Happy Reading!!!!
🌱🌱🌱
Aku mengambil nafas panjang dan menghembuskannya perlahan, kepalaku rasanya sangat pusing akibat menangis semalaman.
Ku putar keran wastafel dan membasuh wajahku agar terlihat segar. Dicermin aku melihat sosok wanita dengan wajah yang mengenaskan, mata yang memerah dan sembab, sungguh sangat kacau.
"Huft... Aku harus telfon Agatha, hanya dia sekarang yang bisa membantu." Aku menantikan keran dan keluar dari kamar mandi.
Aku terdiam melihat kondisi ponselku yang hancur, aku lupa semalam melemparnya karena emosi.
Kenapa aku bodoh dan bingung, ada telfon rumah yang bisa digunakan. Sontak saja aku segera menuju ruang tengah karena telfon rumah berada disana.
Setelah memencet nomor Agatha aku menunggu beberapa saat hingga sambungan telepon tersambung.
"Halo, Tha."
"...."
"Aku gak apa-apa kok, kamu bisa kesini gak? Ke apartemen aku, sekarang ya."
"...."
"Aku tunggu ya." Setelah meletakkan telfon, aku duduk di tangga untuk menunggu Agatha sampai.
"Vanilla..." Aku tersenyum tipis melihat Agatha yang sudah datang. Dia terlihat berjalan kearah ku dan mendudukan dirinya disampingku.
"Bagaimana?" Aku menghela nafas mendengar pertanyaan Agatha.
"Kacau Tha, semuanya kacau hancur."
"Nill, kalau gak sanggup gak usah diceritain ya." Ujar Agatha sambil memegang tanganku.
Aku menggeleng, aku butuh mengeluarkan semua yang aku rasakan saat ini, dan hanya dia yang bisa mendengarkan dengan baik.
"Kamu tau Tha, waktu sampai di apartemen Harri, aku melihat mereka berdua di ranjang tanpa pakaian, bahkan aku mendengar semua kebenarannya dari mulut mereka sendiri. Bukan cuma itu yang terjadi, setelah dari apartemen aku pulang, sampai rumah aku mendapat kebenaran lagi tentang kenapa selama ini Mama benci sama aku."
"Aku ini salah satu alasan penderitaan yang dia alami selama ini, aku anak yang tidak dia harapkan ada, dia membawaku pergi hanya agar Papi merasakan rasanya kehilangan seperti yang Mama rasakan. Semuanya hanya pura-pura Tha, semuanya bersatu untuk menghancurkan aku." Aku menceritakan semuanya dengan tangisan, Agatha hanya diam menggenggam tanganku erat.
"Aku harus bagaimana sekarang? Aku gak mau kembali sama mereka lagi. Aku gak mau sakit dan hancur lagi."
"Pergi, Vanilla." Aku menatap Agatha tak mengerti. Dia mengangguk yang membuat air mata yang dia tahan jatuh.
"Pergi yang jauh dari mereka, pergi sejauh mungkin agar lo tidak merasakan sakit karena mereka lagi. Lo jangan takut, gue akan ada buat lo, gue akan temenin lo pergi." Aku tersenyum dan memeluk Agatha erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
HAPPY ENDING?
Short Story"Kamu bilang belum siap untuk menjadi seorang Ayah. Tapi dengan anak dari wanita itu kamu bisa dengan mudah menerimanya, bahkan kamu dengan tangan terbuka membiarkan dia memanggilmu Ayah. kenapa, Kak? kenapa harus dia? Apakah kalian ingin melihat ke...