Bab 23

161 25 0
                                    

***
Saran lagu sweet night - V BTS




Setelah satu bulan kira-kira Nio tak bisa menatap secara langsung dan seleluasa ini karena waktunya tersita untuk latihan fisik, hatinya lega hari ini sosok yang dia rindukan berada di dekatnya.

Mata sipitnya tak lepas mengamati Amara yang tengah menata barang yang akan dia bawa ke dalam koper. Rambut Amara dikepang dua dengan jepit rambut bunga sakura tersemat di atas telinga menambah aura cantik terpatri dari wajah alaminya tanpa riasan.

"Ini udah, baju udah ... apa lagi ya?" gumam gadis itu mengetuk jarinya ke dagu, berpikir sebentar.

"Kamu butuh berapa stel baju sih?" tanya Amara mengangkat kepalanya. Mata hitamnya terpaku melihat Nio duduk lesehan di lantai, sedari tadi tengah menatapnya lamat-lamat tanpa berkedip.

"Kenapa?" tanya Amara terheran. Satu ide jail mencuat di benaknya.

"Aku cantik ya?" tanya Amara lagi sambil terkekeh.

Leluconnya ditanggapi Nio. "Iya, cantik banget. Saking cantiknya bikin hatiku kena serangan gempa dadakan." kata Nio membuat Amara mengumpat dalam hati. Kenapa Nio malah ngegombal sih?

"Bentar lagi mau roboh.." sambung Nio. Pipi Amara didominasi warna merah. Sialan cowok itu sudah membuatnya baperrr nggak ada obat!

"Mencium bau-bau kang gombal.." Amara mengendus aroma janggal dari tubuh Nio yang duduk diseberangnya. Nio terkekeh lalu mengacak rambut Amara gemas.

"Ada yang kurang nggak?" Amara kembali mode serius.

"Kayanya facial wash-ku habis," Nio berjalan ke kamar mandi mengecek sabun wajahnya hampir habis.

"Mau beli?"

"Sekalian jalan-jalan ... habisnya kangenn banget," lanjut Amara menggoyangkan lengan Nio. Nio menundukkan kepalanya, mengamati Amara yang merengek padanya. Semua akan jinak pada waktunya jika berhadapan dengan pawangnya.

"Maukan?"

Nio mengangguk. Amara mengembangkan senyum lalu menubruk dada Nio, memeluk cowok itu sangat erat. Sebenarnya dia memeluk Nio bukan karena senang malam ini bisa keluar bareng Nio melainkan rasa kangennya tidak bisa ditahan.

"Eh..." Nio mundur beberapa langkah, mendapat serangan dadakan. Tubuhnya kurang seimbang hingga dia jatuh ke ranjang disusul Amara terdorong karena Nio mencengkeram erat pinggangnya.

Keduanya jatuh ke kasur dan posisinya tubuh Amara menimpa tubuh Nio. Mata keduanya saling beradu pada jarak pandang yang nyaris terkikis. Amara dapat merasakan hembusan napas hangat menerpa wajahnya begitupun dengan Nio.

Detak jantung Amara bersautan dengan jantung Nio. Seakan tersihir dalam pesona masing-masing membuat keduanya terdiam lama.

Amara mendekatkan wajahnya lalu mengecup bibir tipis nan merah cowok itu.

Cup

Dia hanya mengecup singkat. Matanya terpejam rapat sedangkan Nio melotot, bola matanya hampir keluar sewaktu benda kenyal milik Amara menempel dibibirnya.

Dua kali kesehatan jantungnya diuji oleh Amara.

Serangan terakhir ini berlipat-lipat membuat jantungnya nyaris meloncat saking cepatnya berdetak. Tak ada aba-aba langsung mencium bibirnya penuh keberanian.

Namun Nio juga ikut menikmati momen langka yang mungkin nggak akan terulang dalam waktu dekat. Dia membalikkan tubuh Amara. Kini dia yang berganti menindih tubuh kecil Amara. Tangannya bergerak untuk membelai pipi Amara.

