Halo, balik lagi sama aku.
Sejauh ini ceritanya gimana menurut kalian? Komen ya, biar aku tahu kurangnya dimana.
Oh iya, kalo ada typo langsung komen juga
Satu lagi, jangan lupa feedback ya berupa vote dan komen biar aku makin semangat nulisnya :)
Enjoy 💜
Lima belas menit yang lalu suara sendok dan garpu yang beradu menemani suasana makan keluarga Randinsa dengan Rayya. Mereka menyantap makanan tanpa mengeluarkan satu kata pun, sampai makanan yang ada di piring habis.
"Enak, Ra?" tanya Papah Raga.
"Masakan Tante kayak masakan Bunda, enggak pernah enggak enak," jawab Rayya tersenyum dan menatap Bunda Raga.
"Terima kasih, Sayang," balas Bunda Raga.
Papah Raga mengangguk setuju dengan ucapan Rayya. "Kamu udah tahu mau masuk jurusan apa, Ra?"
"Papah nih enggak sama anaknya, enggak sama temen Raga, pertanyaannya itu terus." Sebelum Rayya menjawab Raga menyahut duluan.
Papah Raga selalu menomor satukan pendidikan untuk anak-anaknya. Tidak akan pernah luput dari perhatian. Itulah sebabnya Raga dan Bintang memiliki nilai yang selalu stabil karena kewajiban sekaligus tuntutan dari orang tuanya, terutama sang Papah. Walaupun Bintang juga kadang disibukkan dengan dunia Koreanya tetapi dia masih bisa mengatur waktu untuk belajar.
"Masih bingung, Om. Antara harus ngikutin Papah atau enggak," jawab Rayya jujur.
"Tenang, masih ada waktu buat berpikir. Obrolin lagi aja sama orang tua." Papah Raga tersenyum. "Kalo pacar udah ada belum?" tanya Papah Raga jail. Di balik sifat dingin dan cueknya, Papah Raga tahu bagaimana cara mencairkan suasana, apalagi Rayya bertolak belakang dengan Raga. Jika beliau bersikap seperti biasa, Rayya akan meraasa tidak nyaman dan canggung.
"Papah, enggak sopan tanya kayak gitu. Nanti ada yang cemburu," celetuk Bintang sambil tersenyum dengan sudut matanya mengarah pada Raga.
"Rayya sibuk sama Oppa-Oppanya kayak Bintang, Pah." Raga ikut berkomentar, tidak mau kalah dengan Bintang. "Rayya aja ditanyain, Raga mana pernah ditanyain kayak gitu sama Papah," sambungnya dengan raut wajah yang sedikit sinis.
"Asem banget itu muka," sindir Bintang.
"Kalian ini kebiasaan ya, yang ditanya siapa yang nyahut siapa," beber Bunda.
"Maaf," tutur mereka kompak dengan watados alias wajah tanpa dosa.
Rayya tertawa kecil melihat tingkah kedua saudara ini, bukan pemandangan yang aneh. Seandainya dia juga memiliki saudara yang bisa diajak cerita, debat, bercanda, dan melakukan hal-hal yang sering dilakukan kakak-beradik lainnya. Pasti menyenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Virtualzone [COMPLETED]
Ficção Adolescente[Hak Cipta dilindungi Allah] . Untuk yang selalu menunggu kabar melalui notifikasi Untuk yang sedang berteman dengan jarak. Semoga berhasil merayu semesta agar diberi restu waktu untuk bersua. ____________________________ Rayya mencari jawaban dar...