#Flashback on#
Sedikitku jelaskan
Tentangku dan kamu
Agar seisi dunia tauKeras kepalaku sama denganmu
Caraku marah caraku tersenyum
Seperti detak jantung yang bertaut
Nyawaku nyala karena dengamuNesya memutar musik favoritnya. Ia meletakkan sebuah kaset mini di pangkuannya dan memulai menulis puisi. Belum sempat ia menggoreskan satu garis pun di notebooknya, tiba-tiba sebuah album kecil bermotifkan alpukadot hitam-biru terjun dari arah meja belajarnya. Ia mengerutkan dahi dan segera beranjak dari duduknya untuk mengambil album mini itu.
“Ia diberi dan diambil. Ia ada disaat nafas pertama dan ia akan ada sampai mati. Hayoo apaan?” tanya pria itu kepada Nesya.
“Ha? Gimana, Pa? Gimana?” tanya Nesya balik.
“Ia diberi dan diambil. Ia ada disaat nafas pertama dan ia akan ada sampai mati. Apa hayoo?” ulang pria tersebut.
“Hmm, pasti jodoh Nesya, Pa.” tebak Nesya asal.
“Salah.”
“Hm, takdir pasti.”
“Salah euy.”
“Udara kah? Roh? Bayangan?” tanya Nesya berbondong-bondong.
“Bukan sayang, bukan. Aduhh, makin ngawur.”
“Cluenya kasih dong, Pa. Please.”
“Hm… Biasanya kalau bayi lahir, acara apa yang diadakan?” pria itu mulai mengasih clue.
“Aqiqah, Pa? Yang menemani sampai mati apaan sih? Akrss.” Nesya mulai frustasi dengan pertanyaan sang Papa.
“Iyap, Aqiqah. Tapi bukan itu jawabannya. Hayoo tebak lagi.”
“Udahlah, Pa. Esya nyerah aja. Malas jawabnya. Dari tadi salah mulu.”
“Hahaha. Masa mau kalah dengan Papa sih, Nak? Cemen dong, hahaha.” pancing pria itu hingga membuat Nesya memanyunkan bibirnya.
“Ihh Papa mah. Esya kan gak suka tebak-tebakan. Masa diajak main tebak-tebakan sih, Pa?” rajuk Nesya.
“Sesekali harus diasah, Nak. Papa aja pintar main tebak-tebakan, masa Esya ga mau pintar kayak Papa sih? Hahaha,” ledek pria tersebut.
Nesya mengerutkan kening dan menyipitkan matanya. Detik kemudian, Nesya beranjak dari tempat sofa menuju meja ruang belajarnya, meninggalkan sang Papa sendirian di ruang keluarga. Ia mengambil notebook miliknya dan kembali menemui sang Papa yang masih setia di depan televisi.
“Yok, Pa. Kita lanjut main tebak-tebakannya. Kali ini Esya gak bakalan kalah dari Papa,” sahut Nesya ingin balas dendam.
“Pede amat, Nak. Hahaha.” Wiliam-Papanya Nesya-masih setia meledek Nesya.
Diberi-diambil-nafas pertama-sampai mati-aqiqah. Kurang lebih seperti itu yang ditulis Nesya di dalam notebook birunya. Baginya, tebak-tebakan adalah hal yang paling menyebalkan saat bermain dengan sang Papa. Jika disuruh milih, Nesya lebih memilih menyelesaikan soal matematika daripada memainkan teka-teki.
“Apa ya? Kok Esya jadi bingung? Kata kuncinya banyak, tapi jawabannya sungguh misteri.” Nesya berbicara sendiri sambil menatap ke arah notebooknya.
Wiliam memperhatikan Nesya melalui ekor matanya. Ia tersenyum simpul melihat sang anak yang bersusah payah mencari jawaban dari pertanyaannya.
“Cluenya satu lagi deh. Jawabannya ada empat huruf.”

KAMU SEDANG MEMBACA
Secrets Revealed
HorrorHancur dan lebur seperti lama berkawan tak terpisahkan. Banyaknya tirai bagai labirin tanpa denah dan penuh siksaan. Hal yang biasa dialaminya. Tanpa satu orang pun tahu. Semua berjalan, berkelit, lalu mengguncang. Bak riak air yang tenang, menyimpa...