9. The Real Side

9.8K 1K 128
                                    

Aku menunggu di kursi paling belakang menonton Abian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku menunggu di kursi paling belakang menonton Abian. Lebih tepatnya sih sembunyi menonton interaksi si gadis keturunan bule Laura dengan pacarku. Sebenarnya aku diberi perintah untuk datang menunggunya latihan. Tapi, karena aku baik hati aku tak sampai hati mengganggu romantisme mereka.

Menurut prediksiku Abian itu tidak normal. Bagaimana bisa dia tidak melirik sedikit pun ke gadis cantik jelita itu dan malah selalu menatap nya dingin.

Pertunjukan ini tidak menarik lagi. Membosankan. Tapi setidaknya Laura mendengarkan saran ku untuk mendekati Abian. Terobos jangan kasih kendor.

Itu memberikan ku jarak dengan tidak terus berdekatan dengan Abian. Karena gosip aku putus dengan Abian pun masih seperti fakta di telinga para mahasiswa di sini. Ya aku hanya akan menunggu menikmati proses ini.
.
.
Ponsel ku berdering. Di sana tertera nama Kafka. Dia menelepon. Aku berdiri, berjalan pelan pelan supaya kehadiran ku tidak diketahui siapa-siapa termasuk Abian tentunya. Meskipun mungkin tak ada yang sadar. Namun aku tipe orang yang sangat berhati hati.

"Kenapa Kaf?," ucapku berbisik.

"Lo ga lupa kan Ra?," Berbarengan dengan ucapan itu mataku melotot kaget. Ko aku bisa sepelupa ini, padahal aku sudah berjanji untuk pergi dengannya.

"Udah beli kanvas, kuas, sama cat nya belum?," Aku masih berbisik kepadanya.

"Jadi ikut gak beli nya? Ambis nya kemarin kemana?" Kafka terkekeh meledekku.

Memang dari kemarin aku yang memaksa untuk ikut, jikalau Kafka mempersiapkan bahan dan alat untuk acara hari ini.

Aku tersenyum. Untuk pertama kalinya ada yang membuatku kembali berdebar.

Faktanya memang Aku benar-benar penasaran dengan seni rupa sejak dulu. Seperti mendapatkan anugerah dari langit Tuhan mengirimkan makhluk ini untuk memberikan pengetahuan baru.

Perlu kalian ketahui, aku dan Kafka semenjak acara kencan buta itu mulai dekat dengan percakapan biasa menurutku namun seru. Kami cepat akrab karena kami punya kesamaan dan minat di bidang yang sama. Bahkan selera humor kami pun terbilang mirip. Aku dan lelaki itu sefrekuensi. Tau kan rasanya punya teman mengobrol yang sepemikiran itu menyenangkan.

Tapi aku dan dia benar-benar hanya sebatas teman. Dan kedepannya akan seperti itu. Meski aku tak pernah menceritakan kedekatan ku dengan Kafka kepada Abian. Untuk apa aku bilang ke pacarku itu, toh aku dan Kafka hanya sebatas teman.

Seperti hari ini, sebenarnya kami berencana hari ini tepatnya malam ini, untuk menjadi pelukis di pasar malam. Jadi siang ini aku berencana membeli alat-alat melukis bersama Kafka. Tapi, aku dengan mudah nya lupa akan janji kami hari ini. Padahal ini kegiatan pertama ku dengannya. Ini karena Abian sih, akhir-akhir ini sering sekali meneror ku dengan pesannya. Hanya karena dia Minggu depan ada turnamen basket dan aku harus menemani nya.

Tricks To Break UpTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang