Sekarang, Nesya, Rani dan Aziah sedang membuat nuget tahu. Pekerjaan kelompok kali ini sangat menguras otak mereka.
Fisika.
Ya ... sebenarnya mereka tidak terlalu menguasai pelajaran di jurusan IPA ini. Tetapi kalau pun dulu mereka memilih untuk mengambil jurusan IPS, barangkali kesempatan mengambil jurusan kuliah yang akan mereka pinang nantinya menjadi lebih sedikit.
"Nes, setelah ini terus diapain?" tanya Aziah yang sebenernya tidak tahu perihal masak-memasak. Sedangkan Rani, dia hanya membolak-balikkan buku resep sejak tadi. Selera masaknya tiba-tiba menghilang.
"Ambil dulu roykonya, terus cemplungin tahunya ke royko itu," jelas Nesya dan dibalas dengan anggukan paham oleh Aziah.
"By the way, menurut lo, itu teka-teki udah ketemu belum?" tanya Aziah yang tiba-tiba teringat misi pemecahan teka-teki hantu itu.
"Ha?" tanya Nesya balik--merasa tak paham atas pertanyaan Aziah.
"Itu loh, teka-teki yang di perpustakaan," perjelas Rani yang mengerti arah pembicaraan Aziah.
"Nah.." jawab Aziah membenarkan.
"Oh, aku belum nemuin jawabannya. Susah banget teka-tekinya," tutur Nesya sembari fokus pada kegiatannya. "Kalian sendiri, gimana? Udah ada ide, belum?" tanya Nesya kembali.
Aziah langsung tersentak. Dia sama sekali tidak paham maksud dari teka-teki nya. Bagaimana mungkin dia tahu jawabannya?
"Huft ... Aku belum ketemu," cetus Aziah singkat. Rani pun hanya mengangguk membenarkan opini Aziah.
Mereka meneruskan kegiatan. Kasihan Dewa, Wira dan Gibran di sana. Takutnya ada apa-apa lagi.
Di sisi lain.
"Eh, gilak--yang bener itu, jingga! Lo buta warna?" protes Dewa ke arah Gibran.
"No! Itu orange tua. Lo yang buta warna," sangkal Gibran tak mau kalah.
"Itu jingga oneng," sahut Dewa kembali.
Dan Wira? Dia hanya menjadi penonton dari drama kedua sahabatnya ini.
"Orange Ferguso," sambung Gibran masih dengan pendiriannya.
"Permisi," ucap seseorang dari balik pintu rumah Nesya.
Sontak, Dewa, Wira, dan Gibran kompak melihat ke arah sumber suara. Mereka saling mengendikan bahunya.
Tidak ada siapa-siapa di sana. Lantas, siapa yang baru saja ...?
"Pikiran lo aja, kali," sangkal Gibran.
Dewa mendelik. "Kok gue lagi, sih? Lo aja mikirnya sama!"
"Pala lo! Gue mikirnya yang positif, enggak kayak lo--pe-na-kut!" ucap Gibran sambil menekan kan kata penakut di bagian akhir.
"Permisi ...,"
Suara itu muncul lagi.
"Gilaaaak. Itu manusia, Gib. Bukan hantu!" tebak Wira dan menyikut lengan kanan Gibran, menyuruhnya untuk mengecek ke depan ruang tamu.
"Ngapa lo? Takut?" cibir Gibran sambil terkekeh kecil.
"Enak aja! Gue cuma nyuruh lo ngecek doang elah," sanggah Wira yang sudah frustrasi dengan Gibran.
Gibran hanya melirik ke arah Dewa dan Wira sebentar. Dan setelah itu, dia berjalan menuju pintu ruang tamu. Barangkali ada seseorang yang butuh bantuan, pikir Gibran.
Namun, tak berapa lama kemudian, Dewa dan Wira muncul di belakang Gibran. Mereka mengekori Gibran. Sejujurnya, Dewa adalah cowok penakut, tak seperti Gibran. Begitupula Wira yang pergi ke kamar mandi pun harus ada temannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/255686538-288-k113326.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Secrets Revealed
رعبHancur dan lebur seperti lama berkawan tak terpisahkan. Banyaknya tirai bagai labirin tanpa denah dan penuh siksaan. Hal yang biasa dialaminya. Tanpa satu orang pun tahu. Semua berjalan, berkelit, lalu mengguncang. Bak riak air yang tenang, menyimpa...