Mereka menuju Cleopatra Resort dengan taxi kuning, taxi yang tergolong eksklusif, ber-AC dan menggunakan argometer. Leila sengaja memilih taxi yang mahal dengan alasan keamanan, membayar sebesar EGP (Egyptian Pound) 100 -masih dengan id card palsu. Setelah chek-in, mereka diantar menuju kamar, menyusuri lorong dengan barisan kamar di sebelah kiri mereka, dan taman dengan kolam ikan sederhana di sebelah kanan.
"Tafadhal." (silahkan) kata petugas yang mengantar mereka sambil tersenyum ramah, membuka pintu kamar dan memberikan kuncinya kepada Leila. Greyson langsung merebahkan tubuhnya, dua jam di pesawat membuatnya sedikit pusing.
"Aku akan keluar sebentar. Jangan kemana-mana!" kata Leila lalu keluar setelah meletakkan tasnya.
Greyson memperhatikan isi kamar. Sebuah kulkas dan lemari pakaian yang cukup besar diletakkan rapat ke dinding. TV yang berlayar cukup lebar menempel di dinding. Lukisan seorang wanita dengan mahkota yang mirip tanduk, dan tangan kirinya memegang tombak, menggunakan perhiasan kalung dan gelang yang keemasan. Pintu yang terbuka tiba-tiba menghentikannya dari eksplorasi isi kamar. Leila masuk membawa empat pasang pakaian yang terbungkus rapi dengan plastik, sekotak qibdah, dan dua gelas syai.
(Qibdah: roti isi hati sapi. Syai: teh manis khas Mesir.)
"Apa ini? Kenapa besar sekali?" tanya Greyson begitu melihat qibdah dikeluarkan dari kotaknya, ukurannya hampir sebesar pemukul bola kasti, aroma rempah yang khas langsung menyeruak keluar.
"Roti isi hati sapi. Mereka bilang ukuran yang kecil tidak ada, jadi kubeli ini saja. Oh, sebaiknya kau mandi duluan, Greyson. Setelah itu pakai ini. Lalu kita makan. Aku mau beres-beres sebentar." Leila menyodorkan satu bungkusan plastik berisi kaos tebal dan celana jeans panjang, Greyson menerimanya dan langsung menuju kamar mandi.
Mereka menyantap makanan bersama setelah selesai mandi, untungnya disediakan dua buah kursi kayu dan sebuah meja kecil di dekat jendela, kalau tidak mereka harus menyantap makan malam di atas tempat tidur.
"Sepertinya, aku tidak sanggup menghabiskannya." kata Greyson disela kunyahannya, ia sudah menghabiskan separuh.
"Kalau begitu tinggalkan saja, mungkin aku bisa memakannya kalau tiba-tiba tengah malam aku lapar." Leila menelan kunyahan terakhirnya, lalu meminum syai yang masih mengeluarkan uap tipis. Ia lalu menyalakan tv, mencari siaran berita internasional. "Hmm, pelarian kita tidak masuk berita ternyata."
"Apa itu pertanda baik? Atau buruk?"
"Bisa jadi dua-duanya. Israel suka sekali menyembunyikan informasi."
"Leila, kalau akhirnya kita memang akan tertangkap, kenapa kau berusaha mati-matian membawaku lari?"
Leila menatap Greyson tak percaya, lalu kembali melihat layar tv, "Setidaknya itu mengulur waktu kematianmu yang kedua."
Greyson hanya mengangkat bahu tak mengerti, lalu melanjutkan melahap rotinya yang tinggal sedikit. Leila membawa tasnya menuju kamar mandi, terdengar suara benda jatuh beberapa kali, tak lama ia keluar dengan membawa jarum suntik di tangan kanannya.
"Greyson, kau sudah selesai makan? Kalau sudah aku akan menyuntik mu sebentar." Leila berjalan perlahan.
"HAH?! Apa itu?!" Greyson langsung beranjak dari kursinya, menjauhi Leila yang berjalan semakin dekat.
"Hanya suntikan imun, agar kau tidak mudah sakit. Ayo, kemari."
"Tidak! Tidak! Itu pasti sakit sekali!" tatapannya tak lepas dari jarum suntik yang sedikit berkilau memantulkan cahaya lampu kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cryonic
Science Fiction"Kalau dia masih hidup, mungkin umurnya sekitar 74 tahun. Dia meninggal karena penyempitan pembuluh darah setelah selesai berolahraga saat berumur 24 tahun." "Oh ya, siapa nama mayat ini?" "Namanya," Yola membalikkan kertas ke lembaran pertama...