🐝 Devaul • 16

1K 109 74
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




"Udah, jangan nangis lagi. Lo udah nangis dua jam, lho," ucap Vanya sambil mengelus tangan Lena pelan.

"Kita ke kantin aja gimana?" tawar Vanya. "Lo juga harus makan, Len."

Lena menggeleng pelan. Cewek itu menghela nafas pelan dan mengelap air matanya, dibantu oleh Vanya.

"Gue gagal lagi, Van. Laura, Ayah, Bunda, mereka semua sekarang di rawat di RS. Gue bingung harus apa," lirih Lena.

Vanya menatap Lena iba. "Yang keluarga kalian alamin ini emang berat, Len. Gue harap keluarga kalian bisa baik lagi."

"Laura, dia selalu disalahin sama Oma gue. Gue pengen ngebela, tapi gue gak bisa. Oma gue itu segalanya buat gue. Di saat semuanya pergi, cuman lo dan dia yang ada, makanya, gue gak bisa ngebantah apa yang dia suruh atau omongin."

"Gue harus apa, Van?" Lena bertanya sambil meremas tangan Vanya pelan.

Hembusan nafas Vanya terdengar berat. "Jujur, ini berat banget, Len. Gue yang cuman jadi tempat lo cerita aja ngerasa berat banget, apalagi elo yang ngejelaninnya. Lo yang sabar, ya? Percaya kalo badai ini pasti berlalu. Gue tau lo kuat!"

Vanya tersenyum hangat, membuat Lena mengangguk pelan. "Iya."

✨✨✨

Embusan angin menerpa wajah Devano. Cowok itu sedang berada di rooftop bersama ketiga sahabatnya. Cowok itu memandang lurus ke depan. Ingatannya kembali memutar di saat-saat kemarin.

Jika Devano terlambat, entah apa yang akan terjadi pada Laura. Saat darah yang keluar begitu banyak dari pergelangan tangan Laura, Devano langsung blank. Cowok itu benar-benar tak habis pikir kemarin.

Posisi Laura sangat sulit. Selalu ditekan dari berbagai sisi. Permasalahan keluarga, sahabat, atau apapun itu, sedang menjadi masalah Laura sekarang.

Sekarang Devano tau, mengapa Laura sekarang sering memakai hoodie dan baju tangan panjang. Untuk menyembunyikan luka sayatan di tangannya. Hati Devano ikut tergores melihat banyak sayatan baru di tangan itu.

Devano ingin membantu, tapi apa? Ia bingung.

"Dev?" Iqbal menepuk pundak Devano pelan. Ketika cowok itu menoleh, Iqbal menyondorkan sekaleng minuman soda.

"Lo kenapa?" tanyanya bingung.

Devano meneguk setengah minumannya lalu menggeleng. "Gak. Thanks, btw."

Iqbal ber-oh ria. "Frengky keknya mau ajakin tawuran lagi."

"Kapan?"

"Entah, tapi dia kayak minta tawuran lagi. Dia selalu ngeroyokin anak-anak geng kita, apalagi pas anak-anak lagi sendirian di jalan. Udah beberapa juga yang babak belur,"

Devaul • completedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang