Saat kamu pergi, ketika itulah duniaku tak lagi sama. ~Franesya Putri Anggayun
•
•#Flashback on#
Orang tuamu dalam bahaya!
Pesan singkat itu seolah mampu meruntuhkan langit di atas kepala Nesya. Kaki gadis itu mulai lemas, bahkan matanya kini telah buram sebab air mata.
Nesya kembali menggenggam erat ponselnya, sebelum seluruh kesadarannya hilang. Gadis itu berlari sekuat tenaga keluar ruangan. Hanya satu yang ada dalam pikirannya saat ini. ayah dan ibunya
"Saudari Franesya Putri Anggayun," suara pembawa acara memecah kesunyian yang sempat terjadi beberapa menit lalu. Iya, Nesya menang menjadi juara pertama. Gadis itu berhasil. Namun, sayang sekali, pemilik nama itu kini sudah berada di dalam mobil seraya merapalkan nama kedua orang tuanya kuat-kuat.
Mulut gadis itu tak berhenti mengucap doa kepada Tuhan. Meminta yang terbaik untuk kedua orang tuanya. Matanya tak kunjung kering, air mata terus mengalir dari sana. Meski ia belum tahu kebenaran pesan itu, namun firasatnya mengatakan jauh lebih sakit dari isi pesan tadi.
"Nesya enggak percaya, Mamah sama Papah pasti baik baik aja. Esya, lo harus optimis. Siapa tau aja pesan tadi cuma orang iseng," Nesya terus mengatakan hal yang bahkan dirinya saja tidak yakin akan kebenaran kalimat itu.
Kemudian, gadis itu menunduk dan mengulangi perkataan terakhirnya dengan lesu.
"Iya, orang iseng."
"Neng sudah sampai," ujar seorang supir taksi kepada Nesya, membuyarkan lamunan gadis itu.
Sebelum Nesya turun, ia melihat sekeliling rumahnya yang terlihat sangat ramai. Nesya memang tidak suka sunyi, tapi ia lebih tidak suka hal ramai seperti ini.
"Neng," tegur supir taksi sekali lagi.
Nesya pun tersadar, ia menyodorkan lima lembar uang berwarna merah dan langsung berlari ke rumahnya. Doa nya semakin kuat, seirama dengan langkah kakinya.
Tepat saat kaki Nesya menginjak rumput halaman rumah megah itu, rapalan doanya seketika berhenti. Netra hitamnya dengan sangat jelas melihat bendera kuning disana. Kemudian ia mengalihkan pandangan ke dalam rumah. Di sana, Ibunya sedang menangis sesenggukan seraya memeluk seseorang yang tengah terbaring kaku dibalik kain putih yang Nesya benci.
Nesya tumbang, kakinya lemas tak berdaya. Secuil harapan yang sejak tadi ia simpan kini hilang melihat kondisi Ibunya.
Gadis itu terduduk lemas di halaman rumahnya seraya mencengkeram erat tanah di depannya, "Pah, kali ini Esya nggak suka teka teki Papah."
***
Tok..tok..tok
Pintu kamar Nesya diketuk.
"Non Nesya, makan dulu non," ujar Mbok Ijah-pembantu di rumah Nesya-yang masih berdiri di depan pintu kamar Nesya.
"Non," panggilnya lagi.
Namun, tetap tak ada jawaban.
"Non Nesya, Mbok masuk ya."
Lagi-lagi tidak ada sahutan dari sang pemilik kamar.
Ijah pun masuk ke kamar tanpa menunggu persetujuan anak majikannya itu. Ia tahu, Nesya sedang tidak baik baik saja di dalam sana.
"Non Nesya," sekali lagi, Mbok Ijah memanggil Nesya yang tengah duduk melamun di samping ranjang tidurnya. Matanya sembab, pandangannya kosong. Tangannya masih memegang kuat foto ayahnya. Satu-satunya yang tertinggal.

KAMU SEDANG MEMBACA
Secrets Revealed
HorrorHancur dan lebur seperti lama berkawan tak terpisahkan. Banyaknya tirai bagai labirin tanpa denah dan penuh siksaan. Hal yang biasa dialaminya. Tanpa satu orang pun tahu. Semua berjalan, berkelit, lalu mengguncang. Bak riak air yang tenang, menyimpa...