Song : Pamit - Tulus
Panas cuaca ibu kota sore itu seirama dengan suasana yang baru saja terjadi di ruangan pak Ale, manajer marketing D&C Med.
Sepasang suami istri dengan tangan saling tertaut menuruni gedung dua puluh tujuh lantai. Berjalan tergesa, cengkeraman tangan itu berakhir tepat saat mereka berdiri di depan loby. Dengan hentakan kasar dari Ayu, terlepaslah tangan Ayu yang tertaut di tangan Abimana, suaminya.
Untuk pertama kalinya sejak di ruangan manajer tadi, pandangan mereka bertemu. Mata mereka saling mengunci.
"Cukup, sampai sini aja. Sebaiknya ini akhir dari kita." Ayu membuka dengan kata-kata yang tak diharapkan suaminya.
"Bethari." Panggil Abi lirih. Terbiasa dengan kata-kata penolakan membuat dirinya bisa menguasai diri. "Seberat apapun masalahmu. Ada aku, suamimu. Libatkan aku di setiap hidupmu. Kamu enggak sendiri lagi, Bethari."
"Enggak, sejak dulu maupun nanti, hanya saya yang berhak atas masalah saya sendiri. Jadi jangan pernah mengasihani saya."
"Bethari..." Abi mencoba mengambil lagi tangan Ayu dihadapanya. Namun Ayu menggerakan tanganya ke belakang tubuhnya.
"Karna faktor perbedaan umur kita, lantas di matamu aku selamaya hanya seorang anak kecil? Di matamu, apapun yang aku lakukan nggak pernah berarti apa-apa? Bagaimana dengan perasaanku? Apa selamanya kamu tak akan pernah melihatku sebagai pria yang bisa melindungimu dan Zizi? Yang bisa memberikan kebahagiaan bagi keluarga kita? Bahkan kamu tak menganggap ada pernikahan kita. Aku kecewa sebenarnya. Tapi aku lebih memilih melihatmu bahagia ketimbang menuruti ego, meski bahagia itu cuma versimu. Aku akan turuti maumu. Seperti yang aku bilang sebelumnya. Take your time. Berapa lamapun, aku akan menunggu. Sebelum kamu bilang sendiri kamu siap untuk melanjutkan pernikahan kita, aku gak akan menemuimu."
Ayu mengerjap berkali-kali untuk menghentikan paksa anak sungai yang akan meluncur dari matanya. Entah mengapa kata-kata dari Abi, suaminya, sangat melukai egonya. Bahkan dari kalimat panjang kali lebar barusan, tak menyebut namanya sama sekali.
Bukanya Ayu menganggap faktor umur menjadi masalah dalam rumah tangganya. Hingga ia tak memandang suaminya itu sebagai suami. Tapi ia tak menerima jika ia dinikahi hanya karena belas kasihan semata. Meski suaminya itu pernah mengungkapkan cinta kepadanya. Namun, bukanya awalnya ia dinikahi hanya karena belas kasihan dari keluarga Lukita? Dan ia menerima dinikahi karena untuk membalas hutang budinya?
Jelas, pernikahan ini bukan berdasar saling cinta. Dan untuk itu Ayu selalu mengucap kata 'akhiri saja' agar Abi terbebas untuk menikah dengan orang yang dicintainya. Masalah hutang budi? Ayu sudah memikirkanya untuk mendedikasikan diri di D&C.
Ayu hendak berbalik melangkah sebelum mengeluarkan kalimat lagi. "Dan... memang.. sebaiknya kita tidak bertemu dulu untuk saling introspeksi diri." Ucapnya lirih dengan tatapan menunduk. Lalu ia berbalik untuk berlari menjauh.
Namun, baru saja berbalik, Abi menarik lengan Ayu dan menciumnya di depan loby.
Ayu mematung kaget. Pikiranya tiba-tiba blank. Hingga beberapa saat tersadar, Ayu berontak dan menghentakan sekali lagi lenganya yang berada dalam cengkeraman tangan kokoh Abi. Ayu lalu berlari ke arah basement tempat motor maticnya terparkir sambil menyeka anak sungai yang tak mampu ia bendung lagi dan mengusap-usap mulutnya dengan kasar. Entah mengapa, ia merasa seperti dilecehkan.
***
Panas terik menerpa dibarengi hembusan angin kencang saat Qila menghampiri Ayu di rooftop gedung dua puluh tujuh lantai itu.
Qila berdiri berdampingan dengan Ayu. Sama-sama bersandar pada pembatas rooftop, Qila lalu membalikan tubuhnya menatap langit cerah di hadapanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEPARUH (TAMAT)
Short StoryHidup sebagai ibu satu anak yang merangkap sebagai salah satu staff di perusahaan Ekspor Impor, Ayu hanya berpegang pada satu sisi hidupnya saja. Karena separuh hidupnya yang lain telah pergi bersama kematian suami yang ia cintai. Satu hidupnya terb...