《 Air 》 19. Teror Sekolah

4 1 0
                                    

"Nesy bebebku, yuk aa' antar pulang. Kasihan nanti kamu diculik loh." wajah tampan Dewa tertutup oleh helm kesayangannya. Kini Dewa dan Nesya sedang berada di tukang nasi goreng dekat  sekolah. Beberapa menit yang lalu, bel pulang berbnyi seakan sebuah lonceng kebebasan bergema. Lalu mereka langsung tancap gas ke tukang nasi goreng Mang Yeye

"Gimana ya, Esya takut Paman marah lagi nanti. Tapi.." batin Nesya bermonolog.

"Udah nggak usah kebanyakan mikir, otak kecil lo capek nanti!" canda Dewa dengan menaik turunkan alis-menggoda.

"Iyadeh iya. Emm sampai didepan gang aja ya!" pinta Nesya.

"Lah ogah, dikira gue cowok apaan. Percuma ganteng dong, gue takut reputasi gue menurun bee." bantah Dewa dengan angkuhnya.

"Halah lagian ya, tadi pagi jemput juga depan gang. Gaya gayaan lo, beneran deh depan gang aja ya please" ia keluarkan jurus andalan, merayu dengan kekuatan pupy eyes-nya.

Dewa akhirnya mengalah, sudah beruntung Nesya mau dibonceng sekalian modus dari pada sama Gibran.

"Hah...oke." Dewa menghela nafas panjang menampilkan ekspresi kepasrahan.

"Yes!!" tanpa aba-aba Nesya loncat ke atas motor dengan semangat. Membuat Dewa yang terkejut hampir saja terjatuh akibat perlakuan bar-bar seorang Nesya.

Dewa memegang kuat motornya,"Hati-hati pinter, kalau jatuh gimana? Lecet dong motor gue!"

Nesya mencibir acuh.

Perjalanan pulang terasa panjang, hampir setiap detik mereka habiskan saling perang urat. Tatapan para pengemudi lainnya tidak mereka hiraukan, serasa jalanan milik berdua begitu romantisnya pasangan sejoli ini.

"Makasih Wa." Nesya turun perlahan.

"Okey Nesy, aa' pulang dulu. Jangan rindu ya!" Nesya memutar bola matanya, jengah akan perilaku bocah tengil didepannya.

*****

Waktu bergulir cepat, sekarang sudah jam 8 malam. Nesya merebahkan tubuh lelahnya, merasakan kenikmatan. Sejak pulang sekolah ia telah melakukan rutinitas sehari-hari. Paman dan bibinya tak akan pernah membiarkan Nesya beristirahat terlalu lama. Begitu menyedihkan takdir yang dimilikinya, namun ia percaya bahwa pasti banyak orang diluar sana yang lebih menderita dibandingkannya.

"Apakah Esya serakah jika ingin bahagia? Mengulurkan tangan, berekspektasi seseorang akan menggegamnya penuh kehangatan. Beribu sayang, realita menamparku tanpa keraguan. Esya berjalan sendiri, atau kah Esya yang memutuskan untuk menyendiri. Entahlah, mungkin ini saatnya aku percaya pada orang lain. Terutama teman-temanku."
memberi kata motivasi pada diri sendiri merupakan kebiasaan Nesya bahkan kebutuhan.

Ia sudahi acara melakonisnya, Nesya beranjak mengambil selembar kertas dari tasnya.

ípíápáàpá 32:8 ▽ ⊡

Gerbang neraka terbuka. Portal gaib menipis tergorok oleh angka kematian menuju the moon frog akan keberuntungan, kekayaan serta kemakmuran.

Clue: china

Dua teka teki itu sedari tadi Nesya perhatikan. Jemarinya terus mengelus goresan tinta pada kertas itu. Rasa lelah yang menjengkelkan kini raib entah kemana.

"Sepertinya akan ada sebuah kejadian besar menanti. Baik cepat atau lambat, jauh atau dekat. Teka teki ini bukanlah mainan iseng semata." dagunya ia tumpu dengan tangan kirinya. Duduk bersila menghadap jendela, menikmati setiap hembusan udara. Cuaca yang cukup cerah, memperlihatkan keagungan sang rembulan.

Secrets RevealedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang