Empat Belas

12 10 2
                                    

  "Ada rasa yang harus layu sebelum mekar,hanya sebuah keegoisan karena takut akan tertolak jika berani mengutarakan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

  "Ada rasa yang harus layu sebelum mekar,hanya sebuah keegoisan karena takut akan tertolak jika berani mengutarakan. Diam bisa menjadi opsi paling aman, tapi pada satu sisi sekaligus menyudutkan diri sebagai pengecut."

𝕭ulan ramadhan sudah dimulai semenjak seminggu yang lalu, kini kedua sahabat itu sudah kembali bekerja seperti biasanya. Rasanya dua minggu menghabiskan waktu bersama orang tua sudah cukup. Yah, dua minggu yang lalu mereka memutuskan untuk pulang. Bahkan Aira telah menceritakan tentang hubungannya dengan Fariz pada sang keluarga, kata mereka jika ada niat baik kenapa tidak?.

   Bukan hanya itu, bahkan antara kedua keluarga mereka juga sudah saling bicara. Walaupun itu hanya baru melewati telepon, rencananya sih dua bulan lagi mereka akan bertemu sekalian untuk membahas hubungan lebih lanjut lagi.

     Aira menatap pancaran cahaya matahari yang tertutup awan, angin sepoi-sepoi berhembus kencang seiring awan kelabu yang mulai menggumpal. Dari arah barat terlihat sekali awan gelap sudah siap mengguyur bumi dengan lebat.

Gadis itu tersenyum samar. sayang sekali, cuaca tidak seirama dengan hatinya yang secerah langit biru yang perlahan sudah tertutup awan kelabu. Aira menunduk, menatap jari tangan kanannya. Akan ada cicin manis dari Faris yang akan terpasang disana.

"Senyum terus sampai tua" Aira tersentak. Menormalkan detak jantung kemudian melirik sena yang kini tengah duduk santai dihadapanya.

Dasar perusak hayalan!

" Ucap salam napa Sen." Ingat Aira sambil menutup novel yang sedari tadi ia baca. Sebenarnya bukan dibaca, Aira hanya terus melamun dan tersenyum.

"Heeh... Lupa, assalamu'alaikum Ra" Sena mengucapkan salam sambil cengingiran.

"Wa'alaikumussalam"

     Aira menatap arloji yang bertengger di pergelangan tangannya seraya tersenyum tidak sabaran menunggu sebuah mobil sedan berwarna hitam di gerbang. Tadi pagi Fariz mengajak mereka untuk berbuka bersama di cafe terdekat.

"Cie... Yang mau berbuka bareng pujaan hati" Goda Sena sambil menyenggol lengan Aira.

  "Kamu kan juga ikut Sen, lagian itung-itung makan enak. Gratis pula" Kemudian tertawa bersama. Dasar mata duitan 😂.

"Tapi ya Sen, walaupun gratis kita harus bawa uang juga. Buat jaga-jaga." Ujar Aira sambil memeriksa uang yang ada di dompetnya. Sedangkan Sena hanya menganggukkan.

  "Eh Ra, kak kamu tau kalo kita makan gratis. Siapa tau saja kita cuman diajak bareng, terus bayar sendiri?"

  "Kamu tenang Sen, Aira yang pintar ini sudah nanya kak Fariz sama kak Dafi. Nanti makannya bayar pribadi apa ditraktir, katanya sih mau di traktir." Jelas Aira sambil menujuk dirinya dengan bangga. Dan Sena hanya melongo mendengar penjelasan itu, kemudian menepuk dahinya.

    "Astagfirullah Ra... Pintarnya kelewatan" Sena tak habis fikir dengan Aira, kadang anak itu terlalu polos. Sedangkan yang yang diomeli hanya menggaruk tengkuk yang tidak gatal.

Tiiin.....

    Bunyi klason mengalihkan perhatian mereka dan segera menuju mobil. Aira dan Sena langsung masuk dan duduk di bangku penumpang, ternyata disana juga ada seorang gadis.

   "Assalamu'alaikum kak" Salam Aira, ia berusaha mengendalikan kegugupan yang tidak menentu.

" Waalaikumusalam" Jawab mereka dengan tersenyum.

"Eh, salam tadi khusus buat  Fariz apa gimana ni Ra?" Goda Dafi yang membuat Aira salah tingkah sendiri. Sedangkan Fariz hanya tersenyum dan kembali melajukan mobil membelah keramaian.

  "Itu buat semuanya kak" Balasnya dengan senyum yang terus mengembang dipipinya yang sudah memerah. Kemudian melirik ke arah gadis yang duduk di sebelahnya dan bergantian menatap kedua pemuda yang duduk di depan. Sepertinya mereka seumuran.

   Seakan mengerti, Fariz langsung bersuara. "Ah iya, itu adiknya Dafi". Sedangkan yang dibicarakan itu tersenyum

   "Hy, Aira." Aira mengulurkan tangannya pada gadis itu sambil tersenyum.

"Arisha, aku adiknya bang Dafi" Gadis yang bernama Arisha itu membalas uluran tangan Aira, kemudian melakukan hal yang sama pada Sena.

  Apa dia bidadari, kemudian kak Dafi mengaku-ngaku sebagai kakaknya, guman Aira tapi masih di dengar oleh Arisha.

"Ada apa Ra?" Tanya Arisha yang bingung karena namanya tadi disebut.

"Ah, tidak. Kamu cantik" Puji Aira tulus.

Sedangkan yang di puji tersipu malu, " Kamu juga cantik Ra." Balasnya.

" Hehe, makasih Sha. Tapi Ara nggak suka dibilang cantik" Jujurnya.

   Arisha yang sempat bingung kemudian meralat ucapannya " Kamu manis Ra". Kemudian mereka sama-sama tertawa, begitupun juga Dafi dan Fariz yang sedari tadi menyimak obrolan mereka.

Sena??

Dia pura-pura sibuk dengan ponsel ketika merasa dikacangin, mulutnya terus komat kamit seperti mbah dukun baca mantra. Kemudian menatap Aira dengan pura-pura malas. Aira yang menyadari itu langsung menatap Sena seakan mengucap 'maaf', kemudian memeluk Sena sambil tertawa.

****

   Kini kelima muda mudi itu sama-sama keluar dari mesjid se usai melaksanakan sholat isya berjamaah. Kemudian melanjutkan jalan-jalan menuju para penjual aksesoris dan memilih sesuatu yang ingin dibeli.

   "Ra, pilihlah yang kamu suka. Nanti kakak bayarin," Suruh Fariz sambil melihat beberapa gelang  disana.

  "Tapi tidak ada yang Ara suka disini"

"Lalu Ara sukanya apa?" Tanya Fariz penasaran, pasalnya Aira sedari tadi hanya diam memperhatikan dia dan Arisha yang sibuk memilih.

"Martabak"

   "Hussst," Sena sedari tadi yang sibuk memilih aksesoris bersama Dafi menyenggol tangan Aira. "Ara, kalau sama cowok itu harus ja'im dikit. Jangan suka ceplas ceplos." Ingatnya setengah berbisik

  "Hahah... Nggak papa, nanti kakak beliin" Ucap Fariz sesekali tertawa begitupun juga dengan Dafi dan Arisha.


Readers KBU, semangat yah, untuk episode selanjutnya jangan lupa sediakan hati ama tisu. Keknya masalah Aira bakal di mulai

Kira² apa yah🤔🤔???

Ya udah, tunggu kelanjutannya di episode selanjutnya.👌



Solok,
@devinofri69_

Kau Bukan Untukku(end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang