29. Sebuah Keputusan

25 2 0
                                    

"Aku telah mengambil keputusan karena diriku sendiri. Bukan tentang dirimu, dia atau mereka. Kita harus mengarah pada jalur kita masing-masing."

☘️☘️☘️

Dimitri mengabari Anel untuk menunda lamarannya. Anel tidak masalah dengan itu dan berusaha memahami keadaannya. Penundaan ini bisa menjadi ruang buat Anel untuk introspeksi diri. Anel juga bisa punya waktu untuk meluangkan waktu untuk sahabat-sahabatnya.

Anel sudah berjanji untuk menemui Tasya di rumah sakit. Anel ingin menanyakan satu hal tentang sahabatnya. Anel merasa sudah ketinggalan banyak hal tentang orang-orang di sekitarnya karena selama ini dia terlalu sibuk memikirkan dirinya sendiri. Rasanya kehilangan cinta tak jauh lebih sakit dibandingkan harus kehilangan sahabat yang sudah lama membersamaimu.

"Nel," Tasya melambaikan tangan kepada Anel di antara pengunjung kantin di rumah sakit.

Anel langsung menghampiri wanita dengan seragam dokter tersebut. Wanita itu tampak rapi menutupi apa yang telah dirinya alami. Anel rasanya ingin marah, tetapi mengingat akhir-akhir ini dia cuek, Anel merasa malu jika memarahi sahabatnya seenaknya.

"Nih pesanan lo," Anel menyodorkan sekantong kresek berisi beberapa cemilan sehat untuk Tasya.

"Mamacih, nanti uang lo gue ganti pas di ruangan, ya." Anel menggeleng, duit segitu juga bukan apa-apa baginya.

"Gak usah, santai aja."

Anel mulai duduk di hadapan Tasya. Wanita itu sudah menyelesaikan sarapannya yang sedikit telat dari waktunya. Menjadi seorang dokter memang kadang tidak mudah, kala dokter yang selalu mengingatkan untuk makan tepat waktu, tetapi malah terkadang dia sendiri yang telat. Terkadang bukan kehendak mereka juga. Seorang dokter pastinya lebih mengutamakan untuk mengurusi pasiennya terlebih dahulu.

"Sya, benar ya suami lo mau nikah lagi?" Tasya yang sedang minum tersedak atas pertanyaan Anel.

"Apa sih, ngaco lo." Tasya berusaha menutupi apa yang sebenarnya terjadi.

"Okay gini deh, bukan suami lo yang mau nikah lagi. Tapi mertua lo yang nyuruh suami lo nikah lagi." Tasya menelan salivanya berat. "Lo gak usah tutupi lagi, gue gak sengaja tahu karena Ajril keceplosan."

"Dasar, si kunyuk satu. Gak bisa jaga rahasia emang."

"Gue minta maaf, Sya. Maaf, karena gue belum bisa jadi sahabat yang selalu ada buat lo."

"Eh apa sih, Nel. Lo gak salah, ya namanya juga lo banyak yang dipikirin. It's okay kok." Tasya meyakinkan Anel dengan mengelus punggung tangan wanita itu.

"Thanks, tapi apapun alasannya gue gak mau lo dipoligami. Kalau sampai lo poligami, gue bakal marah banget sama suami lo. Wanita itu bukan pabrik anak, memangnya kalau lo susah kasih anak kenapa? Itu bukan salah lo, Sya. Cuma hanya lo dokter kandungan mertua lo gak bisa seenaknya. Kan Allah yang udah mengatur semuanya."

"Ya, gue juga bingung mau gimana, Nel. Gue juga gak enak sama mertua gue. Lo tahukan suami gue itu sayang banget sama gue. Cuma gue juga mikir kasian juga kalau dia sampai gak punya keturunan."

"Ya berarti kondisi kesuburan dia juga harus dicheck, jangan cewek mulu yang disalahkan."

"Iya iya, udah deh  gak usah bahas itu lagi. Gimana lo sama D? Katanya lamaran lo ditunda ya. Gara gara dia ngurusin si pacar palsunya itukan." Tasya mulai berasumsi sendiri. "Ini lo bawa buah juga buat dia, ya? Kok lo mau?"

Fragment (Golden Tree The Series Two) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang