without YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang