"Aku curiga padamu, ragu pada janjimu. Kau seharusnya tidak perlu kembali membawa kedok yang tidak dapat kuterima dengan logikaku."
☘️☘️☘️
Suara ketukan pintu terdengar dari luar. Tasya masih mandi saat itu. Anel yang sudah merebahkan tubuhnya di tempat tidur terpaksa bangkit dari rebahannya, memakai hijab instannya cepat dan bergegas membuka pintu. Anel menerka-nerka siapa pula orang yang mengetuk pintu kamar mereka di jam sembilanan malam begitu.
"Kak Asa toh rupanya. Ada apa kak?" tanya Anel kasual.
"Kakak perlu bicara sama kamu sebentar."
"Oh bisa kak, bentar Ael tutup pintu dulu." Anel menutup pintu kamar dirinya dan Tasya perlahan untuk menghindari timbul suara. Apalagi sepertinya Daisha mau berbicara serius padanya yang mungkin pembicaraan di mana Tasya tak boleh tahu.
Keduanya berjalan sedikit, mengarah lebih dekat ke arah pantai setelah keluar dari villa mereka. Angin bertiup cukup kencang. Tetapi Daisha tampak tidak merasa kedinginan sedikit pun sementara Anel merasa sedikit kedinginan karena lupa membawa jaket. Kalau Daisha sih tidak suka memakai jaket.
"Kamu ingatkan waktu kamu tenggelam kemarin?" Anel mengangguk atas pertanyaan yang dilontarkan Daisha. "Orang yang nyelamatin kamu Dimitrikan? Itupun kalau kakak gak salah orang."
"Iya kak betul, dia Dimitri."
"Gelagat dia terlalu aneh buat kakak untuk seorang yang amnesia." DEG, perasaan tidak enak muncul pada diri Anel. Terkadang sedikit banyak apa yang dikatakan Daisha bisa jadi kenyataan mengingat Daisha cukup paham soal ilmu psikologi dan dia juga paham soal IT untuk mengorek informasi. "Nel, ada baiknya kamu tanyakan langsung nanti. Apa benar dia betul-betul masih amnesia dan masih gak ingat sama kamu atau itu semua hanya kedok."
"Baik kak,"
"Sebenarnya kakak juga belum cari tahu lebih dalam sih soal dia. Tetapi ekspresi dia, mimik wajah dia bahkan saat kamu diperiksa Ara Dimitri sempat diam sebentar di sana, ada rasa khawatir."
"Ael ngerti kak, nanti akan Ael pastikan sendiri. Makasih kakak udah mewanti-wanti Ael.
"Gak usah makasih-makasih gitu. Yang buat kakak makin yakin dia udah ingat kamu, karena jam ini." Daisha meletakkan sebuah jam di genggaman tangan kanan Anel. Jam itu dia temukan di hari saat Anel tenggelam. "Kamu pernah punya jam couplekan sama dia?" Anel mengangguk, mengamati jam di tangannya.
"Gak salah lagi kak, ini memang jam yang sama. Ternyata kakak seperhatian dan sedetail itu ya sama Ael."
"Kita keluarga Nel, kalau kamu kenapa-napa kita semua juga bakal risau dan gelisah. Yaudah kakak balik ke kamar dulu, takutnya Wildan kebangun."
"Iya kak, titip kecupan ya buat si ganteng." Daisha mengangguk dengan senyum lalu pergi.
Bagi orang lain di luar circle anak Golden Tree, Daisha pasti sudah dianggap aneh dan harus dihindari. Bagaimana tidak, dari percakapannya dengan Anel saja wanita itu terdengar berbahaya. Berusasan dengan wanita itu sama saja cari mati. Karena dia bisa saja membuatmu terintimidasi dan ketakutan dengan caranya sendiri. Tetapi bagi Anel dan anggota Golden Tree lain hal itu sangatlah wajar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fragment (Golden Tree The Series Two)
ChickLitGolden Tree The Series 2 Apakah kita bisa percaya cinta seseorang akan tetap sama dari waktu ke waktu? Aku rasa tidak akan ada yang begitu. Ini tentang karir, cinta, mengikhlaskan dan takdir.