Dua Puluh

4 0 0
                                    

Berpura-pura kuat dan tersenyum di hadapannya memang menyedihkan, tapi akan jauh lebih menyedihkan lagi jika terlihat lemah dihadapannya

Samaira Dewita


"Bunda, Ara mau jalan-jalan ke taman nanti sama Rana. Boleh ya, ya." Rengek Aira memecah keheningan dimeja makan. Ya, kondisinya sudah mulai membaik dua hari yang lalu setelah pengobatan rutin sebulan penuh.

"Boleh, tapi jangan terlalu kelelahan. Kondisi kamu belum pulih sepenuhnya." Ingat Aisyah.

"Dan Fariz juga ikut." Tambah Rahman.

"Eh?, emang kak Fariz nggak kerja?"

"Tidak, kakak hari ini libur. Sekalian kita libur bersama." Ujar Fariz

"Ho'oh... Anwa mawu mawin samwa bwang Awiz dwan kwak Awra." Celotehan Rana sambil mengunyah makanan di dalam yang ada didalam mulutnya. Bahkan juga ada yang keluar.

"Rana.... Telan dulu makanannya. Nanti kesel-...."

"Uhuk.... Akkhhh.... Tenggorokan Sakit bunda." Rengek nya sambil menjangkau minuman yang disodorkan Fariz.

"Tuh kan, belum selesai bunda ngomong sudah kejadian." Komentar Rahman.

Aira hanya tersenyum simpul melihatnya. Hah, keluarga nya kembali terasa lebih hangat. Lihatlah si biang kerok itu, Rana. Tingkahnya selalu membuat orang-orang tersenyum, dan lagi kedatangan Fariz menambah kehangatan di keluarganya.

Pertanyaan yang sering muncul dulu sudah terjawab semuanya. Tentang foto sepasang anak kecil yang pernah ia temui dulu di gudang. Ayah dan bundanya selalu menjawab kalau itu foto nya bersama teman masa kecilnya yang sudah pindah keluar negri.

Kemudian tentang mimpi nya bersama seseorang anak kecil tapi wajahnya selalu buram. Dimimpi itu dia merasa seakan dekat dengan lelaki itu. Lagi-lagi ketika ditanya Bunda hanya menjawab kalau itu hanya bunga tidur.

"Yah, bund. Ara kemarin mimpi punya kakak laki-laki lho. Dia tampan seperti ayah, tapi matanya mirip mata Ara." Adunya kala itu.

"Itukan hanya mimpi sayang. Kan Ara anak pertama bunda, yang benar Ara akan punya adik." Balas Aisyah sambil mengusap-ngusap perut buncit nya. Sedangkan Rahman mengenggam erat tangan istrinya sambil menatap kosong kedepan.

"Iya sih, padahal Ara juga pengen punya kakak. Kan adil. Ada adik dan juga kakak." Ujarnya dengan senyum yang mengembang di pipinya.

"Ternyata setiap tanyaku memiliki jawaban." Gumannya tapi tetap terdengar.

"Kenapa Ra?"

"Nggak papa kak, Ara cuman senang aja akhirnya keluar juga dari rumah. Bosan dirumah terus." Ucapnya sambil tersenyum kikuk.

"Ya sudah, makan yang banyak. Setelah itu kalian bisa  pergi." Aisyah menengahi.

"Iya bunda"

****
"Huuh, capek ya kak." Ucap Aira sambil duduk dikursi taman.

"Kan tadi udah kakak bilang, kamu sih bandel. Hampir dua jam lho mutar-mutar ditaman. Kan capek jadinya. Padahal baru pulih kamunya." Omel Fariz panjang lebar sambil mendudukkan Rana disamping nya.

"Hehehe, lagian Ara juga bosan dirumah mulu. Eh? Itu ayah sama bunda bukan?" Tanya Aira sambil menunjuk sepasang manusia di seberang jalan. Dan Fariz mengangguk mengiyakan.

"Ara jemput ah, tunggu disini ya kak, Na. Selamat tinggal." Ucapnya sambil berlalu menuju jalan raya.

"Aneh." Guman Fariz tapi mencoba untuk tenang.

Kau Bukan Untukku(end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang