Tujuh Belas

8 7 0
                                    


     "Tenang lah nak, ayah akan menjelaskan semuanya." Ayah mengisyaratkan agar aku tetap tenang dan mendengarkan  sepenggal kisah yang tak pernah kudengar sebelumnya.

****


𝕹ak.... Sebelum kamu..."

"Semuanya tidak akan menganggu kesehatan Ara kan yah...?" Bunda langsung memotong perkataan  ayah.

"Tidak bund, Ara akan baik-baik saja. Lagipula Ara juga sudah dewasa dan kejadiannya juga sudah cukup lama. Dan Ara kamu dengar ayah". Ayah kembali melanjutkan kisahnya yang sempat tertunda itu, sedangkan aku hanya terus mengelap air mata yang terus mengalir dipipiku.

   "Dulu, sebelum ayah menikah dengan bunda, ayah terlebih dahulu menikah dengan ibunya Fariz...."

    "Apa?? Maksudnya ayah tante Rania??" Aku langsung memotong kisah ayah, sungguh alur cerita yang tak mampu kutebak. Terlalu banyak rahasia yang tidak ku ketahui, bahkan aku merasa tak ingin mendengar kisah itu. Kisah yang sepertinya akan menghancurkan hati dan hidupku.

       " Ara, tenangkan dirimu nak. Dengarkan ayahmu dulu." Bunda mengusap punggung ku dan memberi kekuatan untuk mendengar kisah selanjutnya.

    Ayah kembali mengatur nafas menjadi lebih tenang. Dan melanjutkan kisahnya.

"Dulu, sebelum ayah menikah dengan bunda, ayah terlebih dahulu menikah dengan ibunya Fariz, namanya Sarah."

   Ayah menjeda sejenak, dan mengatur nafas untuk kesekian kalinya. Sebenarnya aku ingin bertanya, tapi bunda mengisyaratkan untuk diam.

Lalu kak Fariz??

   Dia hanya diam tertunduk, sesekali mengelap air matanya yang senantiasa mengalir. Dan ayah sudah siap untuk melanjutkan ceritanya.

"Setahun setelah menikah dengan Sarah, ayah memiliki seorang anak, yaitu Fariz. Di tahun ketiga, Sarah hamil anak kedua tapi dia mengalami pendarahan, Akhirnya meninggal."

  Lagi dan lagi ayah menjeda kisah itu, seakan berusaha menahan tangis yang bisa saja lolos kapan saja. Sedangkan aku hanya diam sambil mencerna kata-kata ayah yang baru saja ku dengar. Entah kenapa di situasi seperti ini daya tangkap otakku malah menurun.

  Dua tahun setelah kematian Sarah, ayah kembali menikah dengan bunda. Sampai akhirnya kamu lahir Ara. Kalian berdua begitu dekat, walaupun Fariz tidak mau tinggal bersama kita tapi dengan adiknya Sarah, Rania. Bahkan kamu juga sering menginap disana.

  Tapi ternyata, ujian ayah tidak berhenti sampai disana. Ketika itu usia Fariz menginjak sepuluh tahun, sedangkan kamu berusia lima tahun. Hari itu Fariz akan melaksanakan ujian naik kelas, dan kamu bersikeras untuk mengantarnya kesekolah. Menjelang kita sampai di sekolahnya Fariz, kita mengalami kecelakaan. Ayah dan Fariz hanya mengalami luka ringan, tapi kamu sungguh tidak baik-baik saja. Karena terpental cukup jauh, kamu kritis.

    Ayah sudah berusaha mencari rumah sakit yang bisa menangani kamu, tapi itu tidak berhasil. Karena tidak ada pilihan lain, ayah membawa kamu ke Singapura sesuai dengan saran dokter.

   Yang pergi hanya ayah dan bunda, Fariz ketika itu akan mengejar ujian yang tertinggal. Setibanya disana, dokter harus melakukan tindak operasi di kepala kamu. Karena ada pendarahan disana akibat benturan yang sangat keras.

Alhamdulillah, itu semua berhasil. Tapi kamu tidak bisa mengingat apapun, dokter bilang kamu mengalami amnesia permanen.

   Empat bulan lamanya kamu kritis, akhirnya sadar kembali. Setelah  keadaan kembali pulih, akhirnya kita kembali pulang ke Indonesia. Tapi keadaan tak seperti yang ada difikiran ayah, Fariz dan Rania tidak lagi tinggal disana. Menurut tetangga dia diboyong suaminya ke kota lain,dan ayah kehilangan kontak dengan mereka sampai saat ini.

Sampai akhirnya ayah dan bunda memutuskan untuk pindah kota kerumah kita sekarang ini. Dan ayah mulai mencari pekerjaan baru.

"Jadi, tante Rania bukan orang tua kandung kak Fariz?"

"Iya nak," Kali ini tante Rania yang menjelaskan. " Dua bulan setelah kepergian kamu, om melamar tante. Setelah menikah tante ikut suami ke Semarang."

"Maafin tante nak, bukan tante tak ingin mengabari. Tapi zaman itu tidak secanggih sekarang. Dan seperti yang ayah kamu bilang, kami kehilangan kontak."

Roboh. Tak lagi kokoh. Aku segera memeluk malaikatku tanpa aba-aba, air mata yang sudah ku janjikan  tidak datang justru keluar tanpa permisi.

  Kakiku terasa begitu lemas, tubuh kian ambruk. Hati ini terasa sangat ngilu, mendengar kisah dari ayah yang begitu menampar relung hati. Lidahku kelu untuk berucap,tidak ada sepatah katapun yang bisa kueja untuk menjelaskan semua rasa. Hanya tangis yang mampu kulakukan berharap semua rasa sesak, sakit,dan luka segera pudar dan menghilang.

Kenapa harus begini?

   Dada begitu sesak, rasanya kini pisau tajam berhasil menusuk hati secara perlahan. Begitu sakit. Bahkan hatiku tidak sekuat baja yang bisa menahan rasa sakit yang selalu ditorehkan luka.

     Ketika cinta yang sudah lama ditanam akan diwujudkan dengan niat baik, lantas masih bisakah hati baik-baik saja jika keinginan untuk bersamanya harus di renggut oleh kenyataan? Kurasa tidak.

   Rasa sesak nyatanya kian memenuhi rongga hatiku. Oksigen sekitar seolah ikut menghilang. Aku bahkan tidak tau lagi bagaimana menggambarkan hati yang tidak berbentuk tak berkesudahan, seakan hatiku baru saja dihujani batu besar, jatuh dan remuk secara bersamaan.

   Deru napas tak lagi bersamaan emosi tak lagi stabil dan hati masih tak bisa menerima kenyataan yang begitu pahit.

  Dengan hati yang baru saja ditoreh luka, aku berusaha memaksakan bibir untuk tersenyum sebagai isyarat menandakan bahwa aku baik-baik saja ketika semua orang memandang ku dengan rasa khawatir.

   Tapi itu tidak berlangsung lama, kepalaku terasa berdenyut dengan sangat keras. Teramat menyakitkan, sakit yang menulikan pendengaran ku. Tak ada lagi suara yang jelas tuk didengar. Sakit yang membutakan mataku, tak ada lagi wajah mereka yang bisa kulihat dengan jelas.

   Semuanya terasa berputar seakan hendak mengeluarkan segala yang ada didalam perutku. Sampai akhirnya pandangan semakin GELAP, SUNYI.

Araaaa....









Hiks, yang kuat ya hati🤧🤧


















Solok,
@devinofri69_

Kau Bukan Untukku(end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang