Pada hari jum'at, seperti biasanya murid-murid mulai berdatangan memasuki area sekolah, "Eh, kemaren lo galak banget sih... masa teriak di telinga cewek," sambil menuruni motor, Yuhi menggerutu dengan tangan menanggalkan helm.
Haechan tersenyum, memutuskan menerima helm dari Yuhi terlebih dahulu sebelum turun dari motor. "Nggak, gak galak kok... Haechan kan baik kalo sama Yuhi." Dengan sok imut Haechan memajukan bibirnya.
Yuhi mengernyit jijik, "Najis."
Di saat yang sama, Maudy baru selesai menapaki anak tangga bersama Renjun. "Eh, tangan diinjek tuh sakit banget tau... lo rasain deh entar." Maudy membahas masalah sidak lapangan kemarin. Renjun tersenyum saja mendengarnya.
"Tau," tangan Renjun bergerak memegang pucuk kepala Maudy karena gemas. "Lagian gue nggak bakal kayak gitu kalau bukan karena orangnya yang ngeselin... masa udah diajarin masih aja salah, otaknya dimana?" Ia beralih mencubit pipi Maudy, langkah kaki bahkan mengikuti gadis itu menyusuri koridor kelas di lorong sebelah kiri.
Maudy berhenti melangkah saat sadar terasa ada yang salah. "Langsung aja ke kelas lo sana." Ia mengelus pipi karena ternyata cubitan Renjun lumayan sakit juga. "Nggak usah anterin gue..."
Lagi-lagi Renjun tersenyum dengan tangan memegang kepala Maudy. "Mau nganterin."
"Gak usah."
"Mau," kukuh Renjun.
Lalu munculah seorang Ana yang baru selesai menapaki anak tangga. Raut wajah semangatnya tiba-tiba berubah cemberut melihat sepasang sejoli sangat menghalangi jalan. "PERMISI!" Ana bersentak lantang dengan sepasang tangan bergerak memisahkan seperti sedang berenang.
Maudy dan Renjun terbelah ke sisi-sisi koridor. Memandangi situasi tersebut Jeno tersenyum di belakang mereka berdua. "Ren! Ayo, ke kelas."
Renjun menoleh, "Oke, gue ke kelas duluan sama Jeno, dadah..." ia mengalah, berakhir mengacak surai Maudy sebelum berlari ke arah Jeno.
Tepat di lorong sebelah kanan dari area tangga, Jeno menukar senyuman dengan Maudy. Lalu ia menyambut Renjun yang sudah berada di sisinya. "Sabar yah... kelas kita jauh banget dari mereka."
"Takdir," kata Renjun. Sebelum melangkah masih saja ia sempatkan untuk berbalik memperhatikan Maudy.
"Ana... tungguin!"
Jeno menepuk pundak Renjun, menyadarkannya. "Pisah kelas doang, nanti istirahat juga ketemu lagi..."
Ruang kelas 12 IPA 5.
Setelah seluruh anak kelas telah berdatangan memenuhi ruangan. Jaemin malah baru datang kurang lebih lima menit sebelum bel jam pertama berbunyi. Ia memasuki kelas tanpa ada basa-basi bahkan mengucap salam sama sekali. Hanya langsung duduk tergeletak di samping Jeno.
"Wa'alaikumsalam." Celetuk Renjun, meledek.
Haechan menampakan senyuman malas sembari menerbangkan pesawat kertas buatannya. "Lah kirain mau bolos ngebucin bapak Pramudya." Ia meledek Jaemin juga. Bukan Haechan namanya jika tidak ikut serta ambil bagian dalam ledekan.
"Apaan... Lili gak masuk," keluh Jaemin, sedih.
Jeno, Renjun dan Haechan tertegun mendengar informasi tersebut. "Yah! Mampus jomblo," Eric tiba-tiba menyeletuk dari belakang. Ia berjalan cepat mendatangi bangku Jeno dan Jaemin lalu duduk di meja tanpa permisi. "Berangkat sendiri, pulang sendiri... siapakah dia? Sebut namanya Jae..."
"Min..." Haechan langsung menyahut paham.
Eric makin semangat, "Jae..."
"MIN." Kali ini Jeno, Renjun, Chenle, bahkan Jisung sampai ikut menyahut karena baru mengerti. "Hahaha." Setelahnya yah apalagi kalau bukan menertawakan penderitaan seorang teman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Spesial; Putih Abu!
Historia CortaHalo, yang mau lanjut baca Putih Abu! #Spesial chapter bisa main kesini yah, mwehehehe Yang mau-mau aja ( ˘ ³˘)♥ Buat yang kepo sama lima spesial chapter sebelumnya, bisa main ke buku utama yah: #Spesial 01 (Market Day) #Spesial 02 (Challenge) #Spes...