"Makasih ya No," seperti biasanya di hari rabu ini Ana menebeng pulang pada Jeno, sama seperti hari senin, selasa dan hari lainnya.
Jeno mengangguk saja, ia hendak membuka pagar rumahnya untuk memasukan motor namun ternyata dengan kepekaannya Ana sudah membukakan pagar tersebut agar Jeno tidak perlu turun dari kendaraan roda dua nya.
Melihat Ana melangkah menuju rumahnya, Jeno tersenyum saja, "Makasih Na," tak lupa ia melaju masuk sambil mengucap terimakasih.
Ana mengangguk lalu segera meraba kunci pagar untuk membukanya, "Loh... loh?" tapi ketakutan terbesarnya kembali terjadi yaitu pagar digembok alias rumah sedang kosong.
"Kenapa?" Jeno muncul di ambang pagar setelah memarkirkan motor di halaman, "Cari ini gak?" Ia memegang kunci gembok bersama kunci-kunci rumah lainnya milik keluarga Ana, yang seperti biasa juga sedang dititipkan.
Menghela nafas, Ana menyodorkan tangan.
Jeno tersenyum sambil menyembunyikan kunci tersebut, "Gak mau ah, senyum dulu."
"Bukan waktunya bercanda Jeno."
Dapat teguran agak ketus dari Ana, tentu saja Jeno terkejut, "Iya-iya deh, jangan ngambek gitu... awas gue bukain dulu gemboknya," ia mengalah, bahkan bergerak membantu Ana untuk membuka kunci pagar dengan sigap.
Ana selalu lelah kalau pulang sekolah begini, maka dari itu ia tidak sempat tersipu atau terbawa perasaan diperlakukan begini oleh sang pujaan hati, "Makasih lagi," tuturnya.
"Iya, nih kuncinya... bisa buka kunci pintu?"
Ana menduduki pinggir kolam ikan untuk membuka sepatu, kali ini ia tersenyum sebal karena sudah diremehkan, "Menurut lo?"
"Jutek banget."
"Jutek apaan sih ah, lo tuh gak capek apa abis sekolah? Belajar... tugas... nyatet... duh!" Ana menaruh sepasang sepatu di rak, menenteng tas ransel beserta kaos kaki dalam genggaman.
Jeno masih berdiri di ambang pagar rumah Ana, "Kalau dibawa capek ya bakalan capek, tapi kalau santai... gak kerasa capeknya kok," itulah pemikiran seorang anak yang pintar dalam pelajaran, "Lagian tadi belajar ringan, mana tugas dibawa ke rumah semua kan?"
"Argh! Capek ngomong sama orang pinter."
Kembali tersenyum, Jeno menemukan Ana agak kewalahan untuk memasukan kunci ke dalam engsel pintu. "Sini gue aja... kalo capek duduk, biar tenaganya kumpul lagi," dengan sigap pula ia melepaskan sepatu untuk membantu Ana membuka kunci pintu.
"Untung juga gue tetanggaan sama lo," Ana berjalan menghampiri sofa dan tergeletak di sana tanpa banyak basa-basi, "Makasih ya."
Dalam sekejap pula Jeno dapat membuka pintu rumah Ana, "Udah nih, buruan masuk, ganti baju, rebahan deh... jangan lupa sholat."
"Siap pak ustadz," masih saja Ana meledek.
Jeno hanya bisa tersenyum, tangannya tiba-tiba bergerak mengelus pucuk kepala Ana saat melintasi sofa menuju keluar pagar, "Dah..." lalu laki-laki itu menghilang di balik pagar.
"Buset... jago banget bikin baper," Ana tak habis pikir, ia memegang kepalanya sembari menyadarkan diri kalau itu hanyalah godaan kecil, "Fokus Ana! Fokus! Syaiton itu tuh ih."
###
Senggol Bacok | 12
19.30Renjun: Besok samper-samperan nih?
M.Haechan: Jangan lah ketemuan aja
M.Haechan: Di titik terdekat dari jalanGea: Ok siap
Gea: Asik jalan-jalan
KAMU SEDANG MEMBACA
Spesial; Putih Abu!
Historia CortaHalo, yang mau lanjut baca Putih Abu! #Spesial chapter bisa main kesini yah, mwehehehe Yang mau-mau aja ( ˘ ³˘)♥ Buat yang kepo sama lima spesial chapter sebelumnya, bisa main ke buku utama yah: #Spesial 01 (Market Day) #Spesial 02 (Challenge) #Spes...