*Tin pov*
Ketika luka sudah terlalu dalam dan menyakitkan, terkadang tubuh akan serasa mati rasa akan hal lain.
Kau tidak akan bisa merasakan hal lain selain dingin, lemah, mual, dan kebas yang diciptakan luka yang sangat menyakitkan itu.
Seperti luka didadaku.
Lukaku dalam, lebar, berbahaya, dan perlahan membusuk.
Luka ini membuatku tak bisa melakukan apapun.
Membuatku lemah tak berdaya.
Dan membuatku semakin menjauh dari semua orang yang mungkin perduli dan menyayangiku.
Tapi apa dayaku?.
Lukaku aku yang menciptakannya sendiri.
Aku yang membuatnya semakin dalam.
Aku juga yang membuatnya nyaris busuk.
Aku adalah sumber permasalahan dari lukaku sendiri.
Sebelum semuanya benar benar berakhir karena busuknya lukaku, setidaknya biarkan aku merasakan perhatian yang kuinginkan dari dia.
Dia, cinta yang dulu pernah ada disisiku menjaga hatiku dengan hangat dan perhatiannya.
*tin pov end*
*****************
*Dirumah keluarga medhtanan, 4 hari kemudian*
"Kau sudah bangun tin?". Tanya nyonya medhtanan membawakan obat dan sarapan untuk tin.
"Sampai kapan aku harus disini bu?. Aku banyak pekerjaan dan aku harus kembali ke apartemenku". Ucap tin menatap malas kepada nyonya medhtanan yang sudah menahannya dirumah utama selama 4 hari setelah tragedi nyaris membunuh antara tul dan tin.
"Jika kau bisa berjanji kau tidak akan.......". Nyonya medhtanan menjeda ucapannya menatap tin kasihan.
"Berjanji tidak akan mencari can?. Atau berjanji tidak membunuh tul?".
"Tin!". Nyonya medhtanan menatap khawatir ke arah tin. Dia sungguh tak percaya tin bisa mengatakan hal mengerikan itu dengan mudahnya.
"Tsk!". Tin mendelik kesal dan menghempas selimutnya.
*brak!*
Dia meninggalkan ibunya dan membanting pintu kamar mandi yang ada dikamarnya dengan cukup kuat.
"Tin.......". Nyonya medhtanan hanya bisa menatap sedih ke arah pintu dimana anak bungsunya berada.
Tidak disangka, bahkan setelah tin menerima penolakan yang jelas dari can, tin malah semakin tak tau ke mana arah hidupnya.
Kenyataan bahwa can tidak lagi bagian dari jiwanya semakin membuatnya gila. Diperburuk penegasan itu keluar dari mulut can sendiri.
Tin merasa semakin tersesat tak tau kemana dia harus melangkah.
***********
"Ada apa lagi dengannya?". Tanya tuan medhtanan menatap tangan tin yang dibalut perban ketika tin sekejab melewatinya di dapur untuk mencari wine milik ayahnya yang dia tau selalu ada disana.
"Huft.....". Nyonya medhtanan menghela panjang. "Dia memukul cermin dikamar mandinya".
Sejenak tuan medhtanan terdiam menatap wajah sedih dan khawatir istrinya.
Dia nampak berpikir dan mempertimbangkan sesuatu.
"Panggil tin......". Pinta tuan medhtanan pada salah satu pelayan dirumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear True Soulmate, Tul Medhtanan
Fanfictionone shot. Tul × can 🤭 just simple story about omegaverse