Detik berikutnya Nio menutup matanya lalu bibirnya bergerak melumat lembut bibir Amara. Tangan kanan Amara yang diperban naik ke udara. Sesekali jarinya menyisir rambut belakang Nio dalam tempo lamban.

•••

Jari Amara menggenggam erat lengan Nio. Saling bungkam dalam riuhnya keadaan dipusat perbelanjaan alias Indomaret.

Setelah insiden di kamar Nio, dia merasa canggung setelah melakukan itu. Jangan traveling tolong! Dia nggak mungkin lepas kendali sampai kebablasan.

Dia dan Nio hanya berciuman. Kalo dihitung mungkin cuma dua menit setelahnya dia mendorong dada Nio menyuruh cowok itu menjauh.

Nio juga sempat meminta maaf karena lancang menciumnya namun bukan itu yang jadi masalah.

Amara terlalu malu untuk berdekatan dengan Nio. Seperti kaset rusak, momen itu berulang-ulang memutar dalam memorinya membuat dia salah fokus. Pipinya bersemu merah, lagi-lagi ingatannya tertinggal di kamar Nio saat dia menerima ciuman Nio dan membalas ciumannya dengan melumat bibir bawah Nio. Akhh–tolong pukul saja kepala Amara yang terus membayangkan adegan itu.

"Pengen cokelat atau keripik kentang?" tanya Nio membawa keranjang belanjaan yang dipenuhi pesanan mamanya. Dia hanya membeli facial wash.

"Hah..?" Amara menghentikan langkahnya. Mau tak mau Nio juga berhenti.

"Kenapa?" tanya Nio merasa aneh dengan gerak-gerik Amara.

"Pipimu merah banget," Nio ingin menyentuh suhu pipi Amara namun ditangkis.

"Kamu nggak demam kan?" tanya Nio risau. Menatap khawatir Amara yang terlihat kurang sehat.

"Kayanya badan kamu panas banget," ujar Nio.

Amara menghela napas. Dia mati-matian menahan malu didepan Nio namun cowoknya justru biasanya saja. Apa dia yang berlebihan?

Tidak-tidak! Ini normal, yang nggak normal adalah Nio. Setelah berciuman dengannya, Nio tampak biasa-biasa saja. Seperti ciuman adalah aktivitas sehari-hari dan dia akui Nio sangat ahli dalam berciuman sampai dia terbuai. Darimana cowoknya itu belajar atau sebelum pacaran dengannya Nio sudah pernah berciuman? Pikir Amara.

"Kamu pinter banget," cicit Amara menatap lantai Indomaret yang jauh lebih menggoda.

"Maksud kamu?" tanya Nio mengerutkan kening. Pikirannya tidak sampai untuk mencerna ucapan Amara yang terkesan ambigu.

"Dikamar."

"Kamar siapa?" Itu Nio pura-pura polos atau gimana sih. Huh! Amara pengen menggetok kepala Nio yang berlagak lupa.

"Tadi kita ngapain?"

"Emang kita ngapain?" Darah Amara mendidih. Gemas dengan ketololan yang menyerang otak Nio.

"SETAHU KAMU AJA KITA NGELAKUIN APA DI KAMARMU!" Teriak Amara ditelinga Nio. Nio buru-buru menjauhkan diri dari Amara. Telinganya bisa budek dadakan karena suara Amara mengalahkan toa masjid.

"Santai dong!"

"Makanya jangan pura-pura lupa!" Amara tak kalah tajam.

"Enggak pura-pura sayang ... kamunya aja ngomong ambingu, aku kan jadi nggak paham." Bela Nio tak ingin disalahkan.

"Hilihhh giliran kaya gini manggil siying.." Amara mencebikkan bibirnya julid.

"Heh itu bibirnya nggak usah ngegas!" Nio menunjuk bibir Amara bergerak-gerak. Julidnya dapet banget wahai human.











TO BE CONTINUE....

ADORABLE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang