Putih Abu #Spesial 11 (Kartini's Day pt.2)

219 31 11
                                    

Suasana kantin siang ini begitu sunyi karena para gadis dan murid non muslim masih berada dalam kegiatan mereka masing-masing. Keputrian untuk seluruh siswi muslim dan kebaktian untuk seluruh siswa kristiani.

"Hahaha... kantin milik kita."

Sedangkan kantin mulai dipenuhi oleh siswa muslim yang telah menyelesaikan sholat jum'at mereka.

Haechan bersemangat menduduki salah satu kursi kosong di depan kedai mie ayam. Senyum lebar terukir jelas di wajahnya.

"Bu, mie ayam lima." Renjun berteriak lantang karena sudah tidak sabar ingin menyantap makan siang nya.

Mendengar teriakan tersebut, Jisung melotot tak terima akan jumlah yang disebut Renjun. "ENAM ANJIR!" Koreksi Jisung, lalu mengusap rambutnya yang masih agak lembab.

"Beuh! Bukannya kita berlima ya daritadi? Enam sama siapa? Kan Eric masih ibadah."

"HAECHAN ANJING." Jisung memukul keras lengan Haechan karena kesal keberadaannya tidak dihiraukan.

Jeno tersenyum dengan setetes air mengalir dari pelipis dekat telinga sebelah kanan. "Udah Chan, digodain mulu anak kecil."

Jisung melotot lagi. Kali ini ke arah Jeno.

Karena gemas mungkin, Chenle refleks menggerakan tangannya untuk mengacak rambut Jisung dengan wajah sumringah.

"Mie ayam nih, enam mangkok." Bu kantin datang menyajikan enam mangkuk mie ayam ke meja anak laki-laki yang langsung semangat mengambil sumpit dan alat makan lainnya.

Kecuali Jaemin yang malah meraih sesuatu dari saku seragam Renjun. "Pinjem," kata Jaemin setelah berhasil menemukan cermin.

Renjun mengangguk dengan mata menatap heran pada Jaemin, lalu menggeleng. "Jaem... Jaem... gak ada Lili pun tetep harus ngaca ya?"

"Wajib." Celetuk Haechan. Setelahnya langsung tersedak cabai yang baru dituang ke mangkuk mie ayam.

"Mampus!" Jisung bersentak, puas mendengar Haechan tersedak karena banyak bicara.

***

"Perempuan itu wajib menjaga aurat."

"Ah elah! Kenapa isi ceramah buat cewek tuh selalu menyangkut aurat, aurat, aurat. Padahal masih banyak hal penting di dunia ini tolong lah." Yuhi menggerutu kesal, lalu mengusap perut dengan tangan terbalut mukena. "Salah satunya makan siang... udah laper nih anjir."

Gea tersenyum tipis, matanya masih memperhatikan guru agama di depan. "Sabar, paling sholat dzuhur raka'at pertamanya An-naba."

"Anjir... Gea, gila lo, selesai kapan ini?"

Mendengar omelan Ana yang tak lupa disertai dengan pukulan pada paha Gea, yang bisa Maudy lakukan hanya tertawa kecil saja. "Gak sekalian Al-Baqarah aja?"

"Maudy!" Sentak Yuhi, kesal.

Maudy tertawa lagi, kali ini tidak bisa mengontrol volume karena raut wajah Yuhi ditambah mukena yang membuatnya terlihat sangat bulat sangatlah minta ditertawakan.

"SHH! Siapa itu ketawa kenceng?" Akhirnya suara tawa tersebut terdengar oleh Bu Mahmudah yang tengah berceramah.

Ana menunduk, tak ingin bertatap wajah dengan sang guru. "Mampus luh."

"Sini maju yang merasa ketawa tadi. Dikira gampang ceramah di depan khalayak gini."

"Waduh..." Gea menggerutu dengan bisikan juga karena takut tertangkap basah. "Ini gak ada bunda Lili yang ngelerai gibahan kita sih, jadinya gak nahan kan Maudy ketawa gitu."

Spesial; Putih Abu!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang