Chapter 34 || Hari Buruk

620 44 1
                                    

***

Ohara terduduk lemas di sofa ruang tamu. Ia baru saja sampai di rumah saat bus mengantarnya sampai depan gang perumahan mereka. Hari ini, hari yang sangat berat baginya. Nenek Ohara belum pulang dari Bandung. Ohara sudah sangat rindu dengan neneknya. Ia ingin sekali mendengar suara neneknya itu. Tapi, menyentuh ponselnya apalagi harus merogoh ponselnya ke dalam tasnya dia sudah sangat malas.

Ohara memilih untuk mandi, sebelum mandi dia menyambungkan colokan dispenser yang sudah tiga hari tidak ia sambungkan pada listrik, agar nanti setelah mandi air minum itu sudah panas.

Setelah mandi, Ohara menuju dapur. Terdiam sejenak di depan kulkas yang dia buka. Masih ada sayuran-sayuran dan buah jeruk yang masih lumayan segar. Dia ambil buah jeruk itu lalu memakannya. Masih kepikiran dengan Sahaniel yang entah bagaimana sekarang.

Bahkan pesannya saja tidak dibalas oleh pria itu. Hal itu membuat gadis itu semakin kesal dicampur khawatir.

"Kok, bisa sih aku pacaran sama orang kayak Niel?" gumamnya. Tanpa ia sadari air matanya merembes di pipinya. Ah, dia memang sangat cengeng.

Ia tampak lemah di depan Sahaniel, tidak bisa berbuat banyak jika ada masalah. Selalu merasa menyusahkan pada Niel. Dan hal itu membuat Ohara benci masa lalunya yang membuatnya seperti ini.

Suara ketukan pintu membuat tangisan gadis itu berhenti. Dengan cepat gadis itu menghapus air matanya. Gadis itu berlari kecil ke depan sambil berkata, "Sebentar."

Gadis itu membuka pintu.

"Nenek?" pekik Ohara girang. Neneknya sudah pulang, ah syukurlah dia sangat senang tidak akan kesepian malam ini. Tapi, tunggu! Neneknya tidak sendirian.

Senyum mengembang gadis itu menghilang. Dia masuk ke dalam rumah dengan wajar datarnya.

"Sayang, salim papa kamu, dia datang lho," bujuk Nenek Ohara padanya. Ohara memutar bola matanya malas.

Ya, setelah sekian lama Papanya datang ke tempat Ohara berada. Mama tiri Ohara juga ikut di sana. Mata Ohara memandang tajam dan tak suka pada kedua orang itu.

"Sayang? Ayo," bujuk Nenek Ohara.

"Maaf, Nek. Hara nggak mau! Jangan paksa Hara," jawab Ohara kesal membuang mukanya.

Mama tiri Ohara mengelus lengan suaminya itu. Papa Ohara hanya bisa menghela napasnya berat.

"Ngapain anda datang kemari?" tanya Ohara tidak suka.

"Sayang?" kata Nenek Ohara.

"Sayang, Papa tahu kamu benci sama Papa, tapi jangan benci sama Mama kamu," pinta Papa Ohara.

"Mama? Mama Hara cuman mama Anggun, nggak ada yang lain, jadi jangan sok an di sini," jelasnya lalu pergi dari sana. Sengaja menulikan telinganya saat dipanggil oleh Neneknya.

Ohara menutup pintu kamarnya keras. Lalu menangis merosot ke lantai kamarnya. Sangat sakit melihat Papanya menggandeng perempuan lain selain mamanya. Hal itu benar-benar menyakitkan. Dia benci Papanya. Sangat!

"Maafin Hara, Mah... "

"Hara, Hara nggak bisa jadi gadis lembut kalau berhadapan sama Papa dan juga istri barunya, nggak bisa, Mah..." lirih Ohara sesenggukan. Hatinya benar-benar hancur.

Ohara beranjak dari sana menuju ranjangnya. Dia tarik selimutnya sampai menutupi bahunya .

"Niel,"lirihnya. Dia merindukan pria itu di saat-saat seperti ini. Hanya pria itu yang bisa membuatnya tenang dan tertawa.

Ohara merasa ngantuk, ia tertidur menyisakan air mata yang masih nampak basah pada bulu matanya.

Jam 11 malam,

𝑨𝒃𝒐𝒖𝒕 𝑺𝒂𝒉𝒂𝒓𝒂 (ᴇɴᴅ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